View Full Version
Senin, 06 Feb 2017

5 Pilar Ketahanan Keluarga

Sahabat VOA-Islam...

Miris, sungguh miris hati ini. Saya berusaha menyambung kembali tali silahturahim yang lama tidak terajut. Saya punya saudara yang tinggal jauh dari rumah saya, ia tinggal di pulau Sumatera. Terakhir saya dengar kalau keponakan saya yang berumur 18 bulan sakit sampai kondisinya koma beberapa hari.

Dan kini yang saya dengar berita yang jauh lebih mengejutkan dari sebelumnya, keponakan saya sekarang dititipkan di rumah neneknya, yang jarak rumah nenek dengan orang tuanya kira-kira 25 jam perjalanan jika ditempuh dengan mobil. Tidak hanya berhenti disini, sang ayah hanya menengoknya sebulan sekali, sedangkan sang ibu hanya dua bulan sekali.

MasyaAllah, dari satu kisah ini saja saya sudah banyak mengelus dada. Bagaimana mungkin seorang ibu bisa rela meninggalkan anaknya yang masih menjadi kewajibannya untuk mengasuh dan memberi ASI. Dan sekarang banyak sekali ibu-ibu muda yang dengan sadar tega meninggalkan anak-anaknya demi kepentingan duniawi. apakah mereka tidak memahami bahwa mereka telah melalaikan kewajibannya sebagai ibu, ataukah mereka memahami tapi tidak punya pilihan lain. Ataukah mereka memahami tapi tidak menjadikan itu sebagai sesuatu yang penting. Ada sebagian mereka yang beranggapan bahwa semua ini mereka lakukan demi masa depan anak-anaknya. Padahal Secara tidak sadar mereka telah menggadaikan masa depan putra-putrinya.

Dalam Islam keluarga merupakan tumpuan yang utama dan pertama dalam mempersiapkan generasi penerus peradaban. Dan ibu adalah pendidik pertama dan utama bagi seorang anak. Lantas bagaimana jadinya jika pendidik anak yang pertama dan utama ini tidak lagi mendampingi anak-anaknya? Bagaimana ketahanan keluarga mereka bisa terjaga?
Menurut Dian Kusumawardani dalam majalah ummi. Setiap individu yang berkeluarga pasti mendambakan keluarga yang sakinah. Keluarga sakinah adalah keluarga yang mampu memberikan ketenangan, ketentraman dan kesejukan yang dilandasi oleh iman dan taqwa, serta dapat menjalankan syariat Islam dengan sebaik-baiknya.

Tidak ada masyarakat yang tidak pernah mengalami konflik. Keluarga sebagai bagian dari masyarakat pun tidak luput dari konflik. Bentuk konflik yang terjadi dalam keluarga misalnya konflik antara suami dan istri serta konflik antara orangtua dan anak. Keluarga yang mampu menghadapi konflik akan menjadi keluarga yang tangguh

Setiap keluarga muslim berkewajiban memperkuat ketahanan keluarganya masing-masing. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman ! peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan“ (at-Tahrim : 6). Ketahanan keluarga adalah konsep dalam menjaga kehidupan rumah tangga islami dari nilai-nilai liberalisasi dan sekuler yang dapat mengancam eksistensi keluarga tersebut dalam mengamalkan nilai-nilai yang islami.

Era globalisasi yang terjadi saat ini banyak yang mempengaruhi ketahanan keluarga muslim. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi lemahnya ketahanan keluarga muslim. Pertama, lemahnya komitmen terhadap nilai-nilai keislaman. Nilai-nilai keislaman adalah pondasi dalam membangun ketahanan keluarga. Rendahnya pengetahuan akan nilai-nilai yang islami membuat komitmen terhadap nilai keislaman menjadi rendah. Akibatkan ketahanan keluarga akan mudah rapuh.

Kedua, sikap hidup yang matrealistis. Kehidupan yang lebih mementingkan materi membuat orangtua hanya berpikir untuk mencari uang yang banyak. Anak hanya dicukupi secara materi namun mengabaikan aspek kasih sayang dan perhatian. Akibatnya anak banyak mencari perhatian di luar rumah, sehingga cenderung melakukan perilaku menyimpang.

Ketiga, berkembangnya nilai-nilai jahilliyah yang dapat dengan mudah diakses melalui kemajuan teknologi yang terjadi saat ini. Nilai tersebut akan mudah diserap jika pondasi nilai-nilai keislaman keluarga rendah. Keempat, minimnya komunikasi antar anggota keluarga. Tuntutan ekonomi terkadang membuat kedua orangtua harus bekerja. Kesibukan dalam bekerja seringkali membuat komunikasi antar anggota keluarga terhambat. 

Komunikasi yang terjadi lebih banyak yang bersifat sekunder, yaitu menggunakan alat-alat komunikasi seperti smart phone. Padahal komunikasi primer antar anggota keluarga akan lebih meningkatkan keharmonisan keluarga. Kelima , Lemahnya tarbiyah ’ailiyah (pembinaan keluarga). Tanpa adanya pembinaan keluarga maka ketahanan keluarga adalah hal yang mustahil untuk dicapai. Ketahanan keluarga dapat dicapai bila mampu memenuhi lima aspek, sebagai berikut:

1. Kemandirian Nilai

Langkah pertama yang harus dipenuhi untuk mencapai ketahanan keluarga muslim. Kemandirian nilai,khususnya nilai-nilai islami mampu membentengi anggota keluarga dari perilaku hedonis dan liberalis. Orangtua menjalankan fungsi sosialisasinya berdasarkan nilai-nilai islam. Bila anak sudah memiliki pondasi nilai-nilai islam yang kuat, maka ia tidak akan mudah terpengaruh nilai-nilai negatif yang datang akibat globalisasi.

2. Kemandirian Ekonomi

Sandang, pangan, dan papan adalah hal mendasar yang harus dipenuhi dalam keluarga. Dalam islam seorang ayah berkewajiban untuk mencari nafkah yang halal bagi keluarganya, sebab nafkah yang haram bisa memberikan dampak yang negatif bagi anak. Orang tua harus benar-benar menjamin bahwa makanan yang dia berikan kepada anaknya 100 % halal. Sedikit saja tercampur dengan yang haram maka anak akan merasakan akibat buruknya. Darahnya terkontaminasi haram, dagingnya tersusun dari zat haram maka hatinya akan tertutup dari rahmat Allah. Doanya tidak akan didengar oleh Allah swt.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda;

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan kaum mukminin dengan perintah yang juga Dia tujukan kepada para rasul, “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” dan Dia juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang letih dalam perjalanannya, rambutnya berantakan, dan kakinya berpasir, seraya dia menengadahkan kedua tanganya ke langit dan berkata, “Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan.” (HR. Muslim)

3. Kesalehan Sosial

Kesalehan Sosial menunjuk pada perilaku orang-orang yang sangat peduli dengan nilai-nilai islami, yang bersifat sosial. Bersikap santun pada orang lain, suka menolong, sangat perhatian terhadap masalah-masalah ummat, memperhatikan dan menghargai hak sesama, mampu berpikir berdasarkan perspektif orang lain, mampu berempati, artinya mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain, dan seterusnya.

Kesalehan sosial mampu mewujudkan keseimbangan antara hubungan vertikal kepada Allah SWT yang disebut dengan “hablum minallah”, dan hubungan horizontal kepada sesama manusia dan alam sekitarnya yang disebut dengan “hablum minannas”.

4. Ketangguhan Menghadapi konflik

Menurut Gillin dan Gillin konflik adalah bagian dari proses interaksi sosial manusia yang saling berlawanan. Artinya, konflik adalah bagian dari proses sosial yang terjadi karena adanya perbedaanperbedaan baik fisik, emosi, kebudayaan, dan perilaku. Atau dengan kata lain konflik adalah salah satu proses interaksi sosial yang bersifat disosiatif.

Tidak ada masyarakat yang tidak pernah mengalami konflik. Keluarga sebagai bagian dari masyarakat pun tidak luput dari konflik. Bentuk konflik yang terjadi dalam keluarga misalnya konflik antara suami dan istri serta konflik antara orangtua dan anak. Keluarga yang mampu menghadapi konflik akan menjadi keluarga yang tangguh. Konflik yang mampu diselesaikan dengan baik akan memberikan dampak yang positif, antara lain mampu meningkatkan solidaritas ingroup dan memunculkan nilai-nilai baru yang semakin mendorong terciptanya integrasi dalam keluarga.

5. Kemampuan Menyelesaikan Masalah

Seringkali apa yang kita harapkan berbeda dengan apa yang terjadi, disitulah muncul yang namanya masalah. Bila terjadi masalah dalam keluarga maka yang seharusnya yang dilakukan adalah menghadapinya. Keluarga muslim harus meyakini bahwa setelah kesukaran pasti ada kemudahan. Masalah yang menimpa keluarga tidak boleh dihadapi dengan putus asa, sebab putus asa adalah salah satu dosa. “Dosa besar yang paling besar adalah menyekutukan Allah, merasa aman dari makar Allah, putus asa terhadap rahmat Allah, dan putus harapan terhadap kelapangan dari Allah.” (Hadis hasan sahih; diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir; lihat Majma’ Az-Zawaid, juz 1, hlm. 104; kutip dari Muslimah.or.id).

Bila kelima aspek tersebut dapat dipenuhi, maka ketahanan keluarga akan tercapai. Ketahanan keluarga yang baik akan memberikan pengaruh yang positif dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai islami yang menjadi pondasi ketahanan keluarga akan mampu menangkal nilai-nilai liberal yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Jati diri bangsa Indonesia tidak akan luntur akibat gempuran modernisasi. Ideologi islam dan pancasila mampu berjalan beriringan dan bekerjasama untuk memperkuat ketahanan nasional.

Aspek ideologi meruapak salah satu aspek yang harus dipenuhi dalam mencapai ketahanan nasional. Penguatan ketahanan nasional bisa dilakukan mulai dari penguatan ideologi suatu bangsa. Jika semua warga Negara Indonesia memiliki ideologi  sebagai pandangan hidup, maka proses penguatan ketahanan nasional akan tercapai. Indonesia akan mampu menghadapi gempuran globalisasi tanpa harus kehilangan jati diri bangsa.

Oleh karena itu hal yang pertama kali harus dilakukan dalam mencapai ketahanan nasional adalah menciptakan ketahanan keluarga. Keluarga adalah bagian terkecil dari suatu masyarakat yang dapat memberikan pengaruh yang signifikan. Jika keluarga kuat maka Negara akan hebat.

Ibu engkau adalah orang hebat yang mampu melahirkan generasi-generasi hebat, maka jangan tinggalkan kewajiban mulia ini. Tetaplah dampingi anak-anak kita agar mereka bisa tumbuh sebagai generasi pencetak peradaban cemerlang. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version