View Full Version
Kamis, 16 Feb 2017

Hambatan di Balik Kontak Mata Anak dan Orang Tua

Oleh: Wage Setia Budi (Pemerhati Komunikasi Anak)

Acapkali orang tua melakukan kontak mata dengan anak hanya ketika marah, memerintah atau mengancam. Perlu diketahui, inilah faktor penghambat komunikasi orang tua dengan anak. Ketika orang tua kurang memperhatikan kontak mata dengan sang buah hati setiap kali berbicara, maka orang tua telah memutus ikatan emosional dengan sang anak.

Kontak mata penting bagi sang anak. Bahkan sejak kehadiran sang buah hati di rumah kita. Ketika terjadi kontak antara orang tua dan anak, maka di balik gerakan mata anak terjadi proses perkembangan sel saraf mata dan kemampuan komunikasi. Pada umumnya usia anak dapat melakukan kontak mata sekitar usia 6-8 minggu setelah kelahiran. Kemampuan kontak mata jauh mendahului kemampuan anak dalam hal berbicara.

Dengan adanya keterbatasan kemampuan komunikasi anak, orang tua harus menempatkan posisi tubuh anda sejajar dan setinggi anak ketika berbicara. Hal ini acapkali terlihat, misalnya, ketika Pangeran William berbicara dengan anak pertamanya. Menurut Pakar Perkembangan Anak dan Penulis buku A Moving Child is a Learning Child, Gill Connel, cara ini membuat anak merasa aman dan dimengerti. Agar kontak mata lebih efektif biasanya, hal ini disertai dengan ekspresi emosional positif beserta bahasa tubuh, seperti anggukan, ucapan singkat yang mudah dimengerti, tersenyum atau komunikasi nonverbal lainmya.

Kemudian, orang tua harus lebih mengutamakan komunikasi visual ketika berbicara dengan anak. Komunikasi visual lebih menekankan pada pesan komunikasi berbentuk tanda, gambar, lambang, simbol warna yang konkrit dan dapat dicerna indra penglihatan. Semua hal ini dimaksudkan untuk menjaga kontak mata dengan anak. Hal ini ditunjang dengan pernyataan orang tua dengan bahasa yang mudah dipahami dan sederhana.

Terlihat di atas kontak mata merupakan bagian penting komunikasi tatap muka. Selain mengumpulkan informasi visual dari dunia luar, mata mengekspresikan emosi dan perasaan. Ekspresi emosi dan perasaan juga ditunjang dengan ekspresi wajah.

Melalui kontak mata yang disertai bahasa tubuh, para pakar perkembangan anak menyebutkan bahwa orang tua sedang membangun attachment bond dengan anak. Attachment bond semacam ikatan emosional nonverbal antara orang tua dan anak. Respons emosional orang tua berupa gerakan, isyarat dan suara kepada sang anak sangatlah bermakna. Sebaliknya, melalui kontak mata sang anak melakukan interaksi, komunikasi dan relasi.

Dengan terjadinya attachment bond antara orang tua dan anak, maka anak sedang membangun keinginan untuk belajar, kepercayaan, kesadaran diri yang sehat, bersikap ramah terhadap orang lain. Sebaliknya, apabila attachment bond tidak terbangun, sang anak tidak mendapatkan rasa aman dan pengertian dari orang lain, kebingunan dalam identitas diri dan kesulitan belajar dan berinteraksi dengan orang lain di masa depannya.

Terlihat jelas di atas, kontak mata sangatlah dahsyat. Apa yang diucapkan orang tua dapat mudah tertanam. Dr. Albert Mehrabian, penulis buku Silent Messages, menyatakan jumlah persentase kontak mata dan bahasa tubuh mencapai 93% dari satu pesan komunikasi. Inilah yang tidak disadari sebagian besar orang tua. Kontak mata adalah bagian penting bahasa tubuh orang tua.

Dengan kontak mata, orang tua memperhatikan ekspresi emosional anak. Selain verbal, sebagian besar ekspresi emosional anak dilakukan dalam bentuk bahasa tubuh dan gerakan. Lebih khusus lagi karena ekspresi emosional anak dilakukan secara spontan. Dengan kontak mata, orang tua dapat memenuhi kebutuhan emosional anak. Anak terlihat dicintanya, dihargai, dibuat merasa aman dan kompeten. Ketika terpenuhinya kebutuhan emosional anak, hal ini melahirkan perilaku anak yang santun di masa depan (Woolfson, 2005:8).

Bila begitu dahsyat pengaruhnya, tetapi mengapa sebagian besar orang tua mengabaikan kontak mata. Misalnya, ketika berbicara dengan sang buah hati, banyak ibu masih memakai purdah atau niqab. Padahal ketika purdah atau niqab dibuka, anak dapat melakukan kontak mata dan melihat ekspresi wajah sang ibu. Bila sejak kehadiran buah hati di dalam rumah tangga hingga dewasa, sang ibu selalu berbicara dengan sang anak di balik purdah atau niqab, maka hal ini sama saja dengan memutus ikatan emosional orang tua dan anak. Lebih buruk lagi, perkembangan anak terutama otak tengah anak akan terganggu.

Di lain pihak, banyak orang tua acapkali mengabaikan kontak mata. Pengabaian kontak mata orang tua berarti orang tua tidak peduli kehadiran sang anak. Ini terlihat dari penempatan posisi tubuh anda yang tidak fokus ke anak, bersilang tangan dan menopang dagu atau sibuk dengan urusan anda sendiri, seperti mengerjakan pekerjaan rumah tangga, chatting atau lainnya.

Perilaku anak merupakan hasil peniruan anak terhadap perilaku orang tua. Anak adalah makhluk yang belum memiliki kemampuan yang cukup memadai untuk merespons semua kemauan orang tua dengan benar. Kemampuan anak hanyalah meniru perilaku orang dewasa termasuk perilaku orang tua termasuk dalam berkomunikasi. Pendidikan orang tua lah menentukan macam apa perilaku anak di masa depan..

Keluhan orang tua bahwa anak tidak mendengar perintahnya haruslah diakhiri. Sebaiknya orang tua mengintrospeksi diri. Ketika anak tidak patuh, orang tua acapkali melakukan kontak mata hanya ketika menegur, melarang atau memberi ancaman. Rubahlah!

Orang tua yang mengembangkan komunikasi ancaman, perintah, teguran dan marah akan melahirkan anak yang suka mengganggu temannya, memberontak dan sukar dikendalikan. Ketika hal ini terjadi, berarti ikatan emosional (attachment bond) antara orang tua dan anak telah putus.

Oleh karena itu, kontak mata anak dan orang tua akan melahirkan ikatan emosional (attachment bond). Sebaliknya, anak yang tidak melakukan kontak mata adalah anak yang kemungkinan besar menghadapi masalah perkembangan dirinya, seperti menderita autisme. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version