Tanggal 8 Maret ternyata hari perempuan sedunia. Tak usah merasa bersalah meskipun ketinggalan info ini. Saya sendiri tahu juga dari status beberapa teman Facebook yang selain mengucapkan selamat atas hari ini, mereka juga berbagi kisah pribadi. Umumnya menceritakan tentang kejadian traumatis masa lalu yang enggan untuk dikisahkah karena dianggap tabu. Biasanya berurusan dengan seksualitas atau bahkan pelecehannya.
Terlepas dari mereka yang merasa perlu untuk mengingat bahwa di tanggal tersebut ada momen penting yaitu hari perempuan sedunia, saya pun merasa perlu untuk memunyai sikap. Nyaris tak pernah saya menulis hal khusus tentang hari-hari khusus yang disepakati secara nasional atau bahkan internasional. Saya mengangkat tema tertentu kapan saja saya merasa perlu. Oya, dan juga faktor ‘mood’ biasanya plus keengganan menjadi harus ‘sama’ dengan standar yang mereka tentukan.
Sejatinya, ada atau tidaknya peringatan hari perempuan internasional atau ‘women’s day’, kita sebagai perempuan yang memilih dien Islam sebagai ‘way of life’ sudah memiliki hari itu sepanjang hari sepanjang tahun. Perhatikan saja bagaimana cara Allah memuliakan perempuan. Mulai dari aturan berpakaian hingga mulianya kedudukan, semua telah dijelaskan secara detil. Dan itu semua tak perlu menunggu hari khusus untuk membahasnya atau mengingatnya. Kesetaraan itu telah lengkap ada saat perempuan dan partnernya dalam hal ini laki-laki, sama-sama tunduk pada aturan yang sama.
Tentang perempuan ini, ada dalam kesucian kitab yang bahkan salah satu suratnya diberi nama untuk mengingat betapa mulianya ia: Quran Surat An-Nisa. Seluruh yang diinginkan dan diperjuangkan oleh perempuan di luar sana yang menyebut dirinya feminis, telah ada di dalamnya. Perempuan pun dilindungi secara pribadi atau pun seksualitas sehingga tidak ada yang berani melecehkan.
...Sejatinya, ada atau tidaknya peringatan hari perempuan internasional atau ‘women’s day’, kita sebagai perempuan yang memilih dien Islam sebagai ‘way of life’ sudah memiliki hari itu sepanjang hari sepanjang tahun...
Bandingkan dalam kehidupan yang seringkali mereka sanjung atas nama demokrasi. Kepedihan selalu muncul karena ada saja kisah tentang dilecehkannya harga diri seorang perempuan, tak peduli ia muslim atau bukan. Kepedihan yang seringkali karena kebodohan kemudian distigmakan pada aturan agama yang dianggap menomorduakan perempuan.
Seringkali, perempuan sebagai korban tapi perempuan juga yang dipersalahkan. Itulah mengapa, kemudian muncul wacana perlunya undang-undang khusus yang melindungi perempuan. Andai saja mereka mau jujur dan membuka diri, telah ada aturan lengkap yang begitu melindungi perempuan dari segala seginya. Ya hak-haknya, ya harga dirinya, ya segala sesuatunya sehingga tak perlu menoleh pada aturan lain yang masih tambal sulam dalam mencari format tepat dalam melindungi perempuan.
Iming-iming kebebasan dalam bersikap termasuk berbusana membuat perempuan memposisikan dirinya sebagai pemilik tubuh itu sendiri. Ia lupa, bahwa sesungguhnya semua ini adalah titipan dari Sang Mahapencipta. Karena titipan, maka hak dari yang menitip untuk memberi aturan.
Tak ada pilihan lain bagi seorang yang dititipi kecuali taat. Dan di titik inilah maka seluruh permasalahan yang menimpa perempuan sesungguhnya bisa diselesaikan hanya dengan taat. Taat pada apa dan siapa? Jelas saja pada aturan Allah dengan segenap syariat yang yang diturunkan pada RasulNya yang terakhir, Muhammad SAW.
Jadi, tunggu apalagi? Selamanya peringatan hari perempuan sedunia akan tetap berkutat pada masalah yang sama setiap tahunnya, ketika solusi yang disodorkan bukanlah solusi yang benar. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google