View Full Version
Ahad, 30 Apr 2017

Misteri Cita-Cita Kartini

Oleh: Yeni 

(Pengasuh Santri HSG Khiru Ummat di Tanjungsari Kab. Sumedang)

Habis Gelap Terbitlah Terang. Sahabat, pernah mendengar ungkapan di atas? Kalo pernah berarti kamu-kamu tahukan Raden Ajeng Kartini? Ya betul banget, RA Kartini dikenal sebagai pahlawan wanita yang mengusung persamaan hak wanita dengan hak pria atau yang lebih kita kenal dengan sebutan emansipasi.

Namun apakah benar RA Kartini ini pahlawan emansipasi? Tahu nggak kalo sebenarnya RA Kartini itu muslimah banget? Mau tau jawabannya? jangan berhenti membaca sampai disini aja, yuk kita lanjut capcusss…

 

Bener nggak sih Kartini itu Pejuang Emansipasi?

Wah… bener nggak ya ”ibu kita Kartini” itu pejuang emansipasi? Jika teman-teman membaca buku-buku sejarah pahlawan wanita Indonesia, teman-teman pastinya akan mendapatkan nama Raden Ajeng Kartini sebagai salah satunya. Tokoh wanita yang lahir di kota Jepara pada tanggal 21 April 1879 ini sangat terkenal di Indonesia. Saking terkenalnya, hari kelahirannya pun diperingati sebagai hari besar yaitu Hari Kartini. Dalam sejarah, beliau dikenal gigih memperjuangkan emansipasi wanita kala ia hidup.

Namun apakah teman-teman tahu? bahwa sebenarnya RA Kartini itu tidak bermaksud untuk menyamakan hak wanita dengan hak pria. Ada sekelompok orang yang memiliki kepentingan, yang memanfaatkan hal ini, mereka merubah itikad baik Raden Ajeng Kartini yang awalnya ingin menjadi seorang pribadi muslimah yang sholehah menjadi sosok pejuang emansipasi wanita.

Teman-teman, jika emansipasi itu dibangun untuk penyetaraan hak dan kedudukan antara pria-wanita untuk dilakukan dalam segala aspek kehidupan, maka sebenernya hal itu adalah penggeseran cita-cita Kartini dalam menuntut belenggu yang membatasi penterjemahan naskah buku-buku Islam ke dalam bahasa Jawa. Karena saat itu, kolonial Belanda melarang hal tersebut.

Cita-cita Kartini itu adalah menuntut sikap kolonial Belanda yang membatasi ruang gerak kaum perempuan dalam menempuh pendidikan. Padahal bagi Kartini, kaum perempuan itu penting untuk menempuh pendidikan karena perempuan adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya kelak. Dengan begitu, sebenarnya pelajaran pendidikan bagi kaum perempuan saat itu adalah stategi politik kolonial Belanda dalam proses pembodohan tunas-tunas bangsa yang berpotensi ancaman bagi pemerintahan Kolonial Belanda.

Namun untuk menyiasati ide Kartini, dibuatlah propaganda-propoganda yang menyeleweng. Cita-cita Kartini yang menginginkan kebebasan kaum perempuan untuk  mencari ilmu tanpa dilihat dulu latar belakangnya, dirubah dan dipahami sebagai bentuk emansipasi wanita atau kesetaraan gender.

 

The Journey to become a true muslimah

Teman-teman tahu tidak? Ternyata perjalanan Kartini untuk mencari jati dirinya sebagai muslimah penuh perjuangan. Tujuan Kartini untuk menjadi muslimah sholehah sangatlah  terlihat jelas dalam suratnya yang dikirimkan kepada Stella Zihandelaar pada tanggal 6 November 1899 yang bertuliskan

Mengenai agamaku, Islam, Aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya?

Semangat Kartini untuk menjadi ”The True Muslimah” tidak sampai disini saja. Beliau berusaha juga untuk belajar ngaji. Ngaji apa ya? Ya ngaji Islamlah. Niatannya untuk memperdalam Islam juga terlihat  dari surat yang dikirimnya. Masih kepada Stella Zihandelaar tanggal 6 November 1899 yang bertuliskan

Al-quran terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan kedalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di sini orang belajar Al-quran tapi tidak memahami apa yang dibaca.

Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya.

Tak berhenti sampai disitu lho, Raden Ajeng Kartini juga mencari guru ngaji agar pemahamnya mengenai Islam makin mantap. Beliau mengikuti pengajian bulanan khusus anggota keluarga di rumah pamannya. Saat itu penceramahnya adalah Kyai Haji Mohammad Sholeh bin Umar seorang Ulama besar dari Darat Semarang, orang-orang pada saat itu memanggilnya dengan sebutan Kyai Sholeh Darat.  Beliau mengajarkan tafsir surat Al-Fatihah. Setelah mengikuti pengajian, Kartini yang kala itu haus banget sama Ilmu langsung saja mendatangi Kyai Sholeh Darat dan menyampaikan kekagumannya terhadap tafsir QS Al-Fatihah. Ia juga menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah saat itu yang melarang penafsiran Al Quran.

Setelah pertemuannya dengan Kartini, Kyai Sholeh Darat bersemangat dan bertekad  untuk menerjemahkan Al-Quran ke dalam bahasa Jawa. Pada hari pernikahan Kartini, Kyai Darat memberikan hadiah yang luar biasa special untuk Kartini, apakah itu? Beliau menghadiahkan kepadanya terjemahan Al-Quran 13 Juz dalam bahasa Jawa. Saking specialnya hadiah tersebut, Kartini sampai mengatakan bahwa hadiah pernikahannya itu tidak bisa dinilai manusia.

Dari 13 juz Al-Quran  yang sudah Kyai Sholeh Darat terjemahkan ke dalam bahasa Jawa. Kartini sangat terinspirasi dari penggalan ayat “mina dzulumati ila nur” yang artinya dari gelap kepada cahaya, namun kini kalimat itu kehilangan maknanya setelah diterjemahkan Armijn Pane dengan kalimat yang kita kenal sekarang yaitu habis gelap terbitlah terang.

Nah, kalo gitu kalian udah dapet kesimpulannya kan? Kalo sebenernya Raden Ajeng Kartini itu bukan pejuang emansipasi wanita yang oleh sebagian besar umat pahami, tapi beliau adalah seorang muslimah sejati yang tahu dan sadar kalo mencari, memahami, dan menyebarkan ilmu itu sebuah kewajiban bagi setiap muslim/ah yang beriman.

Teman-teman dari perjalanan Kartini dalam mencari jati dirinya sebagai seorang muslimah sejati, kita bisa mengambil pelajaran lho. Bahwa kita-kita nih yang masih remaja jangan kalah dengan perjuangan katini. Mencari Jati diri kan nggak harus nunggu kita tumbuh dewasa dulu atau nanti aja dicari pas udah punya pasangan hidup alias udah nikah, bukan gitu kawan. Jati diri tuh harus dicari sejak dini biar kamu-kamu bisa tahu tujuan Allah SWT ciptain kita itu untuk apa. Dengan mengetahui Jati diri, kita juga nggak gampang ikut-ikutan pokoke hidup ini akan lebih bermakna deh. Lalu bagaimana caranya biar kita bisa tahu jati diri kita? Jawabanya gampang, yaitu dengan mengkaji Islam secara Kaffah.

Nah, surat-surat Kartini yang dikumpulin oleh Mr.Abendanon oleh beliau kemudian diberi nama “mina dzulumati ila nur” yang dikutip dari ayat suci Al-Quran. Ayat itu intinya ngajak kita untuk dakwah Islam artinya membawa manusia dari kegelapan (Jahiliyah/kebodohan) ke tempat yang terang benderang (petunjuk, hidayah/kebenaran).

Jadi itulah misteri cita-cita Ibu Kartini yang sebenarnya. yuk, kita berlomba-lomba menerima cahaya Islam dengan mengkaji islam dan memperjuangkannya juga, melanjutkan cita-cita Ibu Kartini yang sesungguhnya. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version