Istilah Pejuang Subuh, disematkan kepada mereka yang berjuang menahan kantuk dan malas demi bisa menghadiri salat jamaah Subuh di masjid. Hal ini tidak berlaku bagi mereka yang salat Subuh di rumah dan tidak berjamaah lagi. Penyematan ini pun khusus bagi laki-laki karena bagi mereka, sebaik-baiknya salat wajib adalah didirikan berjamaah di masjid. Sebaliknya berlaku bagi perempuan, sebaik-baiknya tempat salat adalah di dalam rumah khususnya di dalam kamarnya sendiri.
Bunda salihah yang dirahmati Allah, Pejuang Subuh itu tidak tercipta begitu saja. Ada proses panjang yang menyertai perjalanannya. Seiring dengan kesadaran berislam secara kaafaah, ada pribadi-pribadi yang semangat dalam berhijrah. Pribadi yang kemudian mengazamkan diri untuk membiasakan hadir dalam jamaah salat wajib di masjid, tidak terkecuali Subuh. Sosok-sosok inilah yang nantinya akan mencari perempuan salihah untuk mempercayakan generasinya berada di tangan yang tepat.
Setelah separuh agama digenapkan, mulailah muncul jundi-jundi kecil sebagai cikal-bakal penerus perjuangan. Karena ‘mencetak’ pribadi pejuang tidak bisa instan, maka ia dimulai dari hal yang sangat dekat dengan keseharian. Si kecil pun dibiasakan untuk mencintai masjid. Lebih jauh lagi, ia diajak untuk menghargai waktu Subuh meskipun di saat itu adalah waktu tepat untuk terlelap.
Ada anak kecil yang berjalan mungil di samping sang ayah, mengikut semua gerak salatnya. Ada juga yang harus digendong karena mata masih saja merem meskipun dari rumah sudah berusaha untuk dibasuh agar melek. Bahkan ada juga yang saat sujud tidak bangun lagi karena ternyata lanjut ketiduran. Apapun itu, ada upaya untuk memaksimalkan usaha agar generasi berikut adalah generasi yang mencintai waktu Subuh dengan ringan melangkah ke rumahNya.
...Bangun di Subuh hari dan bersiap diri menghadap Ilahi, hanya bisa dilakukan oleh jiwa yang tunduk patuh pada perintah Rabbnya. Ia mampu mengendalikan rasa kantuk, rasa malas dan ego...
Mengapa waktu Subuh ini begitu penting? Alkisah, sulitnya Aceh ditaklukkan penjajah itu juga karena pasukan direkrut saat Subuh hari. Di dalam keheningan Subuh, ada banyak makna yang bisa terselami manfaatnya. Bangun di Subuh hari dan bersiap diri menghadap Ilahi, hanya bisa dilakukan oleh jiwa yang tunduk patuh pada perintah Rabbnya. Ia mampu mengendalikan rasa kantuk, rasa malas dan ego. Di atas semua itu, keimananlah yang bicara. Bila ini yang terjadi, penuhnya masjid dengan jamaah pejuang Subuh, maka insya Allah fajar kebangkitan itu tak akan lama.
Pejuang sebenarnya tercipta dari pembiasaan. Ia dibiasakan untuk berjuang dalam semua segi kehidupan termasuk untuk berjuang menyingkirkan selimut dan berangkat ke masjid. Bila ini sudah menjadi bagian diri, maka berjuang dalam skala lebih besar yaitu mempertahankan izzah umat Islam akan terasa jauh lebih mudah.
Seperti kita tahu, tantangan zaman semakin besar dari musuh Islam untuk menyingkirkan dien ini dari kehidupan. Bila bukan kita, baik yang calon ibu ataupun sudah jadi ibu, siapa lagi yang mempersiapkan calon pejuang itu? Begitu pun saat awal sekali memilih pasangan sebagai qawwam. Pastikan sang calon adalah termasuk salah satu tipe pejuang yang semangat menyambut Subuh untuk berjamaah di masjid. Dengan kondisi ayah dan ibu berjiwa pejuang, insya Allah akan lahir generasi pejuang sebenarnya yang membela dien ini di baris terdepan. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google