Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Disyariatkan shalat kusuf (gerhana) saat terlihat gerhana matahari atau gerhana bulan. Tidak ditegakkan shalat kusuf hanya karena kabar dari ilmu falak atau ilmu astronomi atau yang tertulis di kalender-kalender. Ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
إِنَّ اَلشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اَللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ, فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا, فَادْعُوا اَللَّهَ وَصَلُّوا, حَتَّى تَنْكَشِفَ
"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihatnya bersegeralah berdoa kepada Allah dan shalat sehingga kembali terang." (Muttafaq 'alaih)
Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengaitkan shalat dengan ru’yah (melihat) gerhana. Dengan melihat ini, hikmah takhwif (menakut-nakuti manusia) terwujudkan,
لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُخَوِّفُ بِهِمَا عِبَادَهُ
"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Tapi, Allah Ta'ala menakut-nakuti hamba-Nya dengan keduanya." (Muttafaq ‘Alaih)
Imam al-Nawawi Rahimahullah berkata dalam Al-Majmu’ menukilkan pendapat Al-Darimi dan selainnya bahwa hukum berkaitan gerhana tidak bisa diamalkan dengan kabar dari ahli perbintangan saja.
ولا يعمل في الكسوف بقول المنجمين
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah berkata di Majmu’ fatawanya,
“Tidak boleh shalat -gerhana- hanya bersandar kepada informasi yang tersebur di kalender-kalender atau yang diinformasikan ahli falak, apabila langit mendung dan tidak terlihat gerhana. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengaitkan hukum (berkaitan gerhana) dengan ru’yah (melihat gerhana). Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
فإذا رأيتموهما فافزعوا إلى الصلاة
“Maka apabila kalian melihat keduanya (gerhana matahari dan bulan) segeralah mengerjakan shalat.”
Dan boleh jadi, Allah Ta’ala tidak memperlihatkan gerhana ini dari satu kaum karena satu hikmah yang Dia inginkan....” (Majmu’ Fatawa: jilid 16, Bab Shalat Kusuf)
Beliau juga menjelaskan kalau terjadi gerhana sebagian sehingga tidak mungkin disaksikan gerhana itu kecuali dengan alat, maka tidak disyariatkan pula shalat gerhana.
لو كان الكسوف جزئياً في الشمس ولا يرى إلا بالمنظار فإنه لا يصلي لأننا لم نرها كاسفة، والعبرة برؤية العين لا بالمناظير ولا بالحساب
“Seandainya gerhana matahari terjadi hanya sebagian, tidak bisa dilihat kecuali dengan alat (teropong) maka tidak (disyariatkan) shalat, karena kita tidak melihat matahari itu tertutup. Yang jadi patokan adalah melihat dengan mata, bukan dengan alat-alat lihat dan tidak pula dengan hisab (hitungan).”
Intinya, shalat gerhana ini diikat dengan melihat gerhana dengan mata kepala. Jika gerhana tak nampak mata, maka tidak disyariatkan shalat gerhana. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]