Pernah nggak sih dalam hidup kita menemukan ‘sesuatu’ atau ‘seseorang’ yang too good to be true? Misal nih, ada tawaran taaruf dengan seorang ikhwan yang sudahlah gak malu-maluin dibawa kondangan, kerjaan mapan owner dari perusahaan yang go national, juga keturunan baik-baik bahkan keluarga besarnya sudah sangat paham terhadap Islam kaafah. Bagaimana dengan poin agama si calon sendiri? Eits, ingat keimanan itu bukan warisan loh. Di permukaan sih baik karena ia aktivis keislaman bahkan menjadi tokoh yang cukup disegani di lingkungan para tokoh penggiat dakwah.
Tawaran jenis ini sayang untuk ditolak. Iya banget nggak sih? Proses berjalan dan taaruf pun dilaksanakan dengan sangat memperhatikan batasan syariat. Semua terasa baik-baik saja. Selama proses terjadi, kalau mau jujur...ada beberapa hal yang sebetulnya kamu merasa nggak pas. Oh, kok begini sih? Loh, kok begitu sih? Tapi karena berangkat dengan niat yang baik, kamu pun berharap bahwa yang begini dan begitu insya Allah bisa dibenahi sambil jalan kelak.
Hingga akhirnya di satu titik, Allah punya caraNya sendiri untuk melindungimu. Allah punya jalanNya sendiri untuk memantapkan keraguan yang sempat muncul. Bagaimana caranya? Allah memperlihatkan dengan benderang bahwa dia too good to be true. Ya...sosok yang semula kamu anggap sebagaimana persepsi awalmu, ternyata banyak ‘bocor’ di sana-sini. Kamu yang semula merasa akan bisa membenahi sambil jalan, ternyata dipilihkan jalan lain olehNya.
Taaruf harus berhenti, kamu suka atau tidak. Segala hal yang di permukaan terlihat begitu ‘menyilaukan’ ternyata tidak ditakdirkan untuk menjadi jodohmu. Kecewa? Manusiawi. Tapi hey...tak ada takdir Allah yang itu tidak untuk kebaikan manusia sendiri. Yakin 100% bahwa Allah sedang ‘menyelamatkan’ kamu dari hal-hal yang bisa jadi lebih buruk ketika kamu memaksakan diri.
...Yakin saja bahwa Allah mempersiapkan seseorang yang jauh lebih pantas untukmu dan lebih layak mendampingi langkah menuju jannah. Memang sih, kamu harus kembali mengakrabi kesendirian sebagaimana sebelumnya...
Yakin saja bahwa Allah mempersiapkan seseorang yang jauh lebih pantas untukmu dan lebih layak mendampingi langkah menuju jannah. Memang sih, kamu harus kembali mengakrabi kesendirian sebagaimana sebelumnya. Tapi bukankah bagi seseorang yang hatinya telah penuh cinta dan taat padaNya, tak ada satu sudut pun yang sempat merasakan sepi dan sendiri itu?
Ini saatnya kamu kembali berbenah dan introspeksi, jangan-jangan terselip rasa keduniawian, riya’ atau bahkan hal yang tak seharusnya ada saat proses taaruf dimulai. Istighfar dan meluruskan niat perlu terus dilakukan.
Akan ada seseorang yang secara tampilan luar bisa jadi tidak terlalu ‘kinclong’. Tetapi saat berproses dengannya, kamu tidak menemukan ‘kok begini dan begitu’ sebagaimana sebelumnya. Rasa mantap mendominasi bahkan di setiap hal yang didiskusikan, terasa jelas visi dan misi untuk menuju kampung akhirat yang abadi.
Mungkin ia tak setampan sebelumnya, tapi keteduhan wajah karena keistiqomahan ibadah menjadi bagian dirinya. Bisa jadi ia bukan pemilik perusahaan besar, tapi setiap rupiah yang dihasilkan selalu dipastikannya halal untuk nafkah istri dan anaknya kelak. Garis keturunan pun demikian, ‘hanya’ keluarga sederhana yang selalu menjaga akhlak, adab, dan kesopanan saat berinteraksi dengan orang lain. Bukan tipe pemberi janji palsu apalagi tega menzalimi hak orang lain.
Yaa...mungkin saja jodoh yang pas untukmu adalah dia yang tak perlu kemilau di dunia tapi amalnya mampu mengguncang langitNya dalam keheningan munajat malam dan sadaqah hariannya. Amal-amal istimewa lainnya juga sengaja ia sembunyikan karena ia hanya butuh dilihat olehNya.
Hanya perlu selalu husnuzan terhadap rencana Allah, maka tunggulah jodoh terbaik itu akan datang. Sementara itu, nikmati saja dinamika kehidupan ini dengan terus menyandarkan harap padaNya. Jangan goyah, mantapkan diri untuk menerima takdir dengan jodoh terbaik dariNya. Wallahu alam. (riafariana/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google