Oleh: Isty Shofiah, S.Pd
Dari kemarin di beranda facebook seliweran berita ibu (yg masih sekolah, hamil diluar nikah) menusuk bayinya hingga tewas. Sebelumnya juga viral ibu membunuh 3 orang anaknya dengan racun di jombang. Belum lagi yang di pekanbaru bayi di aniaya, lagi-lagi pelakunya Ibunya sendiri. Sebelumnya juga ditemukan bayi yang dibuang di malang akibat hubungan diluar nikah.
Allahu Robbi... Melihat kejadian demi kejadian yang menyayat hati ini, seolah fitrah seorang Ibu yang penuh kasih sayang, lembut nan sabar hilang, tergerus oleh sistem sekular yang begitu jahat.
Sistem sekular ini yang menyuburkan perbuatan bebas tanpa batas, hukum-hukum Allah tak lagi di indahkan. Wajar, perzinahan di anggap biasa, membunuh di anggap perbuatan sepele, dan lain sebagainya yang melanggar aturan-aturan Sang Ilahi. Tanpa rasa takut dan penyesalan di dalam hati.
Di sisi lain, sistem kapitalisme dengan sistem ekonominya yang sangat memberatkan rakyat, kebijakan-kebijakan ekonomi yang sangat tidak Pro rakyat. Sehingga beban ekonomi yang berat inilah yang menyebabkan seorang Ibu kehilangan fitrahnya dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Sibuk bekerja demi memenuhi kebutuhannya, tanpa peduli dengan tugas utamanya sebagai al-umm warobbatul bait.
Sistem sekular juga telah mencabut tanggung jawab kepala keluarga dalam memberikan nafkah. Sehingga banyak kemudian bermunculan istilah 'Bapak Rumah Tangga', karena bertukar peran dengan istrinya.
Bagaimanapun, seorang laki-laki dengan tugas utamanya di luar, yakni mencari nafkah bagi keluarganya. Tak kan bisa menggantikan peran istri dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Walaupun dalam mendidik, seorang Ayah juga berperan didalamnya. Namun, tidak dalam merawat dan mengatur rumah tangganya.
Oleh karenanya, Islam dengan peraturannya yang paripurna, telah memberikan porsi yang sesuai, baik bagi wanita (terlebih seorang Ibu) dan laki-laki. Dan porsi ini tidak akan terasa kurang ataupun lebih ketika dilaksanakannya atas dasar keimanan.
Peran Mulia Seorang Wanita
Keluarga merupakan pondasi dasar penyebaran Islam. Dari keluarga lah, muncul pemimpin-pemimpin yang berjihad di jalan Allah, dan akan datang bibit-bibit yang akan berjuang meninggikan kalimat-kalimat Allah. Dan peran terbesar dalam hal tersebut adalah kaum wanita.
Oleh karena itu, Islam begitu memuliakan wanita dengan berbagai aturan syara'. Tidak ada kemulian terbesar yang diberikan Allah bagi seorang wanita, melainkan perannya menjadi seorang Ibu.
Bahkan Rasulullah pun bersabda ketika ditanya oleh seseorang:
“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kuperlakukan dengan baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 6447)
Seorang ibu merupakan seseorang yang senantiasa diharapkan kehadirannya bagi anak-anaknya. Seorang ibu dapat menjadikan anak-anaknya menjadi orang yang baik, juga seorang ibu bisa menjadikan anaknya menjadi orang yang jahat. Baik buruknya seorang anak, dapat dipengaruhi oleh baik atau tidaknya seorang ibu yang menjadi panutan anak-anaknya.
Sebut saja Imam Syafi'i, seorang ulama besar nan hebat. Dibalik kehebatan beliau, ada peran Ibu yang senantiasa mendukung, mendidik serta mendampinginya dalam setiap langkah belajarnya, hingga mengantarnya menjadi Ulama besar nan hebat.
Begitu penting peran seorang Ibu. Setiap Ibu pastilah memiliki cita-cita yang mulia bagi anak-anaknya. Sebagai seorang muslim, tentu cita-cita tertingginya adalah bagaimana diri dan keluarganya terhindar dari panasnya api neraka dan bersama-sama masuk surga-Nya.
Sebagaimana cita-cita mulia seorang shahabiyah, Khansa ketika melepas keempat anaknya ke medan jihad.
“Wahai anak-anakku, kalian telah masuk Islam dengan sukarela dan telah hijrah berdasarkan keinginan kalian. Demi Allah yang tidak ada tuhan selain Dia, sesungguhnya kalian adalah putra dari ayah yang sama dan dari ibu yang sama, nasab kalian tidak berbeda. Ketahuilah bahwa sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia yang fana. Bersabarlah, tabahlah dan teguhkanlah hati kalian serta bertaqwalah kepada Allah agar kalian beruntung. Jika kalian menemui peperangan, maka masuklah ke dalam kancah peperangan itu dan raihlah kemenangan dan kemuliaan di alam yang kekal dan penuh kenikmatan.”
Wasiat Khansa tersebut senantiasa di ingat dan kemudian mengantarkan keempat anaknya memperoleh syahadah fii sabilillah satu per satu. Masya Allah !
Demikianlah peran mulia seorang ibu, dan tidak ada peran yang lebih mendatangkan pahala yang banyak melainkan peran mendidik anak-anaknya menjadi anak yang diridhoi Allah dan Rasul-Nya. Karena anak-anaknya lah sumber pahala dirinya dan sumber kebaikan untuknya. Allahu a'lam bish shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google