View Full Version
Ahad, 28 Jan 2018

Melabuhkan Biduk Keluarga Muslim

Oleh: Ummu Hanan

(Ibu Rumah Tangga dan Pengelola PAUD/TK di Bandung Timur)

Akhir-akhir ini, jagad raya media ramai membahas isu keretakan salah satu selebgram dengan suaminya yang juga dikenal di dunia maya. Pernikahan mereka yang masih berjalan kurang dari setahun lamanya diuji hingga berujung perceraian. Jujur ketika mendapati pemberitaan tersebut, hal tadi sangat disayangkan. Namun, pada akhirnya ini adalah pilihan dan qadha bagi keduanya. Semoga semuanya mampu mengambil ibrah terbaik, termasuk kita yang menyimak kabar ini.

Tulisan ini bukanlah dalam rangka mengulas bagaimana hukum perceraian dalam pandangan Islam. Yang kita ketahui adalah hal yang boleh saja ditempuh jika antar pasangan suami-istri tidak menemukan jalan kembali untuk terus bersama. Coretan ini hanya pengingat betapa setiap pernikahan diuji kekuatan kebersamaannya. Betul pernikahan adalah ibadah, ia juga ikatan kuat yang disatukan Allah sebagai mitsaqan ghalizan, namun ya tadi tiap upaya baik pasti diuji. Tidak mudah menjalani rumah tangga apalagi di masa awal. Disinilah butuh upaya, kesabaran, keimanan hingga ilmu untuk menjalaninya.

Namun sayangnya, tidak semua dari kita berbekal modal yang cukup ketika berumah tangga. Sehingga kesabaran, upaya keras hingga bekal keimanan dan ilmu kita kumpulkan ketika menjalani kehidupan berumah tangga bukan sebelumnya. Bagi saya pribadi, kurang modal inilah yang berpotensi menjadikan lemahnya kita dalam menjalani rumah tangga, yang mungkin berakhir pada ketidakharmonisan pada pasangan kita. Allahu 'alam

Terkait dengan masalah ketidakharmonisan ini, di Indonesia ia adalah penyumbang pertama tingginya angka perceraian.  Faktor lainnya adalah tidak adanya tanggungjawab pasangan, adanya orang ke-tiga dan kondisi finansial dalam keluarga.  Indonesia termasuk negara dengan kasus perceraian cukup tinggi di dunia, bahkan dikatakan termasuk yang tertinggi di Asia-Pasifik.  Hal tersebut dibenarkan oleh Anwar Saadi, selaku Kasubdit Kepenghuluan Direktorat Urais dan Binsyar Kementerian Agama. Kenaikan angka perceraian mencapai 16-20 persen sejak tahun 2009 hingga 2016.

Banyak faktor yang melandasi kurangnya kesiapan dalam berumah tangga. Menelisik pada sistem pendidikan yang adapun masih didapati betapa minimnya pelajaran khusus yang membekali kesiapan dalam menjalani bahtera berumah tangga. Secara umum juga masih kita dapati belum kokohnya visi misi dalam menjalani pernikahan. Betul, jika kita tanyakan kepada pasangan muslim dan muslimah pasti banyak menyampaikan bahwa pernikahan adalah ibadah. Itu secara general betul sekali namun alangkah baiknya jika kita kembali menyegarkan visi misi pernikahan secara terang agar biduk rumah tangga ini menempuh jalan jelas menuju sakinah mawadah-nya.

Menurut Ustadz Budi Ashari dalam bukunya, Inspirasi Dari Rumah Cahaya diibaratkan rumah tangga adalah kendaraan yang digunakan untuk menempuh perjalanan. Seluruh anggota keluarga adalah penumpangnya. Ayah dan Ibu adalah navigatornya. Jika tak tentu visi misi-nya maka ibarat tak kenal tujuannya. Dipastikan akan kacau perjalanannya. Maka langkah pertama adalah mejelaskan visi dan misi kebersamaan keluarga.

Sebagai seorang muslim(ah) tidak sulit mencari apa itu visi misi keluarga. Al-Quran sebagai pedoman kita menerangkan beberapa visi misi itu. Salah satunya ada dalam kalamullah di QS al-Furqon ayat 74. Allah SWT berfirman " Dan orang-orang yang berkata:  " Ya Tuhan kami, anugrahkanlah pada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa".

Banyak dari kita melantunkan ayat ini dan membacanya sebagai doa. Tapi lebih jauh dari itu, ayat ini adalah visi-misi bagi keluarga muslim manapun. Kebersamaan kita dalam keluarga, seyogyanya menurut ayat ini adalah untuk menghadirkan para pasangan dan anak-anak yang menjadi penyenang hati. Dan kesenangan tersebut bersemai pada ketakwaan dan bahkan menjadi pemimpin di antara hamba-hamba yang muttaqin. Ma sy Allah. Artinya apa yang kita usahakan dalam keseharian bersama keluarga adalah untuk mewujudkan hal tersebut.

Dan bila kita merujuk pada apa yang ada dalam al-Quran maka kita akan dapati visi misi berkeluarga lainnya. Diantaranya adalah dalam rangka menyelamatkan keluarga dari jilatan api neraka (QS at-Tahrim:6), na'udzubillah min dzalik. Dan masih ada beberapa lagi, yang subhanallah sudah dijelaskan dalam al-Quran. Yang butuh kita lakukan hanya membaca dan memahami serta mengamalkannya. Petunjuk dan ilmu tuk menjalaninya telah gamblang dijelaskan dalam al-Quran.

Hanya saja mungkin untuk saat ini sulit bagi keluarga muslim tuk mengenali petunjuk dalam berumah tangga sesuai al-Quran. Banyak dari kaum muslimin yang sudah meninggalkan al-Quran sebagai bacaan ataupun tuntunan dalam kehidupan. Pola hidup Sekuler sudah menjadi sendi kehidupan umat. Bahwa agama hanya ada dalam tataran ibadah. Urusan sehari-hari termasuk urusan berumah tangga kembali pada ukuran baik buruk menurut manusia. Ini adalah alasan mundur dan jauhnya kita dari keberkahan hidup.

Menolak pedoman Quran dalam keseharian kita padahal hakikatnya kita muslim(ah). Padahal ayat Allah yang berbunyi 'Inna diina 'indallahi Islam' menyuratkan pada kita pemahaman, bahwa makna diin disini bukanlah semata agama yang mengatur ibadah. Tapi diin bemakna ideologi, way of life yang mengatur tiap sendi kehidupan bukan hanya ibadah. Disinilah letak ketinggian Islam sebagai way of life yang mendatangkan barakah dan maslahat, termasuk dalam kehidupan berumah tangga. Allahu 'alam biShawwab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version