Oleh: Asma Ridha (Member Revowriter Aceh)
Baru-baru ini kehebohan tentang larangan cadar mencuat di kampus UIN Yogyakarta. Polemik ini berawal dari kebijakan yang diterapkan oleh pihak kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga pada Februari 2018, pihak kampus UIN Yogyakarta mendata mahasiswinya yang bercadar.
Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi, mengatakan bahwa peningkatan jumlah mahasiswi bercadar yang menjadi puluhan menunjukkan gejala peningkatan radikalisme.
"Kami melihat gejala itu, kami ingin menyelamatkan mereka, karena mereka ini, jangan sampai ya, tersesat administrasi pendidikan, jadi politik administrasi pendidikan. (Sumber : BBC. Com).
"Mungkin soal aqidah nggak ada masalah. Tetapi kalau mereka melakukan ini, kan sudah banyak kasus di tempat-tempat lain, orang-orang yang didoktrin seperti itu akibatnya hanya akan menjadi korban dari gerakan-gerakan radikal itu," kata Rektor UIN, Yudian Wahyudi. (Sumber : BBC. Com).
Waryono sebagai wakil Rektor bidang kemahasiswaan menyebutkan dasar kebijakan ini adalah surat yang ditandatangani oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yudian Wahyudi, tertanggal 20 Februari 2018. Waryono juga menambahkan, munculnya surat ini berawal dari adanya foto sekitar 30 mahasiswi bercadar yang membawa bendera organisasi yang kini telah dibubarkan peerintah. (Sumber : detiknews. Com).
Sangat di sayangkan kebijakan yang di ambil oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga. Pada dasarnya tidak ada relevansi antara cadar dan ajaran radikalisme. Dua hal ini amat berbeda dan tidak bisa dikaitkan sama sekali dari aspek manapun.
Radikalisme dan Terorisme
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik.
Istilah radikal dan radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”. Menurut The Concise Oxford Dictionary (1987), berarti akar, sumber, atau asal mula. Kamus ilmiah popular karya M. Dahlan al Barry terbitan Arkola Surabaya menuliskan bahwa radikal sama dengan menyeluruh, besar-besaran, keras, kokoh, dan tajam.
Dalam pengertian lebih luas, radikal mengacu pada hal-hal mendasar, pokok, dan esensial. Berdasarkan konotasinya yang luas, kata itu mendapatkan makna teknis dalam berbagai ranah ilmu, politik, ilmu sosial, bahkan dalam ilmu kimia dikenal istilah radikal bebas.
Dari sisi bahasa, istilah radikal sebenarnya netral, bisa positif bisa negatif. Namun demikian ketika radikalisme dihubungkan dengan isu terorisme, istilah radikalisme akhir-akhir ini sering dimaknai lebih sempit. Muncul idiom-idiom seperti Islam radikal, muslim radikal. Atau yang umumnys radikalisme agama ini cenderung berkonotasi pada Islam.
Cadar Dalam Timbangan Syariat
Dalam kitab Nidzom Ijtima'i karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan bahwa hijab dalam arti cadar yang dikenakan oleh wanita menutupi wajah mereka kecuali kedua matanya adalah pendapat yang Islami. Pendapat tersebut telah dikemukakan oleh sebagian imam mujtahid dari berbagai mazhab yang ada. Sementara pernyataan bahwa cadar dalam Islam tidak diwajibkan atas wanita muslimah itupun juga adalah pendapat Islami. Karena hal inipun telah dikemukakan oleh sebagian imam mujtahid dari berbagai mazhab.
Artinya tidak ada masalah apapun bagi wanita yang ingin menutup wajahnya dengan cadar ataukah tidak. Karena pada dasarnya menutup wajah adalah mubah. Sekalipun ada sebagian menganggap wajib dan sunnah. Kemubahan seorang wanita menampakkan wajahnya sebagaimana kisah Rasulullah saw memalingkan pandangan Fadhl berikut ini :
"Dari ’Ali bin Abi Thalib radliyallaahu ’anhu ia berkata : ”Bahwasannya Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam membonceng Al-Fadhl bin ’Abbas di belakang beliau ketika haji, kemudian datang seorang wanita dari Khats’am yang meminta fatwa kepada Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam. Maka Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam memalingkan kepala Al-Fadhl agar tidak melihat kepada wanita tersebut. Maka paman beliau – Al-’Abbas – berkata kepada beliau : ”Engkau memalingkan kepala anak paman engkau, wahai Rasululah ?”. Maka beliau menjawab : ”Aku melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka aku tidak merasa aman dari syaithan terhadap mereka berdua.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw tidak menyuruh wanita dari Khats'am untuk menutupi wajahnya. Melainkan memalingkan pandangan Fadhl dari wanita tersebut. Maka pada dasarnya, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah dan mubah. Namun dalam kitab Nidzom Ijtimai menegaskan bahwa pada dasarnya bagi muslimah hukumnya mubah menutupi wajah mereka salah satunya dalil dari Ali bin Abi Thalib RA.
Adanya perbedaan hukum ini, adalah pendapat yang islami semata. Dan tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja atau ini adalah budaya khusus Arab saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab. Apatah lagi jika dikaitkan dengan isu radikalisme.
Karena cadar merupakan budaya Islami bukan budaya Arab saja. Dan hal ini, tidak ada kaitannya dengan Islam fundamentalis, Islam Ekstrimis, Islam radikalisme. Justru yang sepatutnya disayangkan adalah perempuan muslimah yang dengan bangganya mempertontonkan auratnya yang dapat mengumbar syahwah para lelaki.
Karena sudah sangat jelas Islam memerintahkan para wanita untuk menutup aurat dengan sempurna yakni jilbab dan khimar apabila di hadapan laki-laki ajnabi (asing) yang bukan mahramnya. sesuai Firman-Nya :
أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." ( Q. s Al-Ahzab : 59)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, . .." (Q.S : An-Nur : 31)
Wallahualam bisshawab. [syahid/voa-islam.com]