Oleh: EL Fitrianty*
“Dia adalah seorang ahli puasa dan salat. Dia adalah istrimu di surga.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan an-Nasa’i)
Dialah Hafshah binti Umar bin Khaththab, semoga Allah meridainya. Sekuntum bunga yang dianugerahi oleh Allah ta’ala dengan keutamaan dan keistimewaan yang sulit dilukiskan oleh pena ini.
Hafshah dikenal memiliki keluasan ilmu dan pemahaman, juga ketakwaan yang tinggi. Dia menjadi rujukan dalam masalah hadis dan ibadah. Dia ditunjuk oleh khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq untuk menjaga lembaran-lembaran tulisan Alquran yang telah berhasil dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu. Dia pandai membaca dan menulis, sebuah kemampuan yang jarang sekali dimiliki oleh laki-laki, apalagi perempuan. Dia adalah murid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam yang cerdas dan berperan besar dalam syiar dakwah Islam.
Hafshah adalah seorang perempuan muda, cantik, bertakwa, dan juga disegani. Bagaimana tidak? Ayahnya adalah Al-Faaruuq, sang pembeda antara kebenaran dan kebatilan. Seorang tokoh besar yang sederhana, sederhana tapi kuat, sosok kuat yang tetap adil dan penuh kasih sayang. Pada mulanya, Hafshah dinikahi oleh salah seorang sahabat yang mulia bernama Khunais bin Khudzafah bin Qais as-Sahmi al-Quraisyi yang pernah berhijrah dua kali, ikut dalam perang Badar dan perang Uhud. Namun setelah itu Khunais wafat karena sakit akibat luka parah yang dia alami sewaktu perang Uhud. Khunais meninggalkan seorang janda muda dan bertakwa yakni Hafshah yang ketika itu masih berusia 18 tahun.
Umar benar-benar gelisah dengan keadaan putrinya yang masih muda tapi sudah menjadi janda, dikala usia pernikahannya masih berjalan enam bulan lamanya. Hafshah pun dirundung pilu. Akhirnya, Umar memutuskan untuk mencarikan seorang suami yang dapat mendampingi Hafshah.
Untuk itu, langkah pertama yang dilakukan oleh Umar bin Khaththab adalah menawarkan putrinya kepada Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Tapi, Abu bakar tidak merespons sedikitpun. Lalu, Umar menawarkannya kepada Utsman bin Affan. Tapi, jawaban Utsman tidak kalah mengenaskan. “Tampaknya, aku tidak berhasrat menikah pada saat ini.”
Umar sakit hati kepada kedua sahabatnya itu. Maka dia menyampaikan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam dan beliau pun bersabda, “Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik dari Utsman. Sedangkan Utsman akan menikah dengan perempuan yang lebih dari Hafshah.” Tak lama kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam meminang Hafshah, sehingga Umar pun menikahkannya dengan suka cita tak bertepi. Hafshah diberi mahar oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam dengan 400 dirham. Masya Allah walhamdulillah. Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam menikahkan Utsman dengan putrinya, Ummu Kultsum setelah Ruqayyah (istri Utsman bin Affan) meninggal dunia.
Setelah pernikahan Hafshah selesai, Abu Bakar menemui Umar dan meminta maaf. “Janganlah engkau marah kepadaku wahai Umar, karena aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam menyebut-nyebut Hafshah, hanya saja aku tidak ingin membuka rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam. Seandainya beliau menolak Hafshah pastilah aku mau menikahinya.” (HR. Bukhari)
Hafshah radhiyallahu ‘anha memiliki kedudukan yang sangat tinggi di hati Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam, bahkan termasuk istri yang istimewa. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah berkata, “Hafshah termasuk salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam yang nyaris setara denganku” ( _Siyar A’laam An-Nubalaa’, Adz-Dzahabi, vol. 2 hlm. 227_ ).
Hafshah radhiyallahu ‘anha melewati masa-masa indah dalam rumahtangganya. Setiap hari ilmu dan pemahamannya bertambah. Ketaatannya juga berbanding lurus dengan semakin bertambahnya ilmu. Dia meneguk semua itu dari sumbernya langsung, yang jernih dan murni, yaitu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam.
Begitulah, Hafshah bergabung dengan istri-istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersama Saudah dan ‘Aisyah. Ketika cemburu melanda, dia mendekati ‘Aisyah yang dianggapnya lebih pantas untuk cemburu. Hafshah senantiasa mendekati dan mengalah dengan ‘Aisyah mengikuti pesan bapaknya (Umar) yang berkata, “Betapa kerdilnya engkau bila dibandingkan dengan ‘Aisyah dan betapa kerdilnya ayahmu ini apabila dibandingkan dengan ayahnya.”
Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam menceraikan Hafshah dengan menjatuhkan talak satu. Hafshah menyebabkan kesusahan dan penderitaan Nabi karena telah menyebarkan rahasia Nabi. Hafshah sangat terpukul. Dunia tiba-tiba terasa gelap baginya. Langitnya runtuh seketika. Namun tak lama kemudian, Jibril ‘alaihi salam turun dengan membawa perintah Allah ‘Azza wa jalla agar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam merujuk Hafshah kembali. Jibril ‘alaihi salam berkata, “Dia (Hafshah) adalah seorang ahli puasa dan salat. Dia adalah istrimu di surga.”
Sungguh, sebuah kemuliaan yang tidak dapat disetarakan dengan bentuk kemuliaan apapun. (rf/voa-islam.com)
Bahan bacaan:
1. Al-istanbuli, Mahmud Mahdi dan Musthafa Abu An nashr Asy Syalabi. 2011. Mereka Adalah Para Shahabiyat. At-Tibyan. Solo
2. Al Mishri, Mahmud. 2015. 35 Sirah Shahabiyah Jilid 1. Al-I’tishom Cahaya Umat. Jakarta Timur.
*Penulis adalah penulis buku serial anak Balita Cerdas Al Azhar for Kids
Ilustrasi: Google