Oleh: Siti Rahmah
Tau donk lagu yang lagi nghits dan berujung tragis karena menjadi perebutan dua artis ternama. Keduanya sama-sama syantik dan merasa memiliki jargon syantik. Sehinggi tidak terima kalau jargonnya dipake yang lain.
Terlepas dari siapa pemilik jargon tersebut sebenarnya tidak penting bagi kita, toh tidak ada untung ruginya. Namun ketika ditelisik ternyata jargon syantik memiliki magnet yang kuat untuk menarik peminat.
Tentu saja bukan hanya sekedar judul lagu atau jargon belaka, namun segala hal yang terkait dengan yang syantik (cantik) senantiasa menarik. Siapa pun menyukai sesuatu yang disebut syantik ini.
Kata syantik yang memiliki konotasi keindahan dan segala sesuatu yang di pandang menyenangkan ini ternyata senantiasa jadi idaman. Bagi laki-laki memiliki sesuatu yang syantik, sesuatu yang indah adalah anugerah. Karena begitulah tabiatnya laki-laki senantiasa menyukai dan mendamba keindahan tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah;
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang lebih baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14)
Bagi perempuan pun demikian, memiliki paras syantik adalah anugerah dan kebanggaan tersendiri. Tidak ada satu orang wanitapun yang tidak ingin memiliki paras syantik. Sejarah pun sering menggambarkan muslimah di masa Rasulullah baik ahlu bait ataupun shohabiyyah yang memiliki paras cantik.
Misalnya, istri Rasululloh saw Aisyah ra, yang mendapat panggilan sayang "humaira" (yang kemerah-merahan), menujukan kecantikan yang tepancar didalamnya. Begitupun Shafiyyah binti Huyay, istri Rasululloh saw yang membuat istri-istri lain cemburu termasuk Aisyah. Tentu saja kecantikan yang dimiliki adalah kecantikan alami berbalut cahaya iman yang patut diteladani.
Cantik Imitasi
Walaupun syantik itu relatif namun setiap masyarakat memiliki standar umum dalam penilaiannya. Sayangnya perempuan sekarang hanya menafsirkan kecantikan dari sudut pandang sempit dan picik. Syantik hanya dibatasi dengan keindahan fisik sehingga tidak sedikit kaum perempuan yang menghabiskan jutaan lembar rupiah hanya untuk mendapat predikat syantik fisik ini. Berbagai macam perawatan salon, diet ketat bahkan operasi plastik siap dijalan untuk mendapatkan gelar syantik.
Begitulah ketika standar cantik hanya disematkan pada keindahan fisik. Apalagi jika dorongan untuk tampil syantik tersebut hanya sekedar ingin mendapat pujian dari manusia. Berharap didewakan, disanjung, dan dipuja para penggemar menjadi tujuan utama. Maka kecantikan yang diidamkan tidak akan pernah puas didapatkan.
Namun tentu berbeda dengan seorang muslimah, dia punya standar yang jelas dan luas dalam memaknai kecantikan. Kecantikan yang senantiasa diimpikannya bukan hanya sekadar kecantikan zahir. Namun lebih pada keanggunan perangai, ketinggian budi pekerti, keluhuran ilmu, dan keteduhan pandangan yang senantiasa diidamkannya.
Muslimah yang cantik adalah dia yang mampu menyejukkan pandangan suaminya, dia yang mampu menentramkan hati suaminya dan menundukkan gejolak syahwat suaminya. Dia tidak akan memamerkan kecantikannya, karena dia sadar cantiknya bukan untuk dinikmati sembarang orang. Begitulah muslimah sejati tidak akan terperosak oleh kemilau kecantikan fana yang akan merusak dirinya dan masyarakat. Wallahu alam.
Ilustrasi : Google