Oleh : Dini Prananingrum*
Banyak orang tua yang mengiginkan anaknya tumbuh menjadi anak yang salih. Tak sedikit di antara mereka yang menginginkan sang anak memiliki ketangguhan dan kehebatan layaknya Muhammad Al Fatih sang pembebas Konstantinopel yang menguasai lebih dari 7 bahasa. Demi mencapai cita-citanya, mereka berlomba-lomba mengikuti berbagai seminar parenting, menyekolahkan si buah hati di sekolahan terbaik, dan memberikan berbagai macam fasilitas untuk menunjang pendidikan sang buah hati. Sayang, faktanya banyak para orang tua yang akhirnya kesulitan mencetak dan mendidik anak-anak mereka sesuai cita-cita.
Tak jarang ditemukan anak-anak yang bersikap jauh dari sopan dan adab, bahkan cenderung berani terhadap orang tua dan gurunya sendiri. Masih teringat kisah seorang murid di Madura yang berani menganiaya gurunya hingga menyebabkan sang guru tewas. Ia tak terima ditegur oleh gurunya saat menganggu teman-temannya yang sedang belajar. Pun kita temukan beberapa kasus anak yang melawan orang tuanya sendiri.
Mereka tidak mau mendengarkan nasehat, suka menghardik maupun gampang membantah. Buruknya, hal ini bisa berujung pelampiasan kepada teman di luar, melalui aksi tawuran ataupun kekerasan pelajar. Realitas remaja zaman now juga sudah di luar batas kewajaran. Free sex, mengunggah video alay dan berlomba-lomba mengikuti berbagai challenge kekinian hingga berbagai pola tingkah laku yang mudah terbawa arus globalisasi tak segan mereka lakukan. Parahnya, mereka tak lagi menganggap hal itu tabu.
Jika menilik salah satu penyebab itu semua adalah hilangnya keteladanan orang tua pada anak sejak dini. Pasalnya, kesibukan dalam dunia kerja telah memalingkan orang tua dari kewajiban mengasuh dan mendidik anak. Tentu kondisi ini pun merupakan imbas dari carut marut sistem ekonomi yang mencengkeram negeri.
Sebagai ganti, orang tua sering kali memberi fasilitas smartphone untuk mengisi hari-hari anak. Padahal, berbagai informasi dan ekspresi liar dapat mereka temukan di media sosial. Apalagi jika keimanan anak lemah, bisa dipastikan mereka tak mampu selektif dalam menerima informasi. Walhasil, bukan solusi yang mereka dapatkan namun problematika baru yang justru menjadi boomerang.
Sistem pendidikan sekular kapitalistik juga menjadi faktor penyumbang penyebab kerusakan anak. Karena, konsep sekular (pemisahan agama dari kehidupan dunia) akhirnya akan menjadikan sekolah tak mampu mencetak generasi ilmuwan sekaligus faqih fiddiin. Yang ada hanyalah generasi pandai tapi krisis moral atau sebaliknya. Bahkan mereka sejak awal sudah diarahkan menjadi generasi bermental pekerja. Belajar sekedar untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan memikirkan umat tidak lagi menjadi skala prioritas.
Meluruskan Visi-Misi Orang Tua
Permasalahan yang sangat kompleks ini tak bisa diselesaikan dengan cara instan. Maka sejak awal pernikahan, selayaknya orang tua sudah memiliki visi dan misi dalam mendidik anak. Beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh orang tua ketika sedari awal telah berniat mengambil peran tersebut :
Pertama, yang perlu diingat oleh orang tua adalah bahwa sejak anak dilahirkan, mereka telah memiliki predikat sebagai khoiru ummah (umat terbaik) yang mengajak pada kebaikan. Sebagaimana yang tersurat dalam QS. Al-Imran: 110 “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena kamu menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah”. Dari sini, seharusnya orang tua termotivasi untuk mencetak anak-anak yang siap menyeru pada kebaikan, bukan sebaliknya.
Kedua, para orang tua sudah seharusnya takut seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, sebagaimana hal tersebut dijelaskan dalam QS. An-Nisa: 9 “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap kesejahteraannya.” Dengan semua ini, maka semestinya para orang tua mencurahkan segala daya dan upaya untuk mendidik anak yang kuat iman, ilmu, amal dan fisik. Hingga membentuk mereka menjadi generasi yang tangguh.
Selanjutnya ada dua cara yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mencetak generasi tangguh. Pertama, orang tua perlu menanamkan kepribadian Islam pada diri anak. Yaitu, anak dididik untuk menjadikan aqidah Islam sebagai landasan berfikirnya dan senantiasa menjadikan standar perbuatannya terikat pada hukum syara’. Kedua, orang tua harus senantiasa menumbuhkan jiwa kepemimpinan pada anak. Sehingga anak tidak mudah menjadi follower keburukan, tetapi anak menjadi leader untuk kebaikan.
Tak cukup hanya itu saja, untuk kesuksesan orang tua dalam memberikan keteladanan terbaik bagi anak demi mewujudkan generasi yang tangguh, perlu sinergi dari berbagai pilar pendidikan. Karena keberadaan orang tua yang merupakan bagian dari keluarga teramat berat memikul pendidikan generasi, jika tidak dibarengi dengan tegaknya pilar pendidikan lainnya, yaitu masyarakat dan Negara. Peranan masing-masing pilar tersebut adalah
1. Keluarga. Di dalam keluarga, orangtua perlu memberi keteladanan terbaik dalam segala hal, dimulai dari :
a. Kepatuhan kepada Allah baik dalam urusan ibadah, muamalah, pergaulan dan berbagai masalah kehidupan lainnya.
b. Mewujudkankesalehan terlebih dahulu di dirinya dalam bentuk bersegera melaksanakan syariat Allah, berakhlaqul karimah, mencintai ilmu, menjaga diri dan sebagainya. Hingga semua itu akan membentuk kebiasaan yang baik pada anak.
c. Kelembutan dan kasih sayang. Dengan kelembutan dan kasih sayang yang didapatkan dari orang tua, maka hal itu akan melekat kuat dan membentuk sikap jiwa yang produktif bagi anak.
d. Kepedulian terhadap umat hingga semangat memperjuangkan agama Allah.Sebagaimana dalam firman Allah dalam QS Al Hujurat (49) : 10 “Sesungguhnya kaum mukmin itu bersaudara”. Ayat ini mengajak sesama kaum mukmin untuk saling peduli, mengerti kondisi satu sama lain, tak cuek maupun individualis. Disinilah pentingnya orang tua memberi teladan bagaimana bentuk sikap peduli terhadap umat. Tak selayaknya orang tua hanya menyibukkan diri pada urusan pribadi saja. Selain memberi teladan sikap peduli terhadap umat, para orang tua harus memberikan contoh langsung semangat dan perjuangan menegakkan agama Allah.
2. Masyarakat. Keberadaan masyarakat yang kondusif dalam mencetak generasi tangguh teramat penting. Masyarakatlah yang akan mengokohkan pendidikan anak yang telah diperoleh dalam keluarga. Sebaliknya jika masyarakat buruk, masyarakatlah yang akan meruntuhkan pendidikan anak yang telah diterima dalam keluarga. Karena, keluarga adalah bagian dari masyarakat. Masyarakat juga wajib mengontrol peranan negara sebagai pelindung generasi. Jika ada indikasi bahwa negara abai terhadap kewajibannya, maka masyarakat harus mengingatkan.
3. Negara. Negara harus menjamin kesejahteraan masyarakat, agar orang tua dapat fokus mendidik anak. Disamping itu, negara pula yang menjamin keberlangsungan sistem pendidikan yang kondusif.
Maka ini semua akan sangat mudah diwujudkan jika para orang tua mau berbenah, menata ulang kembali visi misi mereka serta ikut mewujudkan kondisi pendidikan ideal dengan tegaknya 3 pilar. Hingga akhirnya mereka mampu memberikan teladan terbaik bagi sang buah hati dan menghasilkan generasi tangguh nan cemerlang dambaan surga yang siap memimpin masa depan. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)
*Penulis adalah Pembina Kajian Annisa Yogyakarta
Ilustrasi: Google