View Full Version
Ahad, 23 Sep 2018

Ekonomi Digital, Perempuan Target Global?

Oleh : Hasni Tagili, M. Pd* 

Dunia industri tengah memasuki babak baru. Babak dimana andil perempuan dipandang sebagai sesuatu yang perlu. Sesuatu yang vital. Ya, itulah babak ekonomi digital. Keberadaan dan ketelibatan perempuan dinilai sangat potensial dalam mengembangkan industri ilmu pengetahuan, teknologi, rekayasa dan matematika. Namun, benarkah demikian?

Menyoal Pemberdayaan Perempuan

Menteri Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, menegaskan bahwa perempuan berpotensi untuk membangun bangsa ini. Oleh karena itu, sangat perlu memberikan akses bagi perempuan untuk berpartisipasi di segala bidang pembangunan.

Dengan demikian, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dapat terwujud dan pembangunan dapat berjalan. Salah satu cara efektif dalam meningkatkan produktivitas Indonesiaadalah melalui pemberdayaan perempuan terutama dalam bidang ekonomi. (Kemenpppa.go.id).

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Indonesia Country Manager (ICM) di Investing in Women bertajuk “Mendorong Partisipasi dan Peran Perempuan di Industri”. Pihak ICM menyebutkan bahwa keterlibatan peran perempuan secara tidak langsung berpotensi meningkatkan perekonomian negara (Katadata.co.id, 09/08/2018).

Saat ini keterlibatan perempuan dalam dunia industri masih jarang. Masih sedikit. Padahal, jumlah mahasiswi yang menggeluti bidang STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) cukup banyak. Merujuk pada laporan UNESCO, hanya terdapat 30% perempuan yang berkiprah di bidang STEM.

Itulah mengapa upaya pemberdayaan perempuandi era digital menjadi fokus pembahasan dalam gelaran bergengsi Temu Nasional Kongres Wanita Indonesia ke-90 dan Sidang Umum International Council of Women (ICW) ke-35 di Yogyakarta. Adapun tema yang diangkat yaitu “Transforming Society Through Women Empowerment” (Mentransformasi Masyarakat Melalui Pemberdayaan Perempuan).

Di sela sidang umum tersebut, Diretur Consumer Service PT Telekomunikasi Indonesia , Siti Choiriana, mengatakan bahwa untuk mendorong peran perempuan sebagai motor penggerak perekonomian Indonesia, di era saat ini perlu dipastikan mereka melek ekonomi digital.

Siti menyebut hingga saat ini 63 persen dari 5 juta pelaku ekonomi di Indonesia didominasi kaum perempuan. Sayangnya, lanjut Siti, kebanyakan dari mereka masih menggunakan cara konvensional untuk menjual produknya. Padahal, akses pasar yang lebih besar bisa didapatkan melalui sistem digital (Antaranews.com, 13/09/2018).

Pusaran Kapitalisme

Salah satu pernyataan Mc Kinsey menyebutkan bahwa perempuan dalam kumparan kapitalisme menjadi mesin kapital yang mencabut fitrah mereka. Pada akhirnya menghasilkan krisis dalam kehidupan keluarga, kerusakan masyarakat, dan kehancuran bangsa. Pernyataan ini mengibaratkan  bahwa tanpa peningkatan pemberdayaan perempuan, dunia akan mengalami  kerugian sebesar US $ 4,5 triliun dalam PDB (Produk Domestik Bruto) tahunan pada tahun 2025 mendatang.

Benarlah kiranya jika peran strategis perempuan dalam pertumbuhan ekonomi, khususnya di era digital, menjadi hal serius yang harus dikritisi. Atas nama pemberdayaan, perempuan dipupuk sebagai pabrik penghasil uang. Tercerabut fitrah keibuan dan pengurus rumahnya secara pelan-pelan. Dituntut bekerja dengan dalih kesetaraan gender yang telah dikampayekan secara global. Indonesia pun turut pusaran.

Sadar atau tidak, sesungguhnya ini adalah bentuk eksploitasi terhadap perempuan dalam bidang ekonomi. Sebab, dalam kacamata kapitalisme, kuantitas dan kualitas selalu dinilai dalam bentuk materi saja. Akhirnya, ketika wanita terlalu fokus dalam sektor publik, tak jarang membuat mereka mengabaikan sektor domestik.

Pusaran kapitalisme juga melempar Indonesia ke dalam sebuah prediksi. Disebutkan bahwa ekonomi digital akan menguat pada tahun 2020. Bahkan, pada tahun 2050, peluang ekonomi digital akan mencapai nilai USD 150 milyar per tahun.

Tak hanya posisi potensial, ternyata ada tantangan besar yang harus dihadapi. Pemerintah harus memperkecil bias gender dalam pemanfaatan sistem digital, khususnya partisipasi perempuan dalam industri fintech (financial and technology).Maka dari sekarang, berbagai upaya akan dan terus digulirkan oleh pemerintah demi terwujudnya tujuan global yaitu mewujudkan kesetaraan gender, kebijakan yang pro-perempuan, kesempatan yang sama,membantu meningkatkan kemampuan perempuan, dan menyediakan lapangan kerja yang mendukung bagi perempuan.

Islam Memuliakan

Islam telah menetapkan dua peran penting seorang perempuan yaitu sebagai ibu dan pengelola rumah tangga.Dalam Muqaddimah Dustur Nizham al-Ijtima’i dinyatakan bahwa hukum asal seorang wanita dalam Islam adalah ibu bagi anak-anaknya dan pengelola rumah bagi suaminya.Ia adalah kehormatan yang wajib dijaga.

Maka berbahagialah, karena Allah SWT memuliakan para muslimah. Diriwayatkan bahwa Jahimah as-Salami pernah memohon izin kepada RasulullahSAW untuk berjihad. Rasul bertanya kepadanya apakah ia masih memiliki ibu. Saat beliau mengetahuibahwa ia meninggalkan seorang ibu, beliau bersabda, “Hendaklah engkau tetap berbakti kepada dia karena surga ada di bawah telapak kakinya.” (HR ath-Thabrani dan an-Nasa’i).

Sehingga, untuk bisa menjalankan tugasnya mengasuh dan mendidik anak dengan seoptimal mungkin, persoalan mencari nafkah dibebankan kepada suami atau walinya, begitu pula perlindungan dan keamanannya. Jika sudah tidak ada suami atau wali, maka perlindungan terhadap perempuan diserahkan kepada negara.

Dalam Islam, perempuan dilarang dijadikan sebagai mesin atau komoditas ekonomi. Tidak pula patut mengeksploitasi fisik, finansial, apalagi kehormatan mereka atas nama pemberdayaan ekonomi. Sebab, Islam memuliakan perempuan dan menjaganya dari segala sesuatu yang buruk dengan menetapkan rambu-rambu bagi kehidupan khusus dan kehidupan umum wanita.

Adapun bekerja sesuai bidang kelimuan wanita, hal tersebut dibolehkan. Dengan catatan, si perempuan terbebas dari tekanan ekonomi dan sosial, serta peran ganda sebagai pencari nafkah sekaligus pengurus rumah tangga untuk keluarganya.

Dengan demikian, patutlah kiranya disadari bahwa pemberdayaan perempuan dalam kumparan kapitalisme bersifat eksploitasi. Terlebih dalam era ekonomi digital, maka peran perempuan dibidik sebagai target sentral dan global. Sehingga, perempuan modern bernafaskan syariat Islam seyogyanya melabuhkan pandangan hanya pada hukum-hukum Tuhan, bukan pada aturan buatan insan. Wallahu a'lam bisshawab.

*Penulis adalah Praktisi Pendidikan Konawe

Ilustrasi : Google


latestnews

View Full Version