Oleh: Kanti Rahmillah
Pengadilan Agama Kabupaten Karawang, Jawa Barat, mencatat kasus perceraian yang terjadi selama beberapa tahun terakhir banyak diakibatkan oleh media sosial. (9 September 2018 antaranews.com)
Menurut Abdul Hakim, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Karawang, kini perceraian akibat medsos mengalahkan faktor ekonomi dan KDRT. Facebook, WhatsApp dan Instagram menjadi awal mula retaknya rumah tangga di Karawang.
Tren baru perceraian akibat medsos pun terjadi di kota-kota besar lainnya. Tercatat 70 persen perceraian di Bali dipicu Medsos. Kota Jakarta, Bekasi, Depok dan kota besar lainnya pun seolah tak mau ketinggalan.
Tak bisa dipungkiri, efek negatif yang dibawa oleh Medsos menjadi fenomena tersendiri. Medsos bak pisau bermata dua. Keberadaannya bisa menjadi solusi atas kebutuhan umat manusia, namun juga bisa menimbulkan konflik baru bila tak bijak menyikapinya. Tergantung siapa dan untuk apa tekhnologi tersebut digunakan.
Mengapa Medsos?
Media Sosial atau Medsos adalah bentuk komunikasi dan kolaborasi baru yang memungkinkan terjadinya interaksi yang sebelumnya tidak tersedia bagi orang awam. Medsos yang melekat pada Smartphone, menjadi tak terkendali jika penggunanya tak pasang rambu-rambu.
Penyebab perceraian yang dipicu oleh Medsos, beragam. Kasus-kasus yang mendominasi adalah perselingkuhan. Pertemanan di Medsos yang begitu luas dan tak tersekat teritorial, memungkinkan penggunanya untuk berteman dengan siapapun. Mantan kekasih di sekolah ataupun wanita dan pria idaman lain memunyai pintu masuk untuk merusah rumah tangga bila tak waspada. Nah, di titik inilah konflik seringkali muncul.
Obrolan dalam hubungan baru di dunia maya, bisa membuat seseorang merasa menemukan gairah dan tantangan baru. Sehingga sangat mungkin untuk mengabaikan pasangan yang ada di dunia nyata.
Problematika rumah tangga itu angat kompleks. Pemahaman agama yang dangkal, bisa semakin memicu pasangan untuk mencari kenyamanan di dunia maya. Padahal, sensasi nyaman “bersamanya” itu hanya di dunia maya. Hal itu sunggh tak berbanding lurus dengan kondisi di dunia nyata.
keharmonisan rumah tangga pun menjadi kandas. Dibanding menghabiskan waktu untuk bercengkerama, beberapa pasangan justru sibuk mengakses media sosial sebelum tidur. Karena kesibukan dan keasyikan dalam mengakses media sosial inilah, akhirnya quality time dengan pasangan menjadi menurun.
Di Medsos pun, kita bisa melihat kehidupan rumah tangga orang lain. Hal demikian bisa menimbulkan rasa iri dan membanding-bandingkan dengan pasangannya. Rumput tetangga, terlihat lebih hijau. Akhirnya, muncul rasa tak bahagia. Padahal sejatinya semua yang diposting teman-teman di medsos, bukanlah gambaran asli kehidupan mereka.
Hukum Islam dalam pergaulan pria dan wanita di Medsos
Dikutip dari tulisan Ustdz Sidiq Al Jawie, media sosial hukumnya mubah. Keberadaannya dihukumi seperti benda. Dia bisa berubah menjadi haram, jika dipakai untuk kemaksiatan termasuk perselingkuhan.
Hukum chatting antara laki-laki dan perempuan dalam dunia maya adalah mubah, dengan 2 syarat. Pertama, terdapat hajat yang diperbolehkan oleh syariat. Misalnya, silaturahim, bermuamalah, berobat, berdakwah, dan sebagainya.
Jika tidak ada dalil syar'i yang membolehkan suatu hajat, maka haram hukumnya ada interaksi antara laki-laki dengan perempuan non mahram, termasuk interaksi di dunia maya. Dalilnya, Karena hukum asalnya laki-laki dan perempuan non-mahram itu wajib infishal (terpisah), baik dalam kehidupan umum (seperti di jalan, kampus), maupun dalam kehidupan khusus (seperti di rumah).
Kewajiban infishal ini telah ditunjukkan oleh sejumlah dalil, seperti hadits yang mengatur shaf shalat kaum wanita di belakang shaf kaum laki-laki. Juga hadits yang memerintahkan kaum wanita keluar masjid lebih dahulu setelah shalat jamaah.
Syarat kedua adalah ucapan yang ditulis tidak bertentangan dengan Islam. Dalilnya ayat atau hadits yang memerintahkan setiap Muslim untuk berkata sesuai syariah. Misal perintah Allah untuk berkata benar (QS Al Ahzab : 70), atau hadits Nabi SAW, ”Seorang muslim yang afdhal adalah siapa saja yang muslim lainnya selamat dari ucapan dan tangannya.” (HR Bukhari & Muslim), dll. (Imam Nawawi, Al Adzkar, Kitab Hifzhil Lisaan, hlm. 283-288).
Maka dari itu, setiap chatting yang tidak memenuhi satu atau dua syarat di atas, hukumnya haram dan pelakunya berdosa. Misalnya, laki-laki yang memuji kecantikan atau keindahan tubuh teman wanitanya, atau merayunya, atau melamarnya padahal perempuan itu masih bersuami, dsb. Haram pula perempuan menulis kalimat dengan kata-kata yang dapat merangsang syahwat teman laki-lakinya, dsb. Haram pula saling curhat masalah atau aib rumah tangga masing-masing, karena ini bukan hajat yang dibenarkan syariah.
Semoga saja dengan tulisan sederhana ini, bisa menjadi rambu-rambu bagi kita untuk menjauh dari kemungkaran yang bisa menghancurkan pernikahan. Insya Allah. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google