Oleh : Tari Ummu Hamzah
Masyarakat Indonesia memiliki banyak julukan kepada ibunya. Ada yang memanggil dengan sebutan Mamak, Si Mbok, Biyung, Emak, dll. Tapi akhir-akhir ini kata Emak tidak lagi dipakai dalam berbagai bahasan. Sebab kata Emak sudah dikonotasikan negatif oleh sebagian orang. Mengapa demikian? Kita sering mendapati di jalan raya, jika Emak membawa motor, yang paling sering terjadi adalah "sen kiri belok kanan". Kalau di rumah, hukum yang berlaku adalah Emak tidak pernah salah. Selalu benar. Kalau sudah terpojok, tangis yang menjadi senjata. Selesai masalah .
Jika sudah demikian, apakah itu yang namanya "Power" seorang Emak? Lantas seperti apa "Power" emak yang sesungguhnya? Kalau dilihat dari kacamata agama Islam, bukankah syurga itu ditelapak kaki ibu? Islam memberikan kemuliaannya yang indah bagi para Ibu. Itu point pertama.
Point yang kedua. Emak juga identik dengan pendidikan pertama anak-anaknya. Jadi seperti apa generasi bangsa kelak itu juga tergantung bagaimana ibunya. Apakah akan dididik menjadi seorang pemimpin atau sebagai pengikut saja.
Point yang ketiga. Istilah dibalik suami yang hebat, ada istri yang hebat pula. Nah di sini peran Emak tidak hanya memiliki posisi sebagai Ibu, tapi juga sebagai istri. Jika istrinya berakhlak baik sesuai dengan syariat Islam, maka seorang suami juga akan terjaga tingkah lakunya dari hal-hal yang diharamkan.
Point ke empat. Seorang Ibu juga bagian dari masyarakat, sehingga memiliki peran dalam perubahan tatanan masyarakat. Kita ambil contoh peran politik seorang Ibu dalam masyarakat. Peran politik ini bukan berarti harus duduk di singgasana sekelas DPR. Berperan aktif dalam mengurusi urusan ummat lewat dakwah Islam Kaffah, ini juga peran politik. Sebab dakwah Islam tidak melulu masalah ibadah, akhlak, dan hukum syariat tapi juga peduli terhadap kondisi bangsa ini. Bukankah Ibu adalah tiang negara? Jadi seorang Ibu juga harus mengetahui kondisi bangsa dan solusinya.
Itulah sedikit point yang menyangkut peran seorang Emak atau Ibu. Jadi mengapa kata Emak harus dikonotasikan negatif jika perannya sangat strategis untuk sebuah bangsa. Bahkan karena dianggap berkonotasi negatif, kata Emak diganti dengan ibu bangsa.
Apakah pergantian kata ini akan mengubah makna dan peran dari seorang Ibu itu sendiri? Tentu tidak kan? Apalah arti sebuah kata jika Emak tidak memiliki peran yang baik. Pergantian kata dari Emak menjadi Ibu bangsa ini, akankah mengubah nasib Emak? Saya rasa juga tidak. Sebab sampai detik ini para Ibu rumah tangga masih dipusingkan dengan kondisi ekonomi. Harga-harga melambung tinggi. Padahal kebutuhan banyak yang harus dipenuhi.
Disini memang Emak punya "Power" untuk mengatur keuangan rumah tangga. Tapi Emak pun punya hak untuk sejahtera. Sebab keinginan para Ibu sebenarnya cukup sederhana. Yaitu bisa memenuhi kebutuhan pokok dan gizi anggota keluarga, bersedekah, serta beribadah.
Jadi meskipun kata Emak akan diubah menjadi ibu bangsa, tak masalah. Selama hak dan kewajibannya terpenuhi agar para Emak menjadi ibu bangsa sejati. Wallahu alam bishowab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google