View Full Version
Jum'at, 26 Oct 2018

Rumahku (Bukan) Surgaku

Oleh: Rengganis Santika A, STP

"Save The Family" selamatkan keluarga! itulah slogan yang seharusnya, menjadi isu global saat ini. Dunia dilanda Krisis moral, dan kehancuran generasi. Perceraian dan ketidakharmonisan rumah tangga merupakan ancaman serius dunia islam khususnya.

Tingginya angka perceraian di negri-negri kaum muslimin, dituding sebagai penyebab generasi milenial saat ini mengalami broken home yang berdampak pada goncangan psikologis para anak muda labil ini.  Iklim sekuler terbukti makin memperburuk keadaan. Maka ungkapan "rumahku (bukan) surgaku" adalah lukisan nyata keluarga-keluarga muslim saat ini.

Sungguh berbeda dengan kehidupan Rasulullah Muhammad SAW 14 abad silam. "Rumahku surgaku...baiti jannati" begitulah ungkapan kebahagiaan kehidupan rumah tangga Rasulullah Muhammad SAW. Beliau adalah sebaik-baik contoh dan teladan bagi semua rumah tangga umat islam.

Apakah ketika Rasulullah mengatakan rumahku surgaku tinggal dirumah yang indah atau mewah? Sementara alas tidur beliau hanya pelepah kurma. Apakah beliau tinggal di rumah yang selalu dihiasi makanan minuman lezat dan lengkap? Padahal tak jarang beliau dan istrinya shaum karena tak ada yang dimakan.

Singkat kata keluarga beliau adalah profil keluarga yang teramat sederhana, namun teramat bahagia dimata masyarakat baik ketika di Makkah maupun di madinah.  Kebahagiaan hakiki yang tidak hanya di dunia namun bahagia yang menjangkau dimensi akhirat. Bahagia yang dilandasi ke-ridlo an Allah SWT.

Apa rahasia kebahagiaan rumah tangga Rasul? Marilah kita buka Al qur'an sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Dalam Al qur'an surah Ar Rum (30) ayat 21, "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Nya, ialah diciptakannya untukmu istri-istri/pasangan dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa tentram dan dijadikanNya diantara mu kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian menjadi tanda-tanda bagi kaum yang berfikir".

Hakekatnya sebuah rumah tangga hadir, karena semata-mata kekuasaan Allah SWT. Oleh karena itu keluarga adalah aplikasi ketaatan hanya pada Allah SWT. Maka pernikahan adalah wujud ibadah pada sang khaliq. Allah lah sumber cinta dan kasih sayang yang tumbuh setelah pernikahan bukan sebelumnya. Dan seorang istrilah yang menghadirkan sakinah (ketenangan) dalam rumah.

Maka fungsi istri adalah sebagai ummun wa robbatul bait (ibu dan penggatur rumah tangga). Kunci ikatan keluarga yang kokoh adalah aqidah dan ilmu. Pasangan hidup adalah amanah demikian pula anak-anak. Ke-qowwaman suami, Ketaatan istri yang tanpa iman dan ilmu...adalah hampa!!

Keluarga adalah benteng terakhir kaum muslimin, ditengah tekanan Kapitalisme yang berorientasi materi. Ditambah lagi dengan sekularisme, yang makin menjauhkan sendi-sendi kehidupan dari agama. Fakta saat ini bahwa kehancuran keluarga membawa pada kehancuran generasi. Keluarga tak lagi menjadi tempat berlindung yang aman bagi seluruh anggota keluarga. Dampaknya adalah kerusakan pemikiran, perasaan generasi jaman now. Krisis moral dan akhlak, hilangnya adab yang luhur, pergaulan bebas, tawuran, narkoba, diskomunikasi orangtua anak dll.

Kapitalisme sekuler juga melahirkan ide kebebasan (liberalisme, feminisme) yang justru mengakibatkan terjadinya disfungsi peran orangtua terutama peran ibu. Kenyataan ini membutuhkan solusi yang tepat, yang tiada lain hanya solusi dari zat yang maha mengetahui, dan sempurna Allah SWT, yaitu hanya dengan kembali pada islam, agama yang sesuai fitrah manusia.

Ibu hebat adalah pencetak generasi emas dan hanya mungkin terwujud dari seorang istri yang sholeha, dialah sebaik-baik perhiasan dunia. Tidak mungkin menjadi istri sholeha, atau menjadi suami sholeh yang mampu menjaga keluarga dari api neraka bila tidak belajar, tidak mengaji, tidak memahami islam secara utuh (kaaffah). Bahkan hasil dari sebuah survei menunjukkan penyebab terjadinya banyak perceraian dan ketidakharmonisan rumah tangga adalah karena lemahnya pemahaman agama.

Di samping itu kondisi hancurnya keluarga bukan hanya dari sisi individu namun juga dari sisi keluarga, masyarakat dan negara (empat pilar masyarakat). Abainya empat pilar tersebut terhadap tanggung jawab masa depan generasi, akan mengakibatkan "lost generation".

Bahaya lain dari diterapkannya kapitalisme yang materialistik, adalah adanya pandangan seorang wanita dianggap berdaya/produktif bila ia bisa menghasilkan nilai materi (yang berupa uang atau tenaga). Otomatis seorang ibu rumah tangga, manajer keluarga yang hanya fokus dalam fungsi hakikinya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, akan dianggap remeh tidak berharga, tidak berperan dalam pembangunan. 

Inilah perangkap para kaputalis, feminis. Ketaatan seorang istri pada suami dianggap ketidakadilan gender, atau penindasan terselubung dibalik institusi pernikahan. Para pengusung ide kesetaraan gender seolah-olah membela hak perempuan namun faktanya merekalah yang merusak pemikiran para muslimah. Bukan saja merusak tatanan keluarga, ide ini mendorong para wanita menjauhi pernikahan.

"Save The Family" harus menjadi agenda besar dunia, sebab masa depan peradaban dunia sangat ditentukan oleh keluarga-keluarga tangguh yang tidak terkontaminasi ide kapitalisme dan turunannya. Kapitalisme demokrasi terbukti gagal. Sebaliknya islam mendorong individu, keluarga, masyarakat dan negara yang bertakwa pada Allah SWT. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version