View Full Version
Rabu, 31 Oct 2018

Adakah Hormon yang Mendukung Fitrah menjadi Orangtua?

Oleh: Fatimah Azzahra, S.Pd

Jasad bayi ditemukan di kloset Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman di Sepinggan Balikpapan, Jumat (19/10/2018) tengah malam (tribunnews.com, 20/10/2018). Ayah tega bunuh anak kandungnya karena menolak makan nasi (news.okezone.com, 18/07/2018). Ini hanya segelintir kasus pembunuhan anak kandung oleh orangtuanya.  Masih banyak yang bertebaran di dunia nyata, lebih banyak lagi yang tak terungkap di media.

Heran. Bagaimana bisa orangtua tega membuang, membunuh darah dagingnya sendiri? Padahal di luar sana, banyak yang justru menantikan kehadiran buah hati bertahun-tahun lamanya. Belum lagi jika mengenang waktu yang ditempuh semasa kehamilan. Mualnya, lemasnya, bahkan ngidamnya. Perjuangan yang butuh kekuatan luar biasa. Ditambah dengan saat melahirkan, dimana nyawa menjadi taruhannya. Apa yang salah? Padahal Allah sudah menurunkan kewajiban pada orangtua untuk mengasuh anak-anaknya. Apakah Allah salah memberi kewajiban?

Berdasarkan artikel di website baby center, disebutkan bahwa Allah sudah men-setting sedemikian rupa fungsi tubuh kita untuk menjalankan kewajiban sebagai orang tua.

Saat seorang ibu tengah hamil, hormon di tubuhnya mempersiapkan kehadiran sang  buah hati. Fluktuasinya semakin besar seiring berjalannya waktu. Ketika mendekati Hari Perkiraan Lahir, otak ibu mulai memproduksi lebih banyak oksitosin. Hormon yang membantu mengeluarkan “the mother in you”. Oksitosin juga dikenal sebagai hormon cinta yang bertanggung jawab untuk meringankan rasa cemas mengantisipasi kehadiran si kecil.

Dari penelitian terhadap hewan, oksitosin diduga berperan sangat besar dalam tingkah laku sosial. Mulai dari mengurus bayi dan membentuk hubungan jangka panjang. Hewan yang memiliki reseptor oksitosin lebih sedikit di otaknya, akan mengabaikan keturunannya dan mencari pasangan baru di setiap musim. Sebaliknya, spesies yang memiliki banyak reseptor oksitosin, cenderung menjalankan perannya sebagai orangtua dan membentuk ikatan kekal dengan pasangannya. Dengan kata lain, mereka tipe setia pada satu pasangan.

Jadi, ketika tubuh ibu hamil mulai mengeluarkan oksitosin, bagaikan cinta yang sedang berlari di sepanjang pembuluh darah. Janin juga membangun ikatan dengan ibunya, walaupun masih di dalam rahim. Detak jantung ibu bagai lullaby bagi sang janin, irama yang membuatnya tenang. Rasa makanan yang ibu makan, mempengaruhi rasa dari cairan amnion yang mengelilingi janin.

Jantung sang janin akan berdetak lebih cepat ketika mendengar suara ibunya. Dan itu akan menjadi sesuatu yang menyenangkan dan menenangkan buah hati ibu mulai dari dalam rahim hingga bertahun-tahun ke depan. Semoga kita bisa tetap menjadi ibu yang memiliki suara yang menyenangkan dan menenangkan buah hati kita.

Pada saat bayi lahir ke dunia dan kita menjadi ibu baru, oksitosin mengalir deras dalam aliran darah kita. Hormon ini bisa memecah rasa letih dan sakit pasca melahirkan, dengan memberikan rasa euforia dan cinta yang besar.

Bagaimana dengan kondisi hormonal pada tubuh ayah? Walaupun tidak merasakan fluktuasi ekstrim hormon yang terjadi pada ibu. Ayah menyicipi hormon cinta saat pertama kali ia melihat sang bayi. Pada tahun 2009, peneliti menemukan bahwa testosterone pada laki-laki merosot ke angka 26% dari 34% ketika mereka menjadi ayah. Penurunan ini diperkirakan sebagai respon biologis yang membantu para ayah mengganti prioritas mereka, saat buah hati hadir. Bahkan, beberapa lelaki mulai memproduksi ekstra estrogen. Estrogen membantu otak lebih sensitif pada oksitosin, yang membantu ayah lebih mencintai dan perhatian.

Tak hanya oksitosin, dopamin, yang bertanggung jawab terhadap rasa senang, gembira, juga ikut berperan penting dalam ikatan antara orangtua dan anaknya.

Masyaallah. Terbukti, secara ilmiah, bahwa Allah sudah mensetting  fitrah orangtua untuk menyayangi, mengasihi, mencintai, dan memperhatikan buah hatinya. Ini tak bertentangan dengan kewajiban yang Allah berikan pada orangtua untuk merawat dan mendidik buah hati dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Muncul kembali pertanyaan, jika memang sudah sedemikian rupa Allah rancang kita memenuhi kewajiban dari-Nya. Lantas mengapa kini banyak kita jumpai orangtua yang tega melukai, bahkan membunuh anaknya sendiri?

Rusaknya fitrah akibat pemikiran yang jauh dari Allah. Tak dekat dengan agama. Emosi dan nafsu yang akhirnya dikedepankan. Lekat dengan liberalisme, sekulerisme. Dikepung gaya hidup hedonis. Membuat fitrah yang Allah berikan rusak. Maka, ibarat kotak P3K, yang harus dilakukan sebagai pencegahan dan penanggulangan adalah kembali pada Allah.

Bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat. Mengenali setiap aturan dari Allah. Menjalankan semua kewajiban dengan penuh cinta dan suka cita. Dengan landasan keyakinan bahwa hidup di dunia ini tidak abadi, kita akan kembali pada Allah. Kita akan dihadapkan dengan hari pertanggungjawaban. Hujan siksa atau limpahan nikmat. Pintu surga atau neraka yang akan menjadi hasil semua perjuangan melakukan kewajiban di dunia ini.

Wallahu’alam bish shawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version