Oleh: Liya Y
Dalam keseharian manusia tak luput dari komunikasi. Salah dalam bertutur (lisan atau tulisan) bisa jadi timbul permasalahan. Untuk itu adab dalam bertutur harus diperhatikan agar lawan bicara merasa adem mendengarnya. Di bawah ini ada 4 hal yang harus diperhatikan agar komunikasi menjadi lancar.
1. Jangan Mendoktrin
Jangan pernah merasa paling benar dan menganggap pendapat yang lain salah. Imam Syafii pernah berkata “Pendapatku benar, namun tidak menutup kemungkinan bisa jadi salah. Pendapatmu salah namun tidak menutup kemungkinan pendapatmu yang benar”.
Hindarilah menuntut ini dan itu pada lawan bicara. Biarkanlah orang lain menyelesaikan permasalahannya dengan caranya sendiri. Apabila cara penyelesaiannya tidak sesuai dengan aturan Islam, maka tidak ada salahnya mengingatkan. Perlu diingat, mereka bukan kita. Jadi pakailah bahasa yang halus dan tidak menyakitkan.
2. Jangan Menginterogasi
Tak jarang ketika kita menginginkan sesuatu untuk dilakukan oleh kawan kita, sementara sang kawan tak mampu memenuhi, lalu kita main interogasi. Semisal, kita mengajak teman kita menghadiri sebuah pertemuan yang kita anggap penting. Lalu sang teman bilang, "Maaf aku gak bisa".
Kita pun balik nanya "Lho kenapa gak bisa? Ada acara apa? Apa ndak bisa hadir sebentar saja?" Dan sejumlah pertanyaan lainnya. Perlu diketahui, ketika ia tidak bisa dan enggan mengutarakan penyebabnya, janganlah kita membuatnya mencari-cari alasan lain. Jangan sampai kita membuat dia kurang nyaman dengan pertanyaan yang kita lontarkan. Sehingga bisa jadi ia jadi berbohong demi menutupi hal privasinya. Jadilah sahabat yang menyenangkan baginya.
3. Jangan Terlalu Kepo dengan Hal yang Tidak Perlu
Sebuah kisah, ada beberapa orang asyik ngobrol. Tiba-tiba si A mengawali percakapan.
A: "Umurmu berapa?"
B: "Saya malu kalau ditanya umur. Umur saya sudah tua. Pasti lebih tua dari Anda."
A: "Berapa sih? Sepertinya masih tua saya daripada Anda."
B: "Enggak kok, saya udah tua dari Anda."
A: "Udah nikah?"
B: "Alhamdulillah udah."
A: "Udah punya anak?"
B: "Belum"
A: "Loh kok belum. Kenapa kok belum punya anak? Udah berapa lama nikahnya?"
B: "Belum dikasih sama Allah. Barusan kok nikahnya."
A: "Jarang ketemu pasangan-kah? Sudah diperiksakan? Sudah mencoba pengobatan ini dan itu?"
B: "Sudahlah itu privasi keluarga. Lha Anda sendiri udah nikah?"
Si B berusaha memutus rantai kekepoan si A. Sebaiknya hindarilah percakapan sebagaimana yang si A tanyakan. Jangan sampai kita kepo terhadap hal yang tidak bermanfaat. Biarlah lawan bicara memiliki wilayah privasinya. Tidak semua hal harus kita ketahui bukan?
4. Jangan Terlalu Vulgar Menceritakan Kebiasaan di Rumah dengan Pasangan kepada Orang Lain
Tak jarang didapati suami/istri begitu ringannya menceritakan kehidupan dengan pasangannya. Tak hanya ke sesama temannya namun juga di dunia maya yang mampu dijangkau seluruh dunia. Misalnya, "Suamiku sangat baik hati, penyabar, pintar, salih, salatnya selalu jamaah di masjid, ngaji Qurannya wow bangets. Sampe-sampe aku kagum banget padanya. Oh my God betapa beruntungnya aku."
Jika informasi tersebut diinfokan ke orang tua sangatlah bermanfaat. Menjadikan ortu turut bahagia. Namun apabila hal tersebut disampaikan ke teman sebaya maka kurang tepat. Bayangkan saja bila lawan bicara memiliki suami yang tidak sebaik suaminya maka rasa cemburu akan timbul. "Suamiku kok gak begitu ya?"
Jangan sampai rasa cinta seorang istri terhadap suami dibayangi oleh keelokan suami orang lain. Nauzubillah. Karena itu rambu-rambu berkomunikasi hendaklah diperhatikan sebagaimana poin di atas. Itu semua tidak lain dan tidak bukan demi mewujudkan sakinah ma waddah wa rahmah bagi semua. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google