View Full Version
Kamis, 22 Nov 2018

Tahan Lidah Dari Body Shaming

Oleh: Eresia Nindia W (Ibu satu anak, tinggal di Tangerang)

"Wah lama gak jumpa, sekarang makin buncit aja nih.."

Celetukan di atas jamak ditemui di masyarakat kita. Kalimat basa-basi yang dimaksudkan untuk membuka percakapan, namun bermuatan body shaming. Bentuk tubuh, ukuran tubuh, keadaan wajah, bentuk anggota badan, warna kulit, hingga jenis rambut pun tidak luput untuk dikomentari. Kurang lengkap rasanya sebuah perjumpaan jika tidak ada komentar atas fisik. Tidak peduli lagi bila yang dikomentari merasa tidak nyaman bahkan sakit hati.

Body shaming adalah bentuk dari tindakan mengejek/menghina dengan mengomentari fisik (bentuk maupun ukuran tubuh) dan penampilan seseorang.

Dahulu, komentar atas fisik orang lain terjadi dalam percakapan verbal dan tatapmuka. Di reuni, di arisan, di pos ronda, di mamang sayur. Saat ini, saat sosial media menggeser artikulasi verbal manusia dengan ketikan pada kolom status dan komentar, body shaming menjadi tidak terkendali.

Dahulu, komentar atas fisik orang lain terjadi pada orang yang saling kenal satu sama lain. Antar rekan kuliah, tetangga, teman satu sekolah, teman kantor, orangtua murid. Sekarang, saat sosial media sanggup menguliti bilik paling pribadi manusia, body shaming bisa dilontarkan dengan mudah oleh siapapun di internet. Semua warganet bisa melakukan body shaming di akun selebritas, model, asatidz, chef, atlit olahraga, bahkan di akun ibu rumahtangga biasa. Diketik, dikirim, dibaca oleh semua orang. Tanpa filter, tanpa malu, tanpa sungkan, tanpa memikirkan perasaan pemilik akun.

 

Perkara Lidah Berujung Petaka

Lidah memang tidak bertulang. Sakit karena luka fisik bisa sembuh dan berangsur hilang bekasnya. Namun luka karena tajamnya lidah bisa menerbitkan dendam pada hati orang lain. Lihat saja kasus AH (40) yang tega menghabisi satu keluarga manajer PT Domas di Deli Serdang, Medan, Sumatera Utara (22/10 lalu). Motif AH adalah sakit hati dan dendam karena badannya yang besar sering dihina oleh keluarga tersebut dengan sebutan 'gajah'. (Nakita.grid.id, 23/10)

Tengok pula apa yang motif yang mengantarkan seorang pemuda di Serang Baru, Bekasi dengan inisial AS (28) saat tega menghabisi nyawa temannya, AA (27). Semua bermula karena AA selalu mengejek bentuk fisik AS yang tidak sempurna. AS yang sudah terlanjur dendam dan gelap mata, tidak mampu berfikir panjang lagi saat menghabisi AA (18/02/2017) lalu. (tribunnews.id, 10/03/2017)

Mengakomodasi maraknya penghinaan verbal baik lisan maupun tulisan, kini pelaku penghinaan pada orang lain termasuk di dalamnya body shaming bisa dijerat oleh UU ITE. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016).

Jenis penghinaan bisa dilihat di Pasal 315 KUHP, yang berbunyi:

"Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya.."

Jika korban merasa terhina atas komentar oranglain secara lisan maupun tulisan lalu melakukan aduan, serta pelaku memenuhi seluruh unsur pidana dan telah melalui proses peradilan pidana, maka pelaku bisa diancam hukuman kurungan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak 750 juta. Ancaman hukuman yang bukan main-main.

 

Mengatur Lidah dengan Syariat

Sebagai sebuah jalan hidup, Islam memiliki syariat yang rimbun, termasuk dalam perkara mengatur lidah. Lisan seseorang bisa menghantarkan pada neraka dan surga, tergantung pada perkataan apa yang keluar dari sana.

Allah SWT sampai menurunkan firman di Q.S. Al Hujurat ayat 11, sebagai teguran bagi shahabat Thabit bin Qais bin Qammas ra. Thabit rajin mendatangi majlis ilmu Rasulullah SAW dan selalu duduk di depan karena keterbatasan pada pendengarannya.

Suatu waktu Thabit terlambat datang ke majelis sehingga ia melangkahi beberapa shahabat yang datang sebelumnya supaya ia bisa duduk dekat dengan Rasul. Namun ada seorang shahabat lain yang tidak terima dilangkahi lalu menegur Thabit. Thabit kurang suka ditegur lalu ia menghina ibu dari shahabat yang menegurnya tadi, hingga sang shahabat merasa malu. Maka Allah menurunkan ayat ini untuk mengingatkan Thabit dan muslim lain dari bahaya mengolok-olok.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." [Q.S. Al Hujurat:11]

Dalam riwayat lain dijelaskan sebuah kisah tentang ejekan para shahabat yang melihat betis Abdullah Ibnu Mas'ud. Saat Rasulullah SAW berjalan bersama para shahabat, Ibnu Mas'ud menaiki pohon arak hendak memetik ranting untuk bersiwak Rasul. Saat menaiki pohon, angina bertiup kencang, hingga tersibaklah betis Ibnu Mas'ud yang kecil. Para shahabat yang melihat itu sontak tertawa mengejek dan mengatakan betis Ibnu Mas'ud menyerupai perempuan.

Rasulullah marah melihat tingkah para shahabat, lalu menegur, ”Kalian menertawakan kedua betisnya yang kecil, demi Allah kedua betis Ibnu Mas’ud lebih berat dalam timbangan dibandingkan dengan gunung Uhud” [HR Muslim]

Dari dua riwayat tadi, jelas bahwa bahaya lidah bukan saja dari ghibah, dusta, dan berkata sia-sia. Mengomentari bentuk fisik maupun penampilan orang lain adalah hal tercela bagi seseorang yang mengimani Allah dan RasulNya, apalagi niatnya memang untuk mengejek dan menghina. Hadits “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam”, menjadi relevan dalam hal ini.

Bagi yang terbiasa mengomentari bentuk fisik dan penampilan orang lain, tentu butuh perjuangan untuk menghilangkannya. Mulai biasakan untuk mengganti kalimat pembuka percakapan yang orientasinya fisik.

Saat bertemu dengan rekan kajian ataupun teman lama, daripada sibuk mengatakan bahwa pipinya makin tembem atau jerawatnya makin banyak, sibuklah melihat kebaikan dan memujinya. Jika yakin dia telah berkeluarga dan memiliki anak, tanyakanlah kabar anak-anaknya, sudah usia berapa, sekolah di mana, sekarang sibuk melakukan aktivitas apa, dan hal lain yang membuatnya semangat menjawab pertanyaan kita.

Namun jika kita tidak tahu apakah dia sudah berkeluarga dan memiliki anak, fokuslah menyatakan bahwa betapa anda merindukannya, bahwa mengingat masa lalu bersamanya membuat anda bahagia, atau tanyakan bagaimana pekerjaannya saat ini, apakah masih tinggal di rumah yang dulu, dan hal lain yang tidak berkaitan dengan fisik, keluarga, maupun anak.

Yuk, jaga lisan kita. Hentikan budaya body shaming. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version