View Full Version
Sabtu, 29 Dec 2018

Pesan Cinta di Balik Bencana

Oleh: Hana Annisa Afriliani, S.S

Bencana alam terjadi susul menyusul, menyisakan air mata dan duka nestapa. Lombok, Palu, Banten, dan Lampung Selatan menggilir pilu. Di bali semua kejadian tersebut, sudahkah kita mampu membaca makna di balik musibah?

Sungguh, Allah hadirkan bencana bukan kosong dari makna. Sejatinya, bencana adalah ujian dariNya agar kita semakin giat berbenah diri. Juga sebagai pengukur level iman kita, tetapkan teguh dalam takwa ataukah menjadikan kita diri yang kufur? Dan bagi seorang muslim yang beriman, ia seharusnya mampu berpikir cemerlang bahwa di balik setiap musibah ada teguran cinta dari Sang Pencipta.

Sebagaimana Umar Bin Khatab ra. manakala terjadi gempa di Madinah, Umar lantas mengetukkan tongkatnya ke tanah seraya berteriak lantang "Wahai penduduk Madinah, maksiat apakah yang telah kalian lakukan hingga Allah kirimkan gempa?" Betapa seorang muslim yang shalih akan senantiasa mengaitkan setiap kejadian pada ketakwaan individu dan masyarakat.

Sungguh, sejatinya negeri ini terkurung dalam jeratan sekularisme, memisahkan agama dari kehidupan. Berpolitik, berekonomi, bermasyarakat, membangun negara seolah bukan urusan Tuhan. Agama dicukupkan di ranah privat saja, ibadah ritual. 

Maka lihatlah, potret negeri ini, jauh dari aturan agama. Semua berbuat berdasarkan kehendak akal semata. Tak luput tersemat hawa nafsu di dalamnya. Inilah akar masalah sesungguhnya bagi negeri ini.

Akhirnya negara gagal menyejahterakan rakyatnya di segala aspek kehidupan. Dalam perekonomian, rakyat kian terjepit. Betapa tidak, SDA yang dalam pandangan Islam semestinya mutlak dalam penguasaan negara, faktanya dijual kepada asing dan aseng. Dalam pendidikan, kurikukum berbasis sekularisme menjadikan outputnya jauh dari kepribadian Islam. Lahirlah generasi amoral, buta syariat. Pun dalam sistem pergaulan yang mengadopsi liberalisme ala barat, berbagai penyimpangan terpampang nyata. Interaksi antara laki-laki dan perempuan demikian bebas, budaya pacaran lekat sebagai legitimasi melabuhkan hati. Belum lagi, kasus perkosaan, pelecehan seksual, aborsi, hingga pembunuhan tak pernah absen dari berita sehari-hari.

Produk hukum yang tercipta pun tak sedikit yang bertentangan dengan syariat. Contoh nyata, soal miras. Jika dalam Islam, miras (khamr) sebagai dzat yang memabukkan ini diharamkan, namun di alam sekularisme miras bebas beredar luas. Jika dalam Islam zina adalah perbuatan keji dan pelakunya akan dijatuhi sanksi rajam atau cambuk, maka di alam sekularisme zina menjadi hal yang lumrah sebagai ekspresi cinta. Jika terbukti melakukannya atas dasar suka sama suka, maka tak ada sanksi yang dijatuhi. Itu namanya hak asasi, katanya. Maka tidak heran, jika prostitusi tak dihabisi, tapi malah dilokalisasi. Belum lagi kasus penyimpangan seksual sesama jenis, yang seolah mendapat panggung di negeri ini. Atas nama hak asasi, mereka bebas menunjukkan eksistensi. Bahkan dihimbau untuk dimaklumi dan dihargai.

Inilah fakta kehidupan di bawah naungan sekularisme hari ini. Kacau. Yang haram menjadi halal, yang buruk dipandang baik. Maklum, sekularisme tak mengizinkan Tuhan ikut campur dalam urusan manusia. Agama dikebiri hanya di surau-surau saja, di sudut kecil peradaban bernama 'keluarga'. Ajaran Islam kaffah diredupkan dari benak-benak umat lewat berbagai macam cara.

Sejatinya Islam adalah  sebuah ideologi, sistem kehidupan yang berasal dari Sang Maha Pencipta. Maka, Islam mampu menjadi solusi atas segala problematika yang ada. Dan dengan diterapkannya Islam secara totalitas lah, rahmatan lil'alamin dapat tercipta. Sebagaimana dahulu, Islam pernah menjadi mercusuar peradaban selama lebih dari 1400 tahun. Sejak Rasulullah saw hijrah ke Madinah dan menerapkan sistem Islam di sana hingga kekhilafahan terakhir, Turki Ustmani di Istambul.

Sungguh sistem Islam terbukti mampu menghadirkan kesejahteraan hakiki bagi seluruh rakyat yang berada di bawah naungannya, baik muslim maupun non muslim. Jelaslah, karena sistem Islam bersumber dari Dzat yang menciptakan alam semesta dan seluruh manusia, maka aturannya mutlak kebenarannya. Inilah pesan cinta dariNya agar manusia segera kembali taat pada aturanNya. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: kuncikebaikan.com


latestnews

View Full Version