View Full Version
Selasa, 08 Jan 2019

Suara Perubahan dari Perempuan Peduli Umat

Oleh: Ragil Rahayu, SE

Suara perempuan diperebutkan di tahun 2019 ini. Betapa tidak, jumlah pemilih perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Berbagai trik dan intrik dilakukan para paslon untuk mendulang suara kaum hawa. Mulai dari penyebutan partai emak-emak, tebar pesona di pasar, merangkul ormas perempuan hingga adu keren antara istilah "emak" dan "ibu bangsa". Isu poligami dimunculkan, sebuah diskursus yang kental dominasi perasaan perempuan. Seolah "membela" perempuan, namun dengan menggugat aturan Tuhan. Semuanya demi perebutan ceruk suara perempuan. 

Zaman berganti, masa berputar. Dulu perempuan dipandang tak lebih dari makhluk dapur, sumur dan kasur yang tak punya peran. Lalu disadari bahwa dalam demokrasi, perempuan punya kekuatan yaitu jumlah suara. Suara perempuan pun didewakan. Agar mau bersuara, perempuan ditarik ke sektor publik dan juga ranah politik. Perempuan didorong untuk aktif berdemokrasi. Berduyun-duyunlah kaum hawa mengisi panggung kontestasi. Menjadi caleg, kepala daerah, menteri hingga presiden. Bahkan perempuan ditarget harus memenuhi 30% kuota anggota dewan. Setelah hiruk pikuk suara kaum ibu di panggung politik, nadanya tetap saja sumbang. Persoalan perempuan tak kunjung terselesaikan, bahkan kaum hawa tersudut pada beban sosial. Anak dan bangunan keluarga menjadi korban.

Hal ini bisa diprediksi, karena demokrasi tak tulus mencintai perempuan. Demokrasi tak serius mengurusi perempuan. Dan demokrasi sebenarnya tak becus menyelesaikan persoalan perempuan. Demokrasi hanya butuh suara perempuan, setiap momen pemilihan. Sesudah pemilihan umum, perempuan ditinggalkan dan dibiarkan mengurusi dirinya sendiri. Perempuan menjadi korban demokrasi. Berderet-deret politisi dari kaum ibu menjadi pesakitan kasus korupsi. Tak saja menjadi korban, perempuan bahkan menjadi tempat bergantung ekonomi negara. Punggung perempuan makin bungkuk saja memikul beban politik dan ekonomi akibat keculasan demokrasi yang memanfaatkan suaranya.

Benih Kesadaran Melahirkan Perubahan Sejati

Tumpukan masalah yang dialami perempuan, membuatnya berpikir dan merenung. Apalagi sikap penguasa yang tampak tak peduli. Saat harga cabai naik, perempuan disuruh menanam sendiri. Harga beras melambung, perempuan disuruh menawar. Ketika biaya listrik mahal, disuruh cabut meteran. Dapur pun bergolak. Muncul suara-suara keluhan, diiringi istrumen panci dan penggorengan. Namun sekali lagi penguasa sibuk berkelit dan bersilat lidah. Ternyata, mengeluh tak cukup bagi perempuan, karena telinga pemegang kebijakan seolah ditulikan. Dari dapur, perempuan pun bersuara menyerukan perubahan.

Hijrah, perubahan dari gelapnya sistem buatan manusia menuju sistem Ilahi. Aksi Bela Islam selalu diwarnai kiprah perempuan didalamnya. Majelis ilmu makin digemari, hijab makin digandrungi. Diskusi tentang masalah kekinian digelar di masjid dan rumah. Pasukan berhijab menjadi promotor, panitia, peserta dan sekaligus pengamanannya. Tak hanya membahas fikih, majelis ini juga membahas persoalan umat beserta solusinya menurut Islam.

Kaum perempuan makin tersadarkan pentingnya perubahan menuju Islam. Bahwa Al Qur'an tak hanya dibaca dan dikaji, tapi diamalkan setiap hari. Di ranah domestik maupun publik, untuk urusan ibadah maupun politik. Penegakan syariah dan khilafah makin disadari urgensitasnya, pembelaan terhadap bendera tauhid menjadi simbolnya. Kini, suara perempuan jelas terdengar. Mereka menginginkan Islam sebagai sistem hidup. Apalagi saat mereka saksikan bahwa demokrasi dengan konsep nation-state hanya bisa bungkam menyaksikan saudari Uighur mereka dinistakan. Khilafah,  hanya sistem Islam inilah yang mampu melindungi setiap perempuan.

Gelombang perubahan telah tampak, namun butuh diperbesar, agar makin banyak perempuan tersadarkan. Ini membutuhkan peran nyata perempuan dan perubahan, yaitu :

1. Mempelajari Islam kaffah, melalui berbagai majelis ilmu dan diskusi. Melalui kelas tatap muka maupun perbincangan online. Muslimah hendaknya menjadi teladan pelaksanaan syariat Islam. Tetap bersabar dalam taat meski kehidupan kapitalisme membuat sempit.

2. Menjalankan fungsi utama perempuan yaitu ibu dan pengatur rumah tangga. Karena umat butuh banyak generasi mukmin yang kuat fisik, akal maupun taqwanya. Generasi inilah penerus estafet perubahan.

3. Menyuarakan Islam sebagai solusi persoalan perempuan dan umat, hingga menjadi viral di tengah masyarakat. Bersenjatakan jempol dan kuota, para muslimah mengguncang dunia maya dengan opini Islam. Postingan dakwah mengalir setiap hari, mengalahkan dominasi postingan gosip tak bergizi.

4. Melakukan aktivitas politik untuk menegakkan sistem Islam yaitu khilafah. Hal ini ditempuh bukan dengan politik praktis, melainkan gerakan pencerdasan umat melalui dakwah. Muslimah tak boleh tergiur untuk melirik iming-iming kekuasaan yang menggunakan Islam hanya sebagai kepentingan politik. Namun kekuatan politik harus dibangun di tengah umat untuk menegakkan Islam.

5. Menjalin ukhuwah dengan sesama muslimah dari berbagai kelompok, harakah dan madzhab. Muslimah harus bersatupadu karena Tuhan, Rasul, Kitab dan Kiblat kita satu. Perbedaan hendaknya menjadi rahmat, bukan penghalang persatuan. Jika bersatu, umat Islam akan menjadi kekuatan besar yang disegani dunia.

6. Memiliki mimpi besar. Perubahan menuju sistem Islam bukanlah perjuangan musiman sebagaimana partai sekular menggaet suara rakyat dalam pemilu. Ini adalah perjuangan jangka panjang. Dibutuhkan kekuatan iman nan luar biasa untuk bersabar di jalan Islam, layaknya orang yang memegang bara api. Namun Allah swt menjanjikan surga bagi orang-orang yang bersabar dalam kebenaran. Semoga kita termasuk di dalamnya. Aamiin. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: google


latestnews

View Full Version