View Full Version
Kamis, 21 Mar 2019

Tuntunan Syariah dalam Membidik Arah Pemberdayaan Perempuan

KALAU memasuki bulan Maret, kita tentu ingat salah satu agenda besar bagi para kaum hawa dewasa ini, yaitu International Women's Day atau Hari Perempuan Internasional. Tanggal 8 Maret kemarin sudah digelar dan 2019 ini mengangkat tema "balance for better". (m.detik.com/wolipop, 08/03/2019).

Dalam situs resmi Hari Perempuan Internasional, untuk agenda 2019 ini difokuskan untuk kesetaraan gender, yakni kesadaran yang lebih besar tentang adanya diskriminasi dan merayakan pencapaian perempuan. Hal ini termasuk mengurangi adanya gap pendapatan atau gaji pria dan wanita. Memastikan semuanya adil dan seimbang dalam semua aspek, pemerintahaan, liputan media, dunia kerja, kekayaan dan dunia olahraga. (m.detik.com/wolipop, 08/03/2019).

Dalam paparan diatas, jelas dan sangat jelas bahwasanya perempuan mengidamkan yang namanya keadilan dalam segala bidang bagi mereka. Adil berarti apa yang laki-laki dapat dan bisa capai, mereka juga harus. Termasuk dalam hal menjadi pemimpin, bekerja, berpendidikan tinggi, juga permasalahan gaji, masuk jajaran pemerintah, dan sebagainya.

Dalam perspektif kapitalisme sendiri, wanita dipandang dalam aspek materi, yaitu target terselubung untuk menjadikan perempuan faktor produksi berharga murah sekaligus menjadi pangsa pasar. Dalam hal bekerja misalnya, wanita diperbolehkan untuk memasuki dunia kerja sama seperti laki-laki, namun pendapatan yang diterima sedikit dibanding laki-laki.

Tak heran dalam sistem kapitalisme, wanita menganggap dirinya mulia jika dapat bekerja dan digaji laiknya laki-laki, mengais kehormatan dan kesetaraan di jalur yang berasaskan sistem kapitalisme.

Lain kapitalis, lain pula Islam. Islam memandang 'mubah' jika perempuan diberdayakan dengan bekerja. Bekerja atau tidak bekerja artinya tidak ada pahala disana maupun dosa. Namun, bisa jadi dosa jika melalaikan kewajiban wanita sebagai mana yang sudah ditetapkan dalam Islam.

Dalam Islam mendefinisikan perempuan berdaya dengan optimalisasi peran dan fungsi sebagai ummu wa rabbatul bayt dan ummu ajyal (ibu generasi). Yang mana seorang wanita mengemban tugas mulia, yakni wajib mendidik anak-anak mudanya menjadi generasi hebat nan shaleh/shalehah sebagai pengokoh peradaban islam yang cemerlang dan penebar rahmat bagi seluruh alam.

Negara pun wajib memfasilitasi segala hal yang berkaitan dengan menumbuhkan kepribadian seorang ibu peradaban yang hebat, penyayang, berpendidikan tinggi, mahir memasak, mahir mengobati, dan pastinya militan urusan dunia dan urusan akhirat terutama.

Untuk kesejajaran, Islam menetapkan kesejajaran derajat laki-laki dan perempuan pada ketaatan mereka terhadap aturan Allah, bukan pada bentuk fungsi dan peran. Karena segalanya sudah ada jalur masing-masing baik laki-laki maupun perempuan dalam bertakwa dan meraih ridho Allah. Dan ini semua hanya bisa optimal jika syariah kaffah ditegakkan.

Karena adil tak mesti sama. Laki-lakinya bekerja mencari nafkah dan sebagai pemimpin keluarga. Kaum perempuannya di rumah menjaga harkat, martabat, harta, serta mendidik anak-anaknya menjadi generasi unggul.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)” (QS. An Nisa’: 34)

Untuk itu kaum muslimah wajib dan urgen terlibat dalam penegakkan Islam Kaffah. Hanya dengan Islam Kaffah peran wanita ditempatkan pada semestinya. Dijaga, dihormati, serta dimuliakan. Kesetaraan hakiki direngkuh bagaimana seharusnya.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl:97)

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu (kepada Allah).” (QS Al-Hujurat:13)

Wallahu 'alam biashshawab.*

Selviana Aidani

Aktivis Back to Muslim Identity, Member Akademi Menulis Kreatif

 


latestnews

View Full Version