Oleh : Laila Thamrin
Barat menganggap bahwa kemajuan ilmu pengetahuan yang mereka raih, hasil dari kerja keras untuk kehidupan dunia dengan meninggalkan agama. Sejarah panjang era kegelapan telah membuat mereka alergi terhadap agama.
Hal ini berbeda dengan Islam. Sebagai ideologi, Islam tidak memisahkan urusan kehidupan dengan agama. Semua itu satu kesatuan yang menyeluruh dan tak bisa dipisahkan. Bahkan karena keagungan ajaran Islam, muncullah para ilmuwan Islam yang diakui dunia. Mereka tak sekadar ilmuwan, tapi juga sekaligus menjadi ahli ibadah, ahli hadits, ahli ilmu alquran dan berbagai keahlian lainnya.
Sejarah mencatat bahwa lahirnya para ilmuwan muslim ini justru saat mereka hidup dalam naungan syariat Islam, di bawah Khilafah Islamiyah. Sebelum Islam datang, bangsa Arab hanya mengenal ilmu sejarah dan geografi. Tetapi sejak Islam tegak dan mengharuskan perluasan wilayah dengan jihad, kaum muslimin akhirnya menjelajah berbagai daerah. Mereka menempuh daratan, gunung, lembah, sungai, lautan dan berbagai bentang alam lainnya. Dari sini, berkembanglah ilmu sejarah dan geografi dari para ilmuwan muslim.
Tak hanya itu, kaum muslimin juga mulai mempelajari tentang hewan dan tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Banyak tumbuhan yang berguna bagi pengobatan. Dari sini, ilmu zoologi dan botani dipelajari dan didalami oleh para ilmuwan muslim demi keberlangsungan hidup manusia.
Sekolah-sekolah juga kemudian dibangun oleh khalifah. Pada masa Khilafah Bani Abbasiyah, khususnya zaman Khalifah al-Mansur dan Khalifah al-Makmun, banyak aktivitas dilakukan untuk menerjemahkan karya ilmiah. Pada akhir abad ke-10 telah banyak karya ilmiah penting yang dihasilkan. Banyak para penerjemah yang terkenal dari berbagai suku bangsa, seperti Naubakht dari Persia dan Muhammad bin Ibrahim al-Fazari dari Arab.
Tak cukup sampai di situ, berbagai bidang ilmu lainnya pun dikuasai oleh para ilmuwan muslim. Kita mengenal sebagian nama-nama mereka hingga saat ini. Sebut saja al-Biruni yang terkenal di bidang kimia dan botani, al-Idrisi di bidang geografi, Ibnu Sina di bidang kedokteran, al-Khawarizmi di bidang matematika, dan sederet nama-nama ilmuwan lainnya.
Hal paling membanggakan bahwasanya ilmu yang mereka temukan tetap dijadikan sebagai acuan bagi ilmu-ilmu terapan masa kini. Dari merekalah akhirnya kita bisa mengenal arah kiblat, arah mata angin, memilih menu makanan sehat, memasak dengan cara mudah dan cepat, dan lain sebagainya.
Inilah karya ilmuwan muslim di masa keemasan peradaban Islam, yang menjadi dasar berkembangnya ilmu pengetahuan selanjutnya. Semua tak lepas dari peran negara yang memberikan ruang dan kesempatan besar pada mereka. Negara memberikan fasilitas secara cuma-cuma untuk mereka belajar dan mengembangkan risetnya. Sarana dan prasarana berupa bangunan sekolah dan asrama, buku-buku yang diperlukan, alat-alat laboratorium untuk penelitian, dan lain sebagainya. Bahkan, perpustakaan menjadi perhatian negara pula. Mereka terus didorong oleh negara agar mencintai ilmu. Karya-karya mereka dibukukan dengan rapi dan menjadi bahan literatur generasi selanjutnya.
Demikianlah warisan peradaban Islam yang kita miliki. Sejatinya, warisan ini tetap terjaga dalam naungan Khilafah Islamiyah. Namun sayang, saat ini warisan peradaban Islam ini tenggelam dalam hiruk pikuk kapitalisme yang menyelimuti dunia. Sehingga, banyak generasi muda Islam tak kenal dengan peradabannya sendiri. Sungguh sayang. Ayo mulai dari diri kita sendiri untuk lebih giat mempelajari khazanah keilmuan agar nanti saat Khillafah Islam tegak lagi, kita bisa berkontribusi di dalamnya. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google