Oleh: Amalidatul Ilmi (Guru dan Pemerhati Remaja)
Bicara soal cinta itu selalu nggak ada habisnya ya. Apalagi bagi para kaum muda. Uluh-uluh paling suka bahas yang demikian. Nah apa salah sih? Lalu harusnya gimana sebenarnya? Kita bahas perlahan ya. Yuk cekidot!
Kalo ada pertanyaan nih, semua orang yang hidup di dunia ini tahu dan sadar nggak sih? Terkait keberadaan dirinya. Ya sebagai manusia sekaligus sebagai hamba Allah SWT tentunya. Mungkin mudah jawaban kita "ya ada yang tahu dan sadar dan ada yang enggak." Iya gitu kan ya? Hehe
Iya benar. Tetapi jika kita lihat hari ini masih banyak yang abai akan pentingnya kesadaran akan keberadaannya sebagai manusia sekaligus sebagai hamba Allah SWT. Bahkan tidak semua orang juga paham betapa pentingnya akan kesadaran ini.
Kita perlu memahami lebih jelas esensi dari manusia serta keberadaannya. Maka dari itu harus mengkaji lagi terkait manusia itu sendiri. Pengkajian yang dilakukan juga harus mendalam dan menyeluruh (tidak parsial). Salah satu cara untuk memahami manusia itu ya dengan memahami potensi kehidupannya.
Nah, pemahaman mengenai potensi kehidupan inilah yang akan menentukan pemahaman selanjutnya. Tentang apa dan bagimana manusia seharusnya melakukan akivitasnya. Pemahaman ini akan sangat mempengaruhi pandangan setiap muslim dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Potensi yang dimiliki manusia adalah bagian dari nikmat Allah yang diberikan kepada kita. Manusia memiliki potensi berupa kebutuhan naluri, jasmani dan akal.
Akan kita bahas potensi kehidupan tentang naluri manusia. Naluri manusia dalam kitab Nidhomul Islam karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani ada tiga, yaitu: Naluri beragama (Gharizatut Taddayun), Naluri mempertahankan diri (Gharizatul Baqa’) dan Naluri melangsungkan keturunan (Gharizatun Nau’).
Gharizatut Tadayyun penampakannya mendorong manusia untuk mensucikan sesuatu yang mereka anggap sebagai wujud dari Sang Pencipta. Maka dari itu dalam diri manusia ada kecenderungan untuk beribadah kepada Allah, perasaan kurang, lemah dan membutuhkan kepada yang lainya.
Hanya saja diantara manusia banyak yang keliru dalam rangka memenuhi kebutuhan naluri yang satu ini. Contohnya diantara manusia ada yang menyembah berhala, pohon keramat, binatang, bahkan menyembah sesama manusia dan lain-lain.
Orang atheis pun yang katanya tidak mengakui adanya tuhan, toh mereka juga mensucikan orang-orang tertentu semacam Lenin dan Stelin. Semua itu sebenarnya penampakan dari naluri yang memang diberikan oleh Allah SWT sebagai sang penciptanya.
Adanya kebutuhan ini dalam Al-Quran telah di isyaratkan. Allah SWT berfirman:
"Dan apabila manusia itu ditimpa kemudaharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan ni’mat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah ia berdo’a (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglahlah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka."" (TQS. Az-Zumar: 8)
Kedua adalah Gharizatul Baqa’ penampakanya mendorong manusia untuk melaksanakan berbagai aktivitas dalam rangka melestarikan kelangsungan hidup. Maka dapat dilihat pada diri manusia ada rasa takut, keinginan menguasai, cinta pada bangsa dan lain-lain. Adanya naluri ini telah diisyaratkan dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman:
“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebagai bagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan kami sendiri, lalu mereka menguasainya?” (TQS. Yaasin: 71)
Ketiga adalah Gharizatun Nau'. Penampakanya akan mendorong manusia melestarikan jenis. Sebagai penampakan dari naluri ini, manusia memiliki kecenderungan seksual, rasa kebapakkan, rasa keibuan, cinta pada anak, orang tua, lawan jenis, orang lain.
Adanya naluri ini telah banyak diisyaratkan pula dalam Al-Quran. Contohnya rasa suka terhadap lawan jenis, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan yusuf, dan yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang terpilih.” (TQS Yusuf: 24)
Selain itu Allah juga melengkapinya dengan seperangkat aturan. Agar dalam pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri sesuai dengan segala yang diperintahkanNya.
Namun, semuanya tetap dengan peran akal. Akal akan menuntun manusia memenuhi semua kebutuhan tersebut dengan benar. Disinilah nantinya akan muncul power manusia yang sesungguhnya. Karena apa yang dilakukannya berdasarkan ketaqwaannya kepada Allah.
Inilah keberadaan manusia yang sangat istimewa jika dibandingkan dengan hewan. Allah telah bekali manusia dan berupa kebutuhan jasmani dan naluri. Sehingga dengan potensi kehidupan ini, manusia dan hewan itu masih bisa melangsungkan kehidupannya.
Tapi dalam pemenuhannya itu, sangatlah berbeda antara manusia dan hewan. Lihat saja hewan, meskipun telah dibekali potensi kehidupan namun Allah tidak bekali ia akal. Maka dalam aktivitasnya dia nggak pernah lihat itu makanan milik anak atau saudaranya, asal lapar pokoknya sikat. Hehe.
Sehingga dari sini jelas hewan tidak memiliki pemahaman terkait potensi kehidupannya. Berbeda dengan manusia yang telah Allah bekali akal. Manusia akan menggunakan akalnya untuk memenuhi potensi kehidupannya. Artinya dia harusnya nggak asal tabrak atau terobos sana-sini dalam memenuhi kebutuhannya.
Akhirnya dapat kita pahami bahwa cinta itu adalah fitrah. Semua orang memilikinya tidak hanya remaja atau pemuda. Anak-anak dan orang dewasa pun punya. So, tak ada yang salah dengannya selama dalam pemenuhannya tetap terikat dengan yang Allah perintahkan dan Rasulullah ajarkan. Yuk semangat taat. Hanya dengan cinta karena Allah akan memperindah segalanya. InsyaaAllah. [syahid/voa-islam.com]