View Full Version
Sabtu, 22 Jun 2019

Nikah Rasa "Tiket Pesawat" Vs Pacaran Rasa "Semangkuk Bakso"

Oleh: Trisnawati

Nikah itu ibarat harga tiket pesawat alias mahal. Membayangkan embel-embel nikah saja sudah bikin rekening jebol. Tarif mahar yang tinggi membuat sang calon imam harus banting tulang demi bersatu dengan “tulang rusuknya”. Yang kebetulan tulang rusuknya terdampar di Aceh maka sang pemilik harus merogoh kocek sekitaran 3-30 mayam. Tidak dalam  seperangkat alat salat, apalagi hanya sebuah figura yang bersusun uang-uang di dalamnya tapi dalam bentuk perhiasan emas murni.

Mahar di Aceh dikenal dengan mayam. Istilah Mayam sendiri adalah merujuk kepada semacam takaran emas yang berlaku di masyarakat Aceh. Kalau dikonversikan dengan gram, satu Mayam diperkirakan bernilai sekitar 3,33 gram. Jadi, seumpama emas per gramnya dinilai sebesar Rp 600 ribu, maka satu Mayam adalah sekitar Rp 1.998.000. Harga mayam pun fluktuatif tergantung kesepakatan dua belah pihak tergantung status sang gadis. Semakin tinggi gelar (S1, S2, S3), latar belakang keluarga, maka semakin tinggi pula maharnya.

Aceh besar, misalnya, rata-rata mahar harus dipersiapkan adalah “sebungkai” (sebongkah) yaitu sebesar 16 mayam emas. Kurang lebih sekitar Rp 31.968.000. Aceh Sigli lain lagi. Biasanya, gadis-gadis Sigli ada yang sampai 20 mayam emas. Dan ini belum termasuk embel-embel lainya. Seperti “uang hangus” yang berlaku di beberapa daerah yang tersebar di Aceh. Beda lagi dengan biaya isi kamar, isi talam/seserahan, biaya walimahan dan lain-lain. Maka sebuah angka yang fantastis akan muncul dan siap mengosongkan seluruh tabungan bahkan bisa jadi nikah tertunda sebab mahalnya biaya pernikahan. (bacaberita96.com, 21/12/2018)

Biaya pernikahan dengan angka fantastis tidak bisa ditebus dengan pekerjaan bergaji pas-pasan. Maka jalan pintas pun dilalui. Siapa yang tidak senang dengan jalan pintas? Jalan dengan biaya yang relatif murah seharga "semangkok bakso" alias hanya bermodal nafsu berbalut cinta. Atas nama cinta aktivitas pacaran pun dilakukan. Bahkan saking pintasnya urusan ranjang pun dilakukan bersama walau belum sah. Akhirnya biaya nikah pun turun drastis asalkan sang pemilik "tulang rusuk" mau bertanggung jawab.

Tentu bukan jalan pintas seperti ini yang kita inginkan, bukan?

Memudahkan Urusan Pernikahan Menjaga Kesucian

Islam telah menganjurkan dan bahkan memerintahkan kaum muslim untuk melangsungkan pernikahan. Ibn mas'ud r.a. menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda sebagai berikut:

"Wahai pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu memikul beban, hendaklah ia segera menikah, karena hal itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan. Sebaliknya, siapa saja yang belum mampu menikah hendaklah ia berpuasa, karena hal itu dapat menjadi perisai."

Nikah dianggap sah jika terpenuhi rukun-rukunnya dan syarat sahnya sebuah pernikahan. Diantaranya: ijab qabul, adanya mempelai pria, adanya mempelai wanita, adanya wali, adanya dua orang saksi, dan mahar.

Adapun mengenai mahar yang disyariatkan adalah memperingan mahar dan tidak berlomba-lomba dalam hal mahar, sebagai pengamalan dari banyak hadits yang diriwayatkan dalam persoalan itu.

Tujuan lainnya adalah mempermudah pernikahan dan upaya kuat untuk menjaga kesucian muda-mudi. Para wali tidak boleh menetapkan syarat untuk memberikan harta untuk diri mereka sendiri, karena mereka tidak mempunyai hak dalam hal ini. Yang memiliki hak adalah calon istri (calon mempelai wanita) saja. Selain calon mempelai wanita, ayah calon mempelai wanita tersebut pun memang memiliki hak, selama tidak mengganggu hak putrinya dan tidak menghalangi pernikahan. Namun, kalau ia meninggalkan (tidak mengambil) hak tersebut, itu lebih baik lagi dan lebih utama, karena Allah berfirman,

وَ أَنْكِحُوا اْلأَيَمَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَ إِمَآئِكُمْ، إِنْ يَكُوْنُوْا فُقَرَآءَ يُغْنِيْهِمُ اللهُ مِنْ فَضْلِهِ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahaya perempuanmu. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (Qs. an-Nur: 32)

Dalam hadits Uqbah bin Amir, diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya),

“Mahar yang terbaik adalah yang paling murah.” (Hr. Abu Daud, dan dinyatakan shahih oleh al-Hakim)

Saat hendak menikahkan salah seorang sahabatnya dengan seorang wanita yang menyerahkan dirinya kepada Nabi Muhammad Saw, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya),

“Usahakanlah, meskipun mahar (darimu) hanya berupa sebuah cincin dari besi.”

Sahabat tadi tidak juga bisa mendapatkan cincin tersebut, sehingga akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahkannya dengan wanita itu, dengan mahar mengajarkan sebuah surat al-Quran kepada calon istrinya, sesuai dengan yang dia ketahui.

Mahar para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri adalah lima ratus dirham, yang saat ini kira-kira senilai dengan seratus tiga puluh riyal. Sementara, mahar putri-putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah empat ratus dirham, yang sekarang ini kira-kira senilai dengan seratus riyal. Allah berfirman,

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

“Sesungguhnya, telah ada suri teladan pada (diri) Rasulullah.” (Qs. al-Ahzab: 21)

Kalau beban mahar lebih ringan dan lebih murah, niscaya kaum pria dan wanita akan lebih mudah menjaga kesucian mereka. Perbuatan zina dan perbuatan-perbuatan mungkar lainnya akan berkurang. Sebaliknya, bila beban mahar semakin mahal, dan umat Islam saling berlomba dalam mempertinggi mahar, maka jumlah pernikahan juga semakin sedikit. Sebaliknya, perbuatan zina semakin banyak terjadi. Nauzubillah minzalik. 

Semoga kita dan masyarakat dijauhkan dari hal demikian. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version