View Full Version
Selasa, 28 Jan 2020

Memakai Jilbab Adalah Bukti Cinta kepada Al Khaliq

 

Oleh:

Dahlia Kumalasari, Pendidik

 

ALLAH telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik penciptaan. Bahkan Allah telah mengabarkan hal ini di dalam surah At Tin ayat 4, yang artinya : “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. Namun, sebaik-baiknya manusia, dalam dirinya masih melekat keterbatasan dan kekurangan. Dimana keadaan ini menyebabkan manusia butuh pada Dzat yang lebih sempurna dari manusia, yaitu Al Khaliq.

Dalam surah Al-‘Alaq ayat 5 Allah berfirman yang artinya : “Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. Walaupun saat ini perkembangan teknologi sudah sedemikian maju, manusia masih sangat membutuhkan Al Khaliq untuk mengaturnya. Salah satunya dengan menurunkan syariah yang mengatur mengenai kewajiban untuk menutup aurat.

Beberapa waktu yang lalu muncul pernyataan kontroversial dari Ibu Sinta Nuriyah, dimana beliau menyatakan tidak wajibnya seorang muslimah memakai jilbab (kerudung). Beliau menyandarkan pernyataan ini pada ‘penafsiran kontekstual’ sebagaimana yang dicontohkan oleh suaminya, almarhum Gus Dur. Menurut beliau, banyak tokoh di masa lalu yang juga tidak memakai kerudung, seperti RA. Kartini dan istri para Kyai NU terdahulu.

Menyikapi kondisi ini, sebagai muslimah kita harus bersikap cerdas, lurus, dan istiqomah. Sebagai muslim, maka panduan berpikir dan beramal, harus dikembalikan lagi pada rujukan yang shahih, bukan bersandar pada praktik orang terdahulu. Rujukan yang shahih ini adalah Al-Qur’an dan As Sunnah. Orang terdahulu boleh saja dijadikan rujukan asal orang tersebut menjadikan Al-Qur’an dan As Sunnah sebagai panduan hidupnya.

Terkait kewajiban menutup aurat, Islam telah mengaturnya dengan jelas. Seorang Muslimah wajib untuk memakai kerudung dan jilbab ketika beraktivitas di luar rumah. Kerudung adalah penutup aurat bagian atas, yakni yang menutupi kepala, rambut, hingga menjulur ke dada. Kewajiban memakai kerudung (khimar) bagi seorang muslimah, bisa dilihat dalam surah An-Nur ayat 30 yang artinya : “…Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,…”.

Sedangkan di dalam kamus Al-Muhith dinyatakan, jilbab itu seperti sirdab (terowongan) atau sinmar (lorong), yakni baju atau pakaian longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutup pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung. Dalam kamus Ash-Shahhah, al-Jauhari mengatakan, ‘Jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut dengan mula’ah (baju kurung/gamis).

Kewajiban memakai jilbab sebagaimana firmanNya dalam surah Al-Ahzab ayat 59 yang artinya : Wahai Nabi!. Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”.

Bahkan Rasulullah sebagai teladan kaum muslimin memerintahkan seorang muslimah untuk meminjamkan jilbabnya saat ada muslimah lain yang tidak mempunyai jilbab. Ini bisa dilihat dalam hadist dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata, “Pada dua hari raya, kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita haid dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jamaah kaum muslimin dan doa mereka. Tetapi wanita-wanita haid harus menjauhi tempat shalat mereka. Seorang wanita bertanya, “Wahai Rasulullah, seorang wanita diantara kami tidak memiliki jilbab (bolehkah dia keluar)?” Beliau menjawab, “Hendaklah kawannya meminjamkan jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut." (HR.Bukhari no. 351 dan Muslim no.890)

Begitu perhatiannya seorang pemimpin seperti Rasulullah. Beliau sungguh memperhatikan urusan rakyatnya, salah satunya masalah kewajiban memakai jilbab bagi seorang muslimah. Inilah teladan pemimpin yang bertanggungjawab agar setiap individu terikat dengan kewajiban syariah Islam. Karena melaksanakan syariah dengan memakai jilbab dan kerudung merupakan bukti cinta kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga cinta kita kepada Al Khaliq bisa tumbuh menjadi cinta yang sempurna yaitu dengan tunduk pada semua syariahNya.*


latestnews

View Full Version