Oleh:
Mira Susanti
Aliansi Penulis Perempuan Untuk Generasi
PERINGATAN hari No Hijab Day yang jatuh pada tanggal 1 Februari ini, memunculkan banyak tanya tentang siapa dan apa tujuan mereka mencetuskan semua ini. Entah setan apa yang merasukinya. Hingga mereka berani untuk mengkampanye sesuatu yang bertentang dengan perintah Allah yaitu berkaitan dengan perintah menutup aurat.
Semua ini dipelopori oleh Yasmine Mohammad, kampanye “No Hijab Day” digelar melalui media sosial. Kampanye hari tanpa hijab ini dirayakan setiap 1 Februari. “Meskipun Hijrah Indonesia tidak selalu sepakat dengan pandangan-pandangannya mengenai KeIslaman, tetapi kami memahami keresahannya dalam hal hijabisasi dan niqabisasi di seluruh Dunia Muslim”, kata Admin Fan Page Hijrah Indonesia di Facebook. Secara tersirat mereka ingin mengacaukan pemikiran umat islam tentang kewajiban menutup aurat.
Sementara tidak ada perbedaan mengenai perintah menutup aurat bagi seorang muslimah di kalangan ulama mu'tabar . Tentu saja kampanye anti jilbab ini muncul dari seseorang atau kelompok yang tidak paham tentang hukum kewajiban menutup aurat. Sesuatu hal yang amat di sengaja untuk membuat perselisihan di tengah masyarakat terkhusus muslimah. Terkait makna hijab itu sendiri maupun tentang pandangan islam dalam mengatur pakaian yang wajib dikenakan oleh seorang muslimah dalam kehidupan sehari-harinya
No Hijab Day merupakan suatu kampanye sesat yang dapat membahayakan pemikiran umat. Semakin memperparah racun pemikiran liberal yang terlanjur menggerogoti benak kaum muslimin. Tanpa ada kampanye Anti hijab saja mereka sudah tak merasa berdosa ketika membuka aurat di tempat - tempat umum. Apalagi jika ada komunitas yang bebasnya kebablasan ini tentu para wanita yang lemah keimaannya akan turut beramai-ramai melepaskan kain penutup auratnya.
Sementara hijab merupakan pembeda antara wanita muslimah dengan non muslimah. Karena islam sangat memuliakan perempuan. Adanya seperangkat aturan yang menjamin serta menjaga kemuliaannya. Lalu apa jadinya ketika kampanye anti hijab ini digaungkan bahkan di dukung. Otomatis secara tidak langsung ini adalah bentuk pelecehan dan penentangan terhadap syariat Allah. Sebagaimana penyataan seorang istri mantan presiden, anak seorang ulama bahkan setingkat prof pun ikut memberikan pandangan yang menyesatkan ini. Membandingan dengan anak seorang raja Salman saja tidak mengenakan jilbab. Sementara kewajibannya jilbab tidak ada hubungannya sama sekali dengan perintah manusia. Karena itu tergantung dengan pemahamannya yang amat dangkal dan mendukung kebebasan.
Jelas bagi kita bahwa Jilbab bukan soal budaya kearab-araban, bukan juga masuk dalam ranah pilihan yang bisa diambil atau ditinggalkan. Jilbab tidak bisa dipukul rata sama dengan helm, kalau pakai helm tidak kena razia, sebaliknya dengan memakai helm menyelamatkan kepala dari benturan keras. Sama sekali bukan di situ letak penempatannya, karena jilbab adalah suatu kewajiban yang tidak bisa dipilah atau dipilih menuruti hawa nafsu masing-masing orang. Oleh karena itu, sebuah kewajiban harus disikapi dengan ketaatan dan ketundukan yang totalitas.
Allah perintahkan setiap wanita yang beriman menghulurkan jilbab ke seluruh tubuh, dengan alasan syar’i agar mereka mudah dikenali dan tidak diganggu. Sehingga tidak boleh ada alasan untuk menolak kewajiban berjilbab dan berkerudung, lantas seenak hati mengubahnya jadi hukum yang lain. Padahal semestinya ketaatan kepada Allah berdasar dalil syara’, bukan bergantung logika abal-abal. Sudah sewajibnya kepercayaan tentang wajibnya jilbab hanya berdasar pada sumber yang qoth’iy (bisa dipertanggungjawabkan kepastian sumber dan dalilnya).
“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Terjemah Qur’an surah Al Ahzab: 59)
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,” (Terjemah Qur’an surah An Nuur:31).
So, Jika tak mau berhijab itu urusan pribadi masing - masing . Namun mengajak muslimah ain tak berhijab bahkan merayakannya, itu kedzhaliman besar. Ingat semua itu pasti akan dibayar dengan dosa jariyah yang akan mengalir setiap helaan nafasmu. Jika tidak bertobat maka siksaan neraka siap menanti. Memang benar, seluruh manusia akan dikumpulkan nanti di padang Mahsyar dalam keadaan No Hijab sama sekali.
Aisyah berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan tanpa sandal, telanjang tanpa pakaian dan tanpa disunat.’ Kemudian aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah para laki-laki dan perempuan saling memandang satu sama lain?’ Rasulullah pun menjawab, ‘Wahai Aisyah masalah yang akan dihadapi lebih penting dari pada hal itu.’ Dalam riwayat lain, ‘Masalah yang akan dihadapi lebih penting daripada sekadar saling melihat satu dengan yang lain,’” (HR Muttafaq Alaih)
Hari itu kaki-kaki manusia tidak akan beranjak sebelum ditanya atas apa yang telah dilakukan di dunia. Mulut terkunci, tangan dan kaki yang bersaksi. Semua akan dihisab tanpa ada yang lewat sedetik pun. Termasuk yang mengajak untuk bermaksiat dengan merayakan hari tanpa hijab. Bisakah di akhirat nanti mereka merayakannya? Toh disana semua tak berhijab. *