View Full Version
Ahad, 12 Apr 2020

Mendidik Generasi di Musim Pandemi

 

Oleh:

Meitya Rahma, Praktisi Pendidikan

 

COVID-19 yang mewabah ini bukan hanya berimbas pada sektor perekonomian di Indonesia. Sektor pendidikan pun terkena dampaknya. Anjuran tentang menghindari kerumunan masa inilah maka sekolah dianggap sebagai salah satu tempat yang berpotensi menyebarkan virus karena mulai dari peserta didik, guru, tenaga kependidikan dan lainnya berinteraksi di sana.

Dengan pertimbangan tersebut, Kepala Daerah mengambil kebijakan belajar di rumah dengan pembelajaran melalui sistem daring. Sekolah harus dipindah ke rumah (home learning). Dan para orang tua pun “dipaksa” berperan menjadi gurunya: dengan jadwal, mata ajar, dan target materi harian yang diberikan guru secara online.

Maka, tak sedikit para siswa, guru, bahkan orangtua yang gagap menghadapi perubahan situasi yang sangat drastis ini. Siswa tetap mengerjakan semua tugas sekolah meski berada di rumah. Orangtua yang  diminta untuk mengawasi proses belajar anak selama berada di rumah. Orangtua pun harus terlibat dalam aspek administrasi berupa tugas harian,  dan pelaporan. Setiap hari tugas tersebut dikirimkan kepada gurunya melalui surat elektronik ataupun WhatsApp. Padahal, tak sedikit diantara mereka yang gaptek dan kurang memiliki fasilitas.

Karena makin bertambah dan makin menyebar virus Covid-19 ini maka beberapa daerah memperpanjang masa untuk belajar di rumah. Bagaimana nasib orangtua dan anak ketika diperpanjang daringnya? Bagaimana kabar kondisi anak dan orangtua khususnya, anak mulai bosan, anak malah senang, emak bahagia, emak makin pusing?

Dengan segala tugas dari guru belajar di rumah, menjadi salah satu solusi yang diambil oleh pemerintah. Serba serbi pembelajaran daring dirasakan oleh para guru maupun orangtua seperti kendala gadget yang apa adanya, kuota, juga sinyal dan materi pembelajaran yang harus dikejar.

Minggu pertama pembelajaran jarak jauh dengan metode daring, masih diikuti dengan riang gembira oleh anak dan orang tua. Namun tak lama kemudian, anak dan orangtua mulai kewalahan dengan program belajar di rumah. Selain merasa bosan anak juga banyak yang terbebani oleh tugas-tugas yang diberikan guru. Karena hampir setiap guru memberikan tugas dengan deadline waktu yang hampir sama sehingga menumpuk dan stres.  Jika stres terjadi maka ini berakibat penurunan imun tubuh, padahal imun tubuh dibutuhkan di kondisi seperti sekarang.

Kendala kuota bagi orangtua yang kesulitan untuk membeli karena keterbatasan uang. Jangankan memikirkan kuota, untuk bertahan hidup di masa seperti sekarang saja sudah sulit. Terutama para orang tua yang penghasilannya harian, karena harus diam di rumah, sulit mendapat penghasilan dan mengandalkan sisa di hari yang kemarin untuk bisa bertahan hidup. Ada juga anak yang gadgetnya tidak support dengan berbagai platform.

Orangtua yang  kesulitan membimbing anaknya karena tidak menguasai pelajaran yang diberikan oleh guru.  Yak orang tua terutama para ibu yang tidak siap. Baik secara teknis, keilmuan dan pemahaman, skill, maupun mental sebagai pengajar. Orangtua pun tidak semua memiliki kesabaran atau kemampuan yang sama dengan guru dalam membimbing. Maka, tak sedikit para siswa, guru, bahkan orangtua yang gagap menghadapi perubahan situasi yang sangat drastis ini. Kondisi ini membuat beberapa anak bahkan para orangtua stres.

Di sekolah dalam kondisi normal saja murid sudah  terbebani dengan tuntutan kurikulum, ditambah kondisi sekarang yang terpaksa pembelajaran daring, murid semakin terbebani karena fasilitas sangat tidak memadai. Akhirnya belajar di rumah bagi mereka, makin terasa tak menyenangkan. Guru pun tak kalah stres karena faktanya, tak semua guru memiliki kompetensi memadai dalam sistem kerja dalam jaringan (daring).

Dengan pembelajaran daring ini membuat orangtua ikut berperan aktif dalam pembelajaran siswa. Corona memberikan dampak yang luar biasa pada habit murid dan orangtua. Hikmah dari korona ini adalah  mengembalikan peran keluarga sebagai madrasatul ula/pendidik pertama bagi anak. Karena pada faktanya tak sedikit orangtua yang mengabaikan kewajiban mendidik anak-anak. Mereka menyerahkan tanggungjawa penuh pada sekolah. Orangtua hanya terima jadi dari pendidikan sekolah.

Semua kondisi ini lantas diperparah dengan lemahnya fungsi keluarga dan masyarakat sebagai dampak penerapan sistem sekuler. Tengok saja, tak sedikit orang tua yang dengan sadar mengabaikan kewajiban mendidik anak-anak mereka. Mereka melepas tanggung jawab pendidikan secara penuh kepada sekolah. Inilah salah satu yang membuat mereka begitu gagap saat situasi wabah. Yakni, saat anak-anak terpaksa harus sekolah di rumah.

Mereka yang gagap bisa jadi dikarenakan tak sepenuhnya paham, bahwa madrasah pertama hakikatnya ada di rumah. Dan merekalah sejatinya penanggung jawab pendidikan di hadapan Allah. Maka tak heran banyak orangtua dan anak yang stres menghadapi pembelajaran daring tersebut. Anak harus stay at home dengan berbagai macam tugas dari guru, orangtua khususnya ibu harus membagi peran, sebagai ibu rumah tangga, ibu pekerja sekaligus sebagai guru.

Anak mulai bosan dan akan selalu bertanya mau sampai kapan belajar seperti ini. Menunggu sampai wabah ini hilang, karena wabah ini sangat cepat dalam penularannya. Jika anak dibiarkan masuk sekolah maka akan terjadi kontak sosial. Padahal pencegahan Covid-19 ini dengan menghindari kerumunan. Jika pemerintah tidak mengambil langkah karantina nasional maka perkembangan virus Covid-19 ini akan terus bertambah.

Dampaknya adalah sekolah akan semakin lama menggunakan pembelajaran daring. Dan ternyata presiden tidak menginginkan karantina secara masal/lock down. Akhirnya sekolah juga akan memperpanjang masa daringnya. Seharusnya kebijakan pemerintah bisa mempertimbangkan keamanan rakyat. Pendidikan berkaitan dengan masa depan generasi bangsa.

Jika tidak ada kejelasan kebijakan dari pemerintah untuk tangani wabah secara serius maka nasib pendidikan pun tidak akan ada kepastian. Mau dibawa kemana nasib pendidikan kita. Wabah semakin meluas tidak akan mungkin terjadi pembelajaran di sekolah. Akhirnya kembali lagi bahwa negara sebagai penanggung jawab semua urusan rakyatnya.

Ketidakbecusan mengurusi urusan rakyat akan mengimbas di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Masukan untuk kebijakan Lockdown secara nasional tidak pernah digubris oleh pemerintah. Pemerintah terlalu pelit untuk memberikan subsidi ketika diberlakukan Lockdown secara nasional. Maka dengan tidak adanya Lockdown ini sekolah pun akan diliburkan sampai tiba saatnya wabah ini menghilang. Jadi para orangtua dan guru harus memiliki kesabaran yang ekstra dalam membimbing anak. Semoga para pendidik diberikan amunisi semangat dan kesabaran dalam mendidik generasi bangsa. *


latestnews

View Full Version