View Full Version
Rabu, 15 Apr 2020

Ketahanan Keluarga di Tengah Pandemi

 

Oleh:

Nurul Aqidah

Member Komunitas Aktif Menulis, Bogor

 

PANDEMI covid-19 ternyata tak hanya menghambat aktivitas hingga mengorbankan nyawa. Penyebaran covid-19 yang pertama kali berkembang di Wuhan, China itu ternyata juga mengganggu kehidupan rumah tangga. Dilaporkan bahwa angka perceraian di China menjadi meningkat beberapa waktu belakangan. Penyebabnya ternyata adalah masa isolasi yang membuat banyak orang tidak tahan dengan pasangan.

Sebanyak 300 pasangan telah mengajukan permohonan cerai sejak 24 Februari, waktu di mana lockdown di China mulai diberlakukan. Menurut petugas pendaftaran pernikahan di Provinsi Sichuan, China, kebanyakan dari mereka ingin cerai karena korona. Ketika menghabiskan banyak waktu bersama selama masa isolasi, ternyata beberapa pasangan malah jadi sering bertengkar. (Detik.com, 16/03/2020)

Kota Xi'an di Ibu Kota Provinsi Shaanxi di barat laut China memiliki jumlah permohonan perceraian yang sangat tinggi, sampai-sampai mencapai batas yang ditetapkan oleh kantor pemerintah. Global Times melaporkan, ada dua alasan mengapa angka permohonan cerai pasangan itu sangat tinggi: pertama, kantor telah ditutup selama sebulan, sehingga mereka kemungkinan akan terkena gelombang permintaan yang tertunda sekarang setelah mereka dibuka kembali. Namun, yang kedua adalah masa karantina yang panjang, membuat banyak pasangan berada dalam sebuah lingkungan yang mudah menyebabkan pertengkaran.(Wartaekonomi.co.id, 19/03/2020)

Dampak dari pandemi covid-19 ini mungkin bisa juga menyerang pasangan suami istri yang berada di Indonesia. Pasalnya, pemerintah Indonesia pun menetapkan kebijakan physical distancing untuk menanggulangi pandemi covid-19 agar tidak semakin menyebar. Salah satunya adalah dengan cara bekerja dari rumah (Work From Home), menahan diri di rumah (stay at home) untuk tidak melakukan kontak dengan orang lain. Sehingga mengharuskan setiap orang untuk melakukan isolasi dalam jangka panjang dan belum ada kepastian kapan akan berakhir.

Tidak dipungkiri bagi mereka yang menjalani kegiatan WFH terutama dalam jangka waktu yang lama tentu akan timbul rasa bosan. Pada akhirnya bisa menjadi beban tersendiri yang mempengaruhi kualitas interaksi pasangan. Belum lagi emosi tidak stabil atau perasaan cemas berlebihan akibat pandemi covid-19 yang membuat mudah marah pada orang di sekitar termasuk pasangan sendiri.

Intensitas pertemuan suami istri yang sering bisa berdampak pada kualitas hubungan suami istri secara keseluruhan. Pasangan suami istri yang berada di rumah dan bertemu selama 24 jam setiap hari bisa mempererat suatu hubungan. Tapi bisa juga menimbulkan rasa jenuh terhadap pasangan yang tidak menutup kemungkinan justru menimbulkan konflik yang mengarah pada perpisahan atau perceraian.

Di dalam menghadapi situasi pandemi covid-19 yang masih belum diketahui sampai kapan berakhir, tentunya perlu banyak dukungan dari berbagai pihak terutama dari pasangan. Pasangan yang mampu beradaptasi dengan perubahan dan melewati setiap kesulitan bersama-sama akan memiliki ikatan pernikahan yang semakin kuat dan tangguh. Selama masa isolasi pandemi, adaptasi bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya melakukan kegiatan menyenangkan bersama keluarga untuk menciptakan kekompakan dan keharmonisan.

Sehingga sangatlah disayangkan, apabila kebersamaan pasangan suami istri dalam masa isolasi yang panjang justru membuat tingginya angka perceraian. Setiap pasangan seharusnya mampu saling menguatkan dalam menghadapi situasi genting pandemi covid-19. Namun ketika pernikahan tidak memiliki tujuan yang jelas dan hanya dijadikan sebagai sarana menyatukan antara pria dan wanita, maka semua itu bisa saja terjadi.

Dalam agama Islam, pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT. Pernikahan diartikan sebagai berkumpulnya atau menyatunya pria dengan wanita melalui akad nikah yang memenuhi syarat-syarat pernikahan  serta rukun nikah yang berlaku.  Diantaranya adanya calon mempelai pria dan wanita, wali nikah serta adanya ijab kabul atau akad nikah.

Pernikahan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalizha). Sebagai bentuk janji suci sekaligus ikatan sakral yang bukan hanya antar manusia yang terlibat, tetapi juga Allah Swt. Oleh karenanya, akan menimbulkan konsekuensi lahir dan batin, dunia dan akhirat.

Adapun orang yang melaksanakan pernikahan telah dianggap memenuhi separuh agamanya. Berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Siapa yang diberi karunia oleh Allah seorang istri yang salihah, berarti Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, bertaqwalah kepada Allah setengah sisanya. (HR. Baihaqi)

Dalam riwayat lain, juga dari Anas bin Malik, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka bertaqwalah kepada Allah pada setengah sisanya.

Dengan pernikahan akan membuat seseorang lebih merasakan ketenangan, ketentraman dan rasa berkasih sayang. Sesuai dengan firman Allah Swt.: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (TQS. Ar-Ruum ayat 21)

Pernikahan dalam islam bukan hanya sekedar bagaimana laki-laki dan perempuan dapat memenuhi kebutuhannya secara biologis. Tapi pernikahan adalah proses ibadah kepada Allah Swt. yang di dalamnya terdapat proses membina rumah tangga, mendidik keluarga atau anak-anak, dan juga menjaga keharmonisan. Sehingga tercipta tujuan pernikahan yaitu membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah yang dilandasi keimanan dan ketakwaan agar dapat menjalankan syariat Islam dengan sebaik-baiknya.

Setiap keluarga muslim berkewajiban memperkuat ketahanan keluarganya masing-masing. Allah Swt. berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman ! peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."(TQS. At-Tahrim ayat 6).

Faktor utama yang menyebabkan lemahnya ketahanan keluarga muslim adalah kurangnya pemahaman Islam yang diterapkan dalam keluarga. Padahal aturan Islam adalah pondasi dalam membangun ketahanan keluarga. Rendahnya pemahaman Islam ini akan membuat ketahanan keluarga mudah rapuh. Ditambah lagi, adanya pengaruh paham liberalisme atau kebebasan yang menjauhkan ajaran Islam dalam tatanan keluarga. Sehingga masalah sepele pun bisa menjadi pertikaian, akibat pasangan suami istri cenderung lebih mengedepankan nafsu dan ego masing-masing dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga.

Oleh karena itu, pasangan suami istri harus mampu menjaga ketahanan keluarga dengan cara menjadikan aturan Islam sebagai dasar untuk memperkuat ketahanan keluarga. Meskipun terjadi konflik dalam keluarga, pernikahan yang dilandasi atas dasar ketaatan terhadap Allah Swt. tentunya tidak akan mudah menyerah pada perpisahan atau perceraian.*


latestnews

View Full Version