Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd.
"Mi, coba jualan deh. Siapa tau ada rezeki lebih lewat Ummi", kata seorang suami pada istrinya suatu hari.
Adakah suami yang sengaja meminta istrinya bekerja seperti kalimat di atas? Ada dan banyak. Sebelum pandemi, para perempuan termasuk istri sudah dipaksa keadaan untuk membantu perekonomian keluarga dengan bekerja atau berjualan apa saja. Di tengah pandemi, saat roda perekonomian lumpuh, perempuan didesak lebih kuat untuk turun membantu perekonomian keluarga. Sosok yang tadinya ibu rumah tangga, kini ikut memutar otak untuk mencari kepingan rupiah demi dapur mengepul.
Tak masalah perempuan bekerja, berjualan atau apapun yang menghasilkan uang. Itu semua adalah aktivitas mubah. Masalah timbul ketika perempuan dipaksa meninggalkan tugas utamanya sebagai ummu wa rabbatul bayt demi menjalankan yang mubah ini. Apalagi saat ada bayi dan balita yang butuh didampingi. Kehadiran dan kasih sayang ibu bagi bayi dan balita tak bisa tergantikan bahkan oleh nenek sekalipun. Ditambah lagi jika anak butuh bantuan dan pendampingan dalam melakukan Pembelajaran Jarak Jauh dari sekolahnya.
Bekerja mencari nafkah adalah ranah optional atau pilihan bagi perempuan. Jangan dipaksa kalau ia lebih memilih membersamai anaknya. Apalagi memaksa dengan dalil yang seolah menyatakan perempuan yang menghasilkan uang itu bagus di mata agama.
"Harta istri itu obat", kata suami beralasan. Dalil di bawah ini yang kemudian disodorkan.
Bahwa ada lelaki datang kepada Ali radhiyallahu anhu, berkata : “Sesungguhnya dalam perutku ada penyakit”. Ali bertanya kepadanya: “Apakah kamu memiliki istri ?”. Dia menjawab : “Iya”. Ali berkata : “Pergilah dan mintalah suatu pemberian dari harta istrimu dalam keadaan istrimu memberi dengan senang hati, lalu belilah madu, tuangkan padanya air hujan, lalu minumlah!
Jangan keliru, kisah ini bukan dalil bagi istri untuk bekerja atau mencari uang. Ia jadi penguat untuk dalil dalam al qur'an dalam urutan menyedekahkan harta istri. Allah berfirman dalam al qur'an surat Al Baqarah ayat 215 yang artinya:
"Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan". Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya".
Kisah itu menjadi dalil bagi keberkahan harta istri. Kemuliaan dan keutamaan juga keberkahan didapat oleh istri kala ia menjalankan dalil dalam qur'an surat al Baqarah ayat 215 dalam menyedekahkan harta.
Kembali lagi, jangan paksa istri bekerja mendulang uang ketika ia masih kewalahan dengan kewajiban utamanya sebagai ummu warobbatul bayt. Tapi bagi istri, jika mampu, tak ada salahnya ikut mencari rezeki demi keluarga. Karena harta yang dimakan oleh keluarga menjadi berkah dan mulia. Wallahu'alam bish shawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google