Oleh: Widya Fauzi
Terjebak di sebuah ruang, tak bisa pergi dan tak bisa pulang. Mungkin inilah yang disebut sebagai jebakan yang paling tak menyenangkan. Kondisi yang cukup untuk menggambarkan dunia para ibu rumah tangga. Yakni sebuah dunia di balik tembok dan pagar, nyaris tak bisa kemana-mana. Akan tetapi kalau ia mau, ia bisa saja lari dari jebakan. Bukankah rumah itu memiliki pintu untuk kita bisa kabur? Bahkan mungkin saja sang kepala rumah tangga pun menyediakan celah untuk kita bisa melarikan diri. Peraturankah yang menghalangi kita, para ibu untuk meraih "kebebasannya"? Bukankah peraturan itu makhluk kaku yang sangat mudah untuk dilanggar, diakali dan dibodohi?
Pada kenyataannya banyak ibu rumah yang memilih untuk tetap diam di dalam tembok bernama 'rumah'. Sama sekali ia tidak ingin lari untuk kabur. Mengapa? Karena kebebasan itu bukan di luar atau di dalam ruangan. Kebebasan itu ada pada mindset kita.
Maka, akhirnya kita sebagai ibu rumah tangga bisa memilih untuk ikhlas dan menyamankan dirinya di dalam rumah. Awalnya mungkin tak mudah namun bukankah salah satu kelebihan manusia adalah kemampuannya untuk dapat beradaptasi pada situasi terburuk sekalipun?
Bunda, sekalipun kita "hanya" berada di dalam rumah, hidup harus terus berlanjut bukan? Rumah selalu kaya dengan kehidupan. Yang dibutuhkan hanyalah cara untuk mencari dan memanfaatkannya di dalam rumah, bukan di luarnya. Ternyata banyak hal yang bisa ibu rumah tangga lakukan di dalam rumah sebagai wujud aktualisasi dirinya. Kita bisa menghadirkan dunia di dalam rumah. Kita bisa menata setiap detail ruang rumah kita, membuatnya terasa nyaman untuk kita tempati bukan untuk dinilai oleh orang lain.
Kita bisa belajar bermain dan bercanda bersama anak dan suami kita. Bahkan kita bisa pula tertawa hingga menangis bersama saat mengevaluasi perjalanan panjang rumah tangga yang penuh liku.
Seperti kata pepatah, "money can buy a house, but not a home". Maka, saat bunda tidak bisa merasa nyaman ketika berada di rumahnya, itu menandakan ada masalah yang perlu diatasi. Bunda, mari kita tumbuhkan kemampuan sosiabilitas kita. Buatlah diri kita feels at home saat berada di rumah. Maka lihatlah perubahan yang akan terjadi. Bahagiamu akan terpancar ke seluruh sudut rumah. Anak dan suami pun akan turut menerima pancaran sinar bahagiamu.
Semoga jika bunda berbahagia, bunda akan dengan mudah memberikan nasihat dan pendidikan bagi anak-anaknya. Bunda akan mampu melejitkan potensi anak dan suami sehingga mereka bisa menjadi hebat dan mampu memberikan manfaat bagi dirinya juga orang-orang di sekelilingnya. Tentu saja dengan manfaat yang sesuai standar Islam, bukan standar Kapitalis yang bertopang pada materi. Mari berjuang bersama, menghantarkan anak dan suami kita pada kebahagiaan hakiki; kebahagiaan dunia dan akhirat, Ridho Allah Robbul A'lamin. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google