Oleh:
Aktif Suhartini, S.Pd.I || Ibu Rumah Tangga/Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok
TAHUN ajaran baru bagi anak-anak sekolah sudah dimulai, tentu saja suasananya sangat jauh berbeda dengan yang dibayangkan. Pasalnya, di tahun ajaran 2020-2021 ini, pandemi Covid-19 tak kunjung reda, malah penyebarannya makin meningkat dan jumlah orang yang terinveksi oleh si mungil yang tak terlihat secara kasatmata ini semakin bertambah. Sehingga pembelajaran yang aman di tengah pandemi ini dengan media online.
Dulu, sebelum Covid-19 ini muncul, terbayang sudah bagaimana senangnya para emak punya anak yang akan bersekolah, bisa mengantar anak sampai pintu gerbang sekolah, sambil melambaikan tangan dan berkata, “Selamat belajar Cayank...yang pintar ya Nak…Jadi anak Saleh. Semoga ilmu yang diperoleh bisa bermanfaat dan berguna untuk umat...Aamiin.” Itulah kata-kata yang akan saya ucapkan sambil memanjatkan do'a untuk anak tercinta.
Sudah terbayang dan terlihat sudah dalam pelupuk mata bahwa anak balitaku nanti akan mulai mengecap kehidupan baru yaitu belajar melalui lembaga resmi pendidikan di luar rumah. Yaitu lembaga PAUD.
Namun, pupus sudah bayangan itu. Apa boleh buat, ketika tahun ajaran baru tiba, ternyata penyebaran pandemi Covid-19 bukannya berakhir, malah semakin terlihat peningkatan orang yang terinfeksi. Bahkan, yang tadinya daerah zona merah menjadi zona hitam, yang tadinya zona hijau menjadi zona merah. Sangat mengerikan tentunya.
Maka, setelah para orang tua berdiskusi dan berkoordinasi dengan pihak lembaga sekolah, dinformasikan bahwa untuk tahun ajaran 2020 -2021, sistem pendidikan memakai kurikulum pandemi yaitu BDR (Belajar Dari Rumah). InsyaAllah, pada Januari mendatang, jika pandemi ini sudah berakhir, kegiatan belajar mengajar akan kembali normal. Aamiin.
Sungguh sangat dilema. Di satu sisi, para orang tua ingin agar anak-anaknya tetap belajar walaupun jumlah penderita Covid-19 mengalami peningkatan. Di sisi lain, para orang tua, terutama emak-emak, sangat kesulitan bahkan ada yang sampai stres karena harus ikut berperan aktif sebagai guru saat kegiatan belajar mengajar berlangsung di rumah.
Yang menjadi masalah, tidak semua orang tua memiliki latar belakang pendidikan serta berkemampuan mengajar. Anak-anak juga biasanya lebih senang bermanja-manja dan bermain santai di rumah. Ketika guru memberikan tugas online, kadang mereka malas mengerjakannya. Nah, di sanalah peran para emak muncul untuk menyemangati anak-anaknya. Pastinya para emak ditanyain oleh gurunya. “Bunda...sudah selesai belum tugas Ananda hari ini...?"
Bagi para emak yang punya anak yang masih PAUD seperti saya, atau pun punya anak SD (Terutama kelas 1 dan 2), tidak bisa berharap mereka duduk manis di depan gawai atau laptop ketika mengikuti arahan guru dalam kegiatan belajar mengajar, karena fitrahnya mereka adalah bergerak terus sebagai tanda anak aktif yang sehat.
Masalah pun tak sampai di situ saja, pemberlakuan Work from Home (WfH) dari kantor suami bekerja, sebagai salah satu usaha mengurangi percepatan laju Covid-19, otomatis menambah stres. Karena pemberlakuan WfH akan mengurangi pendapatannya.
Bayangkan saja Mak…? Bagaimana tidak stres, gaji suami berkurang karena WfH, sementara pengeluaran biaya bertambah per harinya. Sekarang, ada bapak dan anak-anak di rumah, tentu saja dapur harus ngebul terus. Tentunya porsi memasak dan membuat camilan keluarga juga akan bertambah. Belum lagi, rumah berantakan tak ada rapinya. Namanya ada anak di rumah seharian, baju kotor, piring kotor, rumah kotor terus tiada henti. MasyaAllah....Pusingggg.
Ditambah lagi, pengeluaran semakin bertambah dengan sistem belajar online dan WfH karena pembelian pulsa dan kuota menjadi suatu kewajiban. Pos biaya tetap juga bertambah. Sebagai bendahara keluarga, tentunya para emak juga bingung seperti saya mengatur keuangan keluarga. Bukannya pos pendapatan yang bertambah agar ada surplus, ini malah pos pengeluaran yang membumbung tinggi…Duh Gusti.
Inilah salah satu curhatan atau obrolan para emak yang dilema ketika pandemi ini tak kunjung reda. Ini merupakan sebuah cara untuk meluapkan perasaan kesal, marah, emosi dan bingung bagaimana mencari solusi untuk menyelesaikan masalah ini.
Sebenarnya, dilema yang dirasakan para emak di masa pandemi ini, tidak akan terjadi, jika sedari awal pemerintah mau menerapkan hukum Allah, terkait mewabahnya pandemi, yakni karantina wilayah (Lockdown). Namun, pemerintah enggan menerapkan kebijakan ini. Pemerintah lebih mementingkan segelintir oligarki yang takut usahanya bangkrut. Walhasil, rakyatlah yang menjadi korban.
Padahal, karantina wilayah ini sangat efektif untuk menghambat penyebaran Covid-19 ini. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW, ”Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)
Andaikan pemerintah mau melakukan karantina wilayah, maka kesulitan para emak pun akan teratasi dan tentunya emak-emak sangat senang, karena aktivitas akan berjalan normal kembali. Anak-anak bisa bersekolah seperti biasanya. Sang ayah pencari nafkah normal berkerja seperti biasa, sehingga tidak ada pengurangan pendapatan atau sampai adanya PHK. *