Oleh:
Fitriana || Guru/Anggota Komunitas Muslimah menulis Depok
TAK pernah terbayang oleh kita semua, pandemi Covid-19 telah mengubah kebiasaan dan aktivitas kita menjadi kebiasaan baru. Kita dituntut untuk segera adaptif terhadap perubahan tersebut supaya tidak berlarut-larut dalam ketidakpastian. Termasuk adaptif terhadap perubahan dalam dunia pendidikan.
Mengambil hikmah dari adanya pandemi, pendidikan anak yang semula dititikberatkan di sekolah, kini dikembalikan kepada asalnya, yaitu belajar di rumah bersama orang tua. Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak. The New Normal membantu kita melakukan transformasi pendidikan melalui penerapan pembelajaran yang dilakukan di rumah bersama dengan orang tua. Keterlibatan orang tua pun menjadi kunci penting bagi kesuksesan anak dalam kehidupan.
Keterampilan pengetahuan dan kecakapan hidup anak terutama berasal dari pengaruh keluarga. Ketika pandemi menyerang seperti saat ini, anak-anak belajar dari rumah, sebagai pengganti guru di sekolah dikembalikan kepada orang tua di rumah. Dalam kondisi belajar di rumah, peran pengasuhan dan pengawasan yang sebelumnya didominasi guru saat anak di sekolah, kini berpindah kepada orang tua di rumah. Peran orang tua sebagai guru harus dapat diterima oleh anak, seperti mereka menerima guru mereka di sekolah.
Supaya anak-anak mau menerima orang tua sebagai pengganti guru selama di rumah, diperlukan kiat-kiat mendampingi anak di rumah. Orang tua harus menyadari bahwa menikah dan memiliki anak yang seluruh prosesnya merupakan bagian dari kerja bervisi peradaban. Siap atau tidak siap, ketika kita dikarunia anak maka pada saat itu kita ditugaskan oleh Allah SWT menjadi seorang guru. Ketika Allah menitipkan anak kepada kita, itu adalah tanda dari Allah bahwa kita mampu untuk membesarkannya selaras dengan bimbingan-Nya. Kita harus menikmati kebersamaan dengan anak-anak kita yang hanya sebentar, karena setelah itu mereka diharapkan senantiasa dapat mendoakan kita selaku guru biologis mereka sampai kapan pun.
Banyak orang tua ketika mendidik anak tidak memiliki kurikulum pendidikan di rumah yang kreatif, yang dapat melahirkan generasi cerdas, sehat dan beradab. Pada hakikatnya, sekolah hanyalah partner orang tua dalam mendidik anak. Dengan adanya pandemi Covid-19, Allah hendak mengingatkan kita selaku orang tua akan tugas besarnya melahirkan dan membentuk generasi cerdas, sehat dan beradab dari rumah.
Jika orang tua memiliki kurikulum di rumah yang dipakai dan disepakati bersama dengan anak, diharapkan kurikulum tersebut dapat berjalan dan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Sehingga anak-anak akan mengetahui dan paham tentang kehidupan, mengapa mereka harus hidup, apa tujuan mereka hidup dan bagaimana mereka mengisi kehidupan ini.
Beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua untuk memberikan pengantar dan prinsip-prinsip utama kehidupan dengan berkisah dan berdialog penuh hikmah kepada anak. Bisa dilanjutkan dengan detail dalam pembiasaan berupa adab pada anak yang menyentuh akal/pikirannya, kalbu/hatinya dan jasad/fisiknya. Pembiasaan ini sekecil apapun kalau itu berupa kebaikan, niscaya besar nilainya di sisi Allah SWT.
Pembiasaan yang dilakukan oleh anak-anak bertujuan untuk mencapai keterampilan berupa life skill, soft skill dan hard skill. Sehingga terbentuk generasi yang cerdas, sehat dan beradab yang memiliki fisik yang kuat, akhlak yang mulia, berwawasan luas, berakidah lurus, beribadah dengan benar, memiliki semangat yang besar, konsisten, waktunya terjaga, urusannya teratur, ekonominya mandiri dan kehadirannya bermanfaat.
Beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk membentuk generasi yang cerdas, sehat dan beradab adalah dengan menggunakan kata-kata terbaik, kata-kata positif dalam menyampaikan pesan atau bertutur kata, karena kata-kata memiliki makna yang dalam. Selanjutnya menumbuhkan suasana produktif dan menyusun jadwal yang disepakati bersama. Jadwal yang dibuat hendaknya lebih fleksibel dan tidak terlalu ketat supaya anak tidak merasa hidup dalam tekanan. Yang tidak kalah penting adalah menggunakan metode yang menyenangkan supaya anak merasa bahwa belajar adalah sesuatu yang menyenangkan dan menjadi kebutuhan. Terakhir adalah mengoptimalkan waktu untuk meningkatkan keakraban dengan anak.
Kita berharap akan banyak lahir anak-anak generasi penerus peradaban gemilang yang memiliki visi dan misi yang besar di tengah kondisi yang tidak bisa kita prediksikan, muncul dari keluarga-keluarga yang menjadikan rumah sebagai ‘madrasatul ula’, orang tua sebagai pendidik pertama dan utama.*