Oleh: Desi Wulan Sari
Telah terjadi tragedi penganiayaan seorang Ibu kepada anak kandungnya hingga mengakibatan kematian. Peristiwa naas ini terjadi di sebuah rumah warga Desa Cipalabuh, Kecamatan Cijaku, Kabupaten Lebak, Banten. Sang Ibu merasa kesal hingga menganiaya putrinya (8) yang masih duduk di kelas 1 SD penuh kegeraman, dengan alasan anaknya sulit menerima pembelajaran saat belajar daring. Sang Ibu LH (26) beserta Ayah kandungnya (IS) telah bekerjasama dalam menghilangkan nyawa putri kandungnya, hingga mengubur jenazahnya dengan paksa (cnnindonesia.com, 15/9/2020).
Suasana duka, geram, marah, kecewa diungkapkan oleh publik. Betapa seorang ibu dengan mudahnya, menghilangkan nyawa manusia tanpa memikirkan akibatnya. Kejadian tersebut membuat para pelaku dikecam dan dihujat oleh masyarakat. Beribu pertanyaan ingin dilontarkan oleh setiap orang.
Mengapa orang tua bisa berbuat hal keji kepada anak kandungnya sendiri?
Perlakuan kekesalan sang ibu ditumpahkan dengan mencubit keras paha anaknya, dipukuli sebanyak lima kali dengan gagang sapu, hingga membuat tubuhnya lemas, bahkan dipaksa untuk berdiri lagi, dan didorong hingga kepalanya membentur lantai. Si anak tidak berdaya membuat tubuhnya tidak bisa berbuat apa-apa. Dalam keadaan masih hidup dan sesak napas, sang putri dibawa jalan dengan motor oleh kedua orang tuanya, dengan alasan mencari udara segar buat sang anak karena khawatir pada kondisinya.
Pada akhirnya, dalam perjalanan sang anak tewas. Dan dalam kepanikannya itu mereka segera mengubur putrinya masih dengan pakaian lengkap di sebuah TPU yang ada di desa tersebut. Seperti dilansir berita nasionalokezone.com, 16 September 2020 yang lalu, insiden ini ditanggapi oleh Komisioner KPAI, Retno Listyarti bahwa tidak seharusnya orang tua melakukan hal tersebut. Sebab anak adalah tanggung jawab orang tua bukan menjadi beban, perlunya kesabaran mendampingi anak belajar di masa pandemi juga harus ditingkatkan.
Seperti inilah potret buram ketahanan keluarga negeri ini. Terkikisnya peran-peran orang tua terhadap pengasuhan, pendidikan dan pelindung anak-anaknya semakin tidak terkontrol lagi. Terlebih peristiwa ini terjadi di tengah pandemi, ketika hampir seluruh anak didik dipindahkan belajar online di rumah. Satu dan lain hal, dampak dirumahkannya anak-anak menjadi beban baru bagi kaum ibu rumah tangga. Tetap, negara belum juga mampu mengatasi sistem pendidikan yang terbaik. Akibatnya banyak keluarga dan anak-anak menjadi korban kekerasan di dalam rumahnya sendiri.
Para Ibu menghadapi situasi pandemi ini dengan stress dan emosi yang tidak stabil. Karena dianggap beban rumah tangga, sekaligus menjadi pengajar pendidikan menambah ruwetnya tanggung jawab sebagai ibu di rumah. Semestinya peran sejati seorang ibu lebih kepada seorang pendidik dan menonjolkan kasih sayang kepada anak-anaknya, bukan malah menjadi penjagal akibat nafsu dan amarah apalagi gelap mata. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata, saat emosi sudah di ubun-ubun, maka godaan untuk berbuat pada batas nalar seorang ibu akan dilakoni, jauh sebelum penyesalan akan datang pada akhirnya..
Lalu siapakah yang patut disalahkan dari kejadian ini? Pandemikah, pendidikan sekolah yang berganti haluan, atukah pemerintah sebagai institusi penyelenggara pendidikan?
Banyak faktor yang mempengaruhi kekerasan pada anak. Namun yang pasti sistemlah yang tengah merusak tatanan masyarakat dan keluarga dari fungsi yang seharusnya. Sistem kapitalisme, sekulerisme dan liberalisme menjadi pemicu degradasi moral, mental dan spiritual bagi setiap individu. Tak ada lagi rasa aman, nyaman dan kasih sayang seorang Ayah dan Ibu kepada anaknya. Berbagai sikap orang tua yang dtunjukkan kepada anaknya tergantung pada kondisi dan situasi orang tua, baik dari kondisi ekonomi, kesehatan mental dan spiritual, dan sosial.
Minimnya pembekalan agama dalam ilmu pengasuhan dan keluarga menjadikan sebuah pernikahan hanya sebuah kebutuhan dan peran orang tua menjadi kebetulan. Padahal seharusnya, menjadi orang tua itu harus betulan (sesungguhnya), yang siap pada konsekwensi sebuah pernikahan.
Dan yang terpenting, support negara harus mampu mengambil alih peran sebagai pemutus mata rantai kekerasan dan penghasil kebijakan tepat, agar peristiwa semacam ini tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Memastikan tidak akan ada lagi korban kekerasan pada anak hingga kehilangan nyawa.
Ibu adalah Pendidik Pertama dan Utama
Seorang penyair ternama Hafiz Ibrahim mengungkapkan:
“Al-Ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq.”
Artinya: Ibu adalah madrasah (Sekolah) pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.
Allah menciptakan perempuan sebagai makhluk yang dikodratkan dalam perantara lahirnya manusia di muka bumi sebagai penerus generasi yang bertakwa. Perempuan diberikan kelebihn sebagai ibu untuk bisa mengandung, melahirkan, memelihara calon generasi umat penerus peradaban gemilang. Perempuan sebagai pendidik paling utama bagi anak. Ibu yang dibekali dengan tsaqafah Islam, akan mengeahui bagaimana cara mendidik anak sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah saw. Dengan Ibu yang berkualitas akan membentuk anak yang berkualitas karena didikan dan pengasuhan yang terbaik diberikan darinya.
Inilah beberapa peran ibu dalam mendidik anak:
1. Mendidik anak untuk bertanggung jawab.
2. Mendidik anak mulai dari dalam kandungan.
3. Mendidik sopan santun agar anak memiliki akhlak yang mulia.
4. mendidik iman kepada anaknya.
Itulah mengapa, jika peran dan fungsi ibu dijalankan dengan baik dan benar sesuai syariat, maka tidak akan ada lagi kasus-kasus miris yang melibatkan ibu dan anak di masa yang akan datang. Keburukan sistem kapitalis, sekuleris dan liberalis yang ada sekarang tidak mampu melindungi keluarga muslim atau keluarga mana pun di muka bumi. Hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan ketahanan keluarga bertakwa dalam melanjutkan kehidupan Islam. Melalui ibu yang terdidik maka lahirlah anak yang didambakan, sebagai calon pemimpin umat di masa yang akan datang. Wallahu a’lam bishawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google