Dengan sifat keibuan, kita bisa membangun pendidikan, hukum, sosial budaya dan ekonomi dengan sebaik-baiknya.
Oleh:
Nuim Hidayat || Ketua Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia Kota Depok
SEBAGAI ayah kita memaknai hari ibu bukan sekadar menghormati istri dan ibu kita. Tapi juga bermakna bahwa sebagai ayah kita juga mesti bersikap keibuan. Apa maknanya?
Maknanya dalam keluarga mesti kita bersikap ramah terhadap istri dan anak. Menghormati pendapat istri sehari-hari dan bersama istri mendidik anak-anak bersama. Jangan serahkan pendidikan anak hanya pada istri. Karena ibarat sayap burung, anak-anak tidak bisa terbang tinggi bila ayah tidak ikut mendidik. Dengan ayah ikut mendidik sayap kiri kanan anak bisa dioptimalkan. Laki-laki yang punya sifat agresif dan aktif, akan menambah potensi akal anak lebih berkembang.
Begitu juga dalam berbangsa. Para pejabat laki-laki harus punya sifat keibuan. Maknanya melihat rakyatnya dengan empati. Melihat rakyatnya bukan hanya terdiri dari orang kaya, tapi juga banyak orang miskin. Dengan empati, maka pejabat akan hilang rasa tamaknya. Adanya sekitar 100 juta orang miskin di tanah air, karena para pejabat kebanyakan rakus terhadap harta.
Dengan sifat keibuan, kita bisa membangun pendidikan, hukum, sosial budaya dan ekonomi dengan sebaik-baiknya.
Sifat keibuan ini dicontohkan Rasulullah Saw ketika membangun negara Madinah. Dimana para suku yang tadinya suka berperang, didamaikan disaudarakan. Anak-anak perempuan yang tadinya dibunuh, dilarang oleh Rasulullah. Justru perempuan atau ibu harus 'lebih dihormati' di keluarga.
Tradisi lisan yang membudaya di masyarakat, 'diganti' dengan tradisi tulisan. Budaya jahiliyah dan gosip diganti dengan budaya ilmu. Penyembahan kepada patung/makhluk, diganti dengan penyembahan kepada Khaliq/Allah. Budaya telanjang perempuan diganti dengan budaya menutup aurat (jilbab).(