Sebagaimana stres bisa terjadi pada siapa saja. Maka bahagia juga berhak dirasakan oleh siapa saja termasuk ibu.
Oleh:
Tri Asti || Ibu Rumah Tangga, Member Revowriter Jogja
MIRIS mendengar kabar hari ini. Anak-anak terbunuh di tangan ibunya sendiri. Lantaran anak tidak paham pembelajaran online juga karena himpitan ekonomi. Seperti pembunuhan yang terjadi di Dusun II Desa Banua Sibohou, Kecamatan Namohalu Esiwa, Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatera Utara.
MT tega membunuh tiga orang anak kandungnya, YL (5 tahun), SL (4 tahun), dan DL (2 tahun) diduga stres karena kondisi ekonomi. Peristiwa terjadi pada Rabu 9 Desember 2020. (viva.co.id, 30/12/2020).
Sulit betul menjadi seorang ibu di jaman sekarang. Kebutuhan hidup semakin mahal, pemasukan ajeg malah berkurang masa pandemi Covid-19 saat ini. Sudah lelah mengurus rumah ditambah menjadi guru privat ananda di rumah. Bagaimana tidak stres menjadi seorang ibu?
Sebenarnya, stres adalah sesuatu yang lumrah menimpa siapa saja. Namun faktanya, ibu juga rentan terjangkiti. Sebuah survei oleh aplikasi Teman Bumil dan platform riset pasar Populix yang melibatkan 1.230 partisipan menunjukkan bahwa 56 persen ibu rumah tangga mengaku stres dan mengalami gejala kecemasan, sulit tidur, serta mudah marah. (cnnindonesia.com, 24/11/2020)
Sebagaimana stres bisa terjadi pada siapa saja. Maka bahagia juga berhak dirasakan oleh siapa saja termasuk ibu. Ibu bisa meraih bahagianya meski masa pandemi, meski uang belanja tak pasti.
Supaya ibu bahagia, ada tiga resep (ilmu)nya. Resepnya tak perlu ditebus dengan harga yang mahal ya Bu, karena sudah disediakan oleh Sang Maha Pencipta yaitu Alloh SWT. Berikut resep-resepnya:
1. Pahami hakikat kehidupan
Hidup di dunia adalah sementara. Tujuan hidup pun sudah jelas untuk beribadah. Masa pandemi juga tidak abadi. Maka membunuh atau bunuh diri bukanlah solusi untuk mengakhiri kesulitan hidup. Karena akhiratlah tempat kembali yang abadi.
Ketika memilih membunuh atau bunuh diri, berarti dirinya memilih tempat kembali yang buruk. Seperti ungkapan badai pasti berlalu. Boleh jadi hari ini kekurangan esok hari belum tentu. Boleh jadi hari ini sempit esok hari pastilah lapang.
Sepahit apapun keadaannya, ibu bisa memahami bahwa itu adalah ujian. Dinamika kehidupan. Kadang di bawah kadang di atas. Niatkan untuk ibadah, insya Alloh menjadi mudah. Berhemat dalam pengeluaran, sigap membantu keuangan rumah tangga, bersemangat mempelajari hal-hal baru tentu bisa menjadi langkah praktisnya. Jalan keluarnya.
2. Pahami konsep rezeki
Rezeki adalah apa-apa yang sudah (sedang) kita nikmati, bukan sesuatu yang masih menjadi keinginan atau harapan. Maka bersabarlah dalam kondisi sempit, menahan diri untuk tidak marah dengan keadaan juga anak-anak. Ketika suami tak mampu mencukupi, maka tak langsung menyalahkan. Betul kewajiban suamilah mencari nafkah. Namun terkait hasil nominal yang didapat berapa, tak lantas marah jika tak sesuai harapan. Ketika suami sudah berupaya maksimal mencari nafkah dengan bekerja tapi hasilnya tak seberapa tetap Sang Pemberi Rezeki yang berhak memberi, mencukupi.
3. Bersinergi dengan suami
Sampaikan apa saja yang ibu rasa sulit untuk dijalani, berbagilah beban dengan suami. Minta bantuan suami mengurus pekerjaan rumah atau mendampingi ananda belajar di rumah jika memang dirasa sudah lelah, tak usah sungkan. Sampaikan bahwa ada kalanya ibu butuh rehat sejenak dari aktivitas sehari-hari. Dengan maksud bukan untuk lalai dari kewajiban mengurus rumah dan anak-anak, namun demi kesehatan fisik juga jiwa ibu. Me time istilahnya.
Bu, ketika ibu bahagia rumah tangga ibarat surga. Yang ada hanya rasa suka. Ada duka namun tak seberapa terasa. Tak akan sering lagi nada tinggi keluar dari lisan ibu, amarah pun mereda. Anak-anak terawat dengan baik, terdidik dengan benar. Tak kan terbersit dalam hati dan pikiran ibu untuk mengakhiri kehidupannya yang bahagia. Aura kebahagiaan seorang ibu pastinya akan terasa oleh semua anggota keluarga. Berbahagialah Bu.*