View Full Version
Ahad, 31 Jan 2021

Membasuh Luka Jiwa Anak

 
Oleh: Vivin Indriani
 
Masih ingat penulis era 80-an Gola Gong? Penulis balada si Roy yang sekarang beralih menjadi penulis karya-karya Islami ini punya kisah menarik. Sekelumit kenangan yang cukup kuat dengan Sang Ayah hingga membuatnya mampu menghadapi dunia meski dengan satu tangan.
 
Masa kecilnya mungkin biasa sebagaimana anak kecil pada masanya. Yang berubah adalah saat dokter memutuskan satu tangannya harus diamputasi setelah dirinya terjatuh dari tempat ketinggian. Dalam posisi terbangun dan menyadari kini hanya punya satu tangan, Gola Gong kecil mendapati Ayahnya membawakannya sekantong kelereng dan mengajaknya bermain dengan satu tangan.
 
Satu hal yang dia ingat saat itu dan membesarkan jiwanya adalah pesan Sang Ayah, "Pada setiap peristiwa itu selalu ada hikmahnya. Jika seorang hamba mendapat kesusahan, itu artinya Allah sedang menguji. Maka berbahagialah orang yang sedang diuji Allah. Itu pertanda kalau Allah menyayangi kita. Ya, jika Allah menciptakan beban, pasti Allah menciptakan pundaknya."
 
Kita pun mendengar kisah-kisah masa kecil para tokoh dunia. Mereka yang terlahir dengan kekurangan baik fisik maupun gerak motorik, tetap bisa mendapatkan 'jalan'nya sendiri. Bukan karena mereka hidup dengan bergelimang fasilitas dan kekayaan. Namun semangat dan ungkapan penuh cinta dari orang-orang terdekatnyalah yang tetap diingat dan menjadi spirit tersendiri.
 
Kata atau ungkapan sederhana namun diucapkan dengan penuh rasa tanggung jawab dan kasih sayang akan mudah membangkitkan jiwa anak. Sebaliknya, berapa banyak anak yang lahir dengan orang tua lengkap dan fasilitas memadai, namun terlalu sering mereka mendengar kalimat atau kata-kata yang meruntuhkan harga dirinya, membuatnya tak punya kepercayaan diri saat masalah melanda. Sehingga memilih lari dari masalah.
 
Saya pun mendapati, ketika satu murid saya berbinar penuh makna saat saya ucapkan kalimat 'bagus' 'pinter' dan beberapa kalimat positif lain padanya setelah dia usai mengerjakan tugas. Hal yang mungkin susah sekali dia dapat dari lingkungan rumah karena sibuk menuntutnya terus menjadi baik dan prestatif namun mengabaikan perjuangannya meraih semua keberhasilan. Seolah apa yang dia dapat adalah wajar dan wajib. Tanpa mempedulikan mungkin saja ada luka batin akibat tuntutan 'perfect' yang selalu diminta darinya.
 
Orang-orang besar tidak dilahirkan. Mereka ditempa, diukir dan dipersiapkan oleh pendidikan yang baik. Oleh gaya pengasuhan yang baik dan penuh cinta. Hal itulah yang mendorong dan menggerakkan jiwanya untuk melakukan kerja bermakna, bukan malah sibuk dengan kekurangan mereka. Orang-orang besar kadang tak perlu pendidikan setinggi langit, karir cemerlang dan melejit, namun jiwa mereka tumbuh penuh kelapangan. Hidupnya dipenuhi keberkahan sehingga dalam kondisi apapun kebahagiaan tetap menyapanya. Dia merasa kaya dan cukup meski hidup tak bergelimang harta dan jabatan.
 
Maka begitu mudah sebenarnya menjadi penyembuh bagi jiwa kanak-kanak yang pernah tergores atau akan tergores oleh trauma. Bicaralah dengan penuh cinta, sisipkan kalimat baik dan positif yang menyemangatinya. Gunakan bahasa motivasi, bukan bahasa menuntut.
 
Sangat mudah sebenarnya membangkitkan semangat dalam jiwa anak, namun sangat mudah juga membuatnya terluka. Namun yang perlu kita ingat adalah jangan sampai luka akibat ucapan kita pada anak, malah mengendap lama dan dalam. Meski aneka nasehat telah masuk ke dalam dirinya, tak bisa begitu mudah untuk dihapuskan jika luka telah mengurat mengakar. Semoga kita menjadi orang tua yang tidak meninggalkan luka jiwa pada diri dan hati anak-anak kita. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
 
Ilustrasi: Google

latestnews

View Full Version