Oleh: Sunarti
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya lah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (TQS. Ar Rum : 21)
Pernikahan merupakan ikatan untuk menyatukan dua insan yang berbeda, yakni laki-laki dan perempuan. Namun, perjalanan kehidupan yang harus dialami oleh keduanya belum tentu seindah harapan.
Tak bisa dipungkiri berbagai alasan tersebut muncul begitu saja di tengah-tengah kehidupan. Bumbu-bumbu indah dan bisikan asyik dari syetan dan iblis kian merangsek untuk segera menyelesaikan konflik dengan kata talak.
Sebagai contoh, istri berbuat apapun tanpa mempedulikan, memperhatikan apalagi tunduk terhadap suami sebagai qawam (pemimpin). Padahal ketaatan istri terhadap suami adalah mutlak, selama suami tidak mengajak untuk maksiat kepada Allah SWT. Ketaatan istri terhadap suami berada di bawah ketaatannya kepada Allah SWT.
Rida suami terhadap istri atas segala aktivitas adalah kunci untuk istri mendapatkan rida dan keberkahan dari Allah dan kunci sukses meraih surgaNya. Bukan sebagai pelayan apalagi sebagai penyembah suami, akan tetapi lebih kepada bentuk ketaatan istri kepada suami. Mulianya seorang istri ketika dia mendapatkan rida suaminya.
Dari Abdurrahman bin Auf. Ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Jika seorang perempuan selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (pada Ramadhan) serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada perempuan yang memiliki sifat mulia ini, 'Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka'." (HR Ahmad dan Ibn Hibban).
Tantangan Rumah Tangga Muslim Saat Ini :
1. Kaum feminis dan pengusung kesetaraan gender telah mengubah mindset penduduk bumi, bahwa ajaran Islam yang satu ini dalam rangka menomorduakan kaum Hawa dan sebagai bentuk belenggu hukum Islam terhadap kaum perempuan. Sungguh disayangkan, pemikiran ini telah merangsek ke sendi-sendi kehidupan manusia, terutama kaum muslim.
2. Sistem kapitalisme-sekularisme telah menjadikan standar materi menjadi acuan. Hingga evaluasi antar suami-istri juga sebatas materi semata. Visi misi untuk menuju persinggahan terakhir, yakni surganya Allah tidak lagi hadir dalam penyelesaian persoalan diantara keduanya. Jadilah konsep Islam lemah dalam ikatan berumah tangga.
3. Tidak terjalin komunikasi yang baik (komunikasi yang harmonis). Akibatnya, masing-masing merasa pada posisi benar, pada posisi yang dirugikan hingga posisi yang paling sengasara. Dalam hubungan suami-istri yang sudah terselip ketidak cocokan setiap harinya akan terakumulasi sehingga muncullah dominasi emosi, keraguan dan prasangka buruk.
4. Munculnya suasana saling menyalahkan satu sama lain. Seharusnya salah dan benar dinilai dalam kaca mata hukum Allah, bukan manusia. Jika hukum Allah yang dipakai maka akan mudah keduanya dalam membimbing, mengingatkan, membantu, mendorong dan tentu saja saling mendoakan.
Dengan demikian hati bisa bersih dan ikhlas karena Allah semata. Dan selanjutnya memicu tumbuhnya benih-benih cinta yang senantiasa dijaga hingga usia tua. Menjaga "frekwensi cinta" agar grafiknya naik setiap waktu dan setiap saat dan tidak dipengaruhi oleh materi maupun bentuk fisik. Pun kebahagiaan akan selalu muncul karena getaran-getaran yang terus dijaga karena ingin mendapatkan ridaNya. Kesemuanya itu dilakukan berdua demi ketaatan kepada Allah SWT.
5. Faktor pemicu berikutnya adalah alasan ekonomi. Kerusakan dunia yang berada dalam cengkeraman sistem kapitalisme-sekularisme memang telah nampak. Tidak hanya dari sisi kebobrokan moral, akan tetapi telah merangsek ke sendi-sendi kehidupan berumah tangga. Krisis ekonomi yang terus-menerus terjadi membuat individu-individu dalam rumah tangga kalang kabut untuk memenuhi kebutuhan pokok hingga kebutuhan tersier.
Adanya konflik yang terus-menerus terjadi, beban ekonomi yang lebih berat, rumah tidak lagi terasa nyaman dihuni, hingga pekerjaan yang sulit dicari, menjadikan depresi sosial di tengah-tengah masyarakat. Pasangan suami-istri yang tidak yakin akan qadha' rezeki akan turut terseret konflik yang berkepanjangan. Dan cerai menjadi pilihan. Nauzubillah min dzalik.
6. Penyebab yang terakhir adalah hadirnya orang ketiga dalam pernikahan. WIL atau PIL yang seolah menjadi fenomena yang biasa di tengah-tengah masyarakat. Tidak ada kontrol masyarakat dan lemahnya peran negara dalam sistem pergaulan menjadi penyebab utama fenomena ini beranak-pinak.
Hadirnya orang-orang yang memberi perhatian bisa saja memunculkan benih-benih cinta yang haram tumbuh. Akibat dari masing-masing pasangan yang mencari pelampiasan terhadap kekesalan, kekecewaan yang diluapkan kepada orang lain yang dirasa lebih perhatian. Apalagi jika yang dijadikan tempat untuk mengungkapkan segala urusan itu adalah lawan jenis. Maka iblis dan syetan yang menjadi pemersatu menumbuhkan bunga-bunga cinta yang diazab oleh Allah SWT.
Semoga saja pernikahan dan rumah tangga kita semua dijauhkan dari penyebab di atas. Bilapun terpaksa harus mengalaminya, insya Allah dengan berpegang pada syariat Allah bisa menyelamatkan biduk yang nyaris karam. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google