TAK dapat dinafikan bahwa konflik pasangan dalam kehidupan rumah tangga makin beragam. Ada saja berbagai latar belakangnya. Bisa jadi karena motif ekonomi, ketidakcocokan terhadap mertua, anak yang bermasalah atau pula masalah ketidaksempurnaan yang dimiliki pasangan. Tak ada satu pun dari rumah tangga di dunia ini yang bisa lepas dari salah satu faktor masalah tersebut.
Manusia kebanyakan hanya bisa mengindera segala sesuatu hanya yang tampak dari permukaan luarnya saja. Pun begitu, ketika kita memandang kehidupan pasangan rumah tangga. kita sering berasumsi bahwa kehidupan pasangan yang ekonominya melimpah pasti bahagia. Tapi ternyata belum tentu. Bisa jadi masih ada rongga yang belum menyempurnakan bahagia tersebut. Semisal, belum diberikannya belahan jiwa berupa anak.
Sejatinya, tak kehidupan rumah tangga yang sempurna. Bahagia selamanya tak mungkin bisa terwujud nyata. Sesekali air mata pasti tumpah. Sesekali marah pasti muncul seketika. Sesekali atau bahkan biasa ada yang sampai tega melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Maka, setiap pribadi butuh waktu untuk beradaptasi. Menyelami setiap ketetapan yang telah diberikan kepadanya. Menerima apa yang sudah digariskan terhadapnya. Dalam hal ini tentulah setiap diri dari pasangan butuh proses terus menerus untuk menjalaninya.
Untuk itulah kita butuh menyadari khususnya saya yang masih terus belajar merawat kesakinahan, bahwa ada beberapa hal yang harus kita kedepankan ketika konflik melanda rumah tangga.
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).
Kedua, komunikasi di antara pasangan juga menentukan keharmonisan. Tak ada istilah bahasa kebatinan. Maksudnya, pasangan akan mengerti apa yang kita inginkan tanpa diutarakan. Kita bisa menyaksikan betapa banyak realita, pasangan yang akhirnya curhat kemana-mana mengenai ketidaksempurnaan pasangannya. Padahal, bisa jadi hal tersebut belum dikomunikasikan dalam rumah tangga. Perkara sepele misalnya tentang handuk basah yang selalu ‘mejeng’ di atas kasur yang lupa untuk dijemur kembali. Coba kita bayangkan, bagaimana perasaan pasangan jika aibnya sudah tersebar kemana-kemana sementara ia belum mendapat koreksi dari pasangannya.
Ketiga, dalam menghadapi sistem kehidupan saat ini yakni sekularisme dan kapitalisme hendaknya di antara pasangan tidak buru-buru menyerah menghadapi kenyataan. Sistem yang membuat kehidupan keluarga makin terjepit ini memang terbukti ampuh menjadi pemicu ulung lahirnya konflik keluarga. Tak hanya satu atau dua saja kasus KDRT yang melanda akibat tekanan ekonomi yang menimpa keluarga. Atau juga kasus perselingkuhan akibat tata pergaulan yang salah. Semuanya pasti memaksa air mata tumpah dan mengoyak jiwa pasangan. Untuk itulah, setiap pasangan perlu membangun komitmen untuk memahami Islam kafah secara mendalam. Mengapa harus Islam kafah? Karena Islamlah kunci utama dalam menyelamatkan keluarga ditengah arus kerusakan yang melanda dunia.
Keempat, sabar dan ikhlas tentu tak boleh ditinggalkan. Jika tertimpa masalah semestinya sabar yang diutamakan. Begitupula ikhlas dalam melayani pasangan, menunaikan kewajiban serta hal-hal lainnya merupakan wasilah menggapai sakinah.
Bukankah Allah sudah mengatakan bahwa jadikan sabar sebagai penolongmu,
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلاَّ عَلَى الْخَاشِعِين
”Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” (Al Baqarah: 45)
Kelima, kembali kepada tujuan hidup kita yaitu beribadah kepada Allah. Termasuk ketika kita memilih dan memutuskan berumah tangga dengan si dia. Jadikan keluarga yang kita bangun sebagai ladang kita merengkuh jariyah. Jika tak sempurna, maka jadikan ia bernilai ibadah.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Al-Dzariyat: 56)
**********
Penulis : Ustadzah Miliani Ahmad
Demikian Semoga Bermanfaat…
@Wallahu ‘alam bishowab…