View Full Version
Selasa, 10 Aug 2021

Childfree Marriage, Tren Baru Pasangan Milenial?

 

Oleh: Naely Lutfiyati Margia, Amd.Keb.

 

Istilah childfree belakangan ini ramai menjadi perbincangan di sosial media. Ini bermula dari pernyataan Chef Juna ketika sedang diwawancara di channel Youtube milik Deddy Corbuzier. Dalam video tersebut, Chef Juna mengatakan bahwa keputusannya untuk punya anak adalah tergantung dari bagaimana pasangannya dan tidak mau memaksakan. Bila pasangannya menginginkan untuk punya anak, maka mereka akan punya anak. Begitu juga sebaliknya.

Hal ini menjadi trending topik di sosial media dan menuai banyak pujian dari kalangan perempuan. Tak hanya netizen, kalangan influencer yang notabene seorang muslim pun turut menyuarakan pendapatnya. Bahwa setiap perempuan punya pilihan untuk memiliki anak ataupun tidak setelah menikah, karena pada akhirnya si ‘pemilik badan’ lah yang berhak menentukan. Istilah my body is my choice kembali digaungkan.

Perlu disamakan terlebih dahulu persepsi mengenai childfree, yang dimaksud childfree adalah sebuah keputusan untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Pada kondisi ini sebenarnya seorang perempuan dikatakan mampu untuk mempunyai anak secara biologis, namun memilih untuk tidak memiliki anak dengan berbagai alasan, seperti alasan ekonomi, pandangan bahwa anak bukanlah investasi, trauma masa kecil, dll. Sehingga ini bukan kondisi di mana seseorang sebenarnya ingin punya anak tapi tidak bisa karena faktor di luar kekuasaan manusia, seperti bawaan genetik, kondisi yang mengancam kesehatan bila hamil ataupun memang belum ditakdirkan punya anak.

Childfree bukan istilah baru bagi peradaban barat. Di peradaban yang menganut sistem sekuler kapitalis ini, childfree adalah hal yang biasa, karena merupakan bagian dari kebebasan (liberalisme). “Tubuhku adalah otoritasku, aku memiliki hak sepenuhnya atas tubuhku” begitu yang mereka kampanyekan. Tidak ada pilihan benar atau salah, sehingga keputusan untuk tidak mau punya anak setelah menikah adalah bukan pilihan yang salah.

Sebagai seorang muslim, penting untuk melihat fenomena childfree dari kacamata Islam. Secara fitrah manusia memiliki gharizah (naluri), salah satunya adalah gharizah nau’ atau naluri berkasih sayang, seperti menyukai lawan jenis, sayang terhadap anak kecil dan perasaan ingin melanjutkan keturunan. Naluri ini tidak wajib dipenuhi, hanya saja akan timbul perasaan gelisah ketika tidak dipenuhi. Sehingga setiap naluri pasti menuntut untuk dipenuhi dan pemenuhan naluri nau’ hanya boleh melalui jalan yang Allah ridhai, yaitu pernikahan.

Pernikahan dalam Islam adalah ibadah. Selain untuk menyempurnakan separuh agama, salah satu tujuan pernikahan adalah melanjutkan keturunan. Allah juga telah menetapkan organ reproduksi pada perempuan yang berfungsi penting untuk melestarikan jenis manusia. Kaum perempuan mengandung selama 9 bulan dan melahirkan keturunan yang kelak akan menjadi khalifah dan memakmurkan bumi ini dengan ketaatannya kepada Allah.

Fungsi asal seorang perempuan adalah sebagai Ummu wa rabatul bayt (Ibu dan pengatur rumah tangga). Kedudukan perempuan dalam Islam begitu mulia dan terjaga, karena fungsinya ini perempuan tak terbebani sebagai tulang punggung keluarga. Tanggung jawab menafkahi adalah tanggung jawab suami, ayah atau saudara laki-lakinya. Jika keadaan perempuan tidak memiliki ‘wali’, maka segala kebutuhannya akan menjadi tanggung jawab negara.

Meskipun perannya sebagai pengurus dan pengatur rumah tangga bukan berarti perempuan menjadi sosok yang bodoh dan terbelakang. Fungsi ibu sebagai madrasatul ula atau sekolah pertama bagi anak-anaknya–yang mendidik dan membentuk karakter anak-anaknya sejak dalam kandungan–menuntut  perempuan untuk cerdas dan menguasai tsaqofah Islam.

Dengan perempuan dapat mengandung, melahirkan dan mendidik seorang anak, ini adalah kesempatan yang Allah berikan kepada perempuan muslim untuk mendulang pahala melalui jalan yang telah Allah tetapkan. Tidak ada lagi istilah tubuhku adalah hak otoritasku, karena tubuh yang diberikan oleh Allah adalah sepenuhnya amanah dan hak otoritasNya, yang kelak di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban.

Jadi bagi seorang muslim yang tujuan hidupnya menginginkan Ridha Allah namun memilih untuk childfree, sesungguhnya ia telah bertentangan dengan tujuan pernikahannya. Karena sejatinya menikah bukan sekadar ingin hidup bersama dengan pasangan namun ada nilai-nilai lain yang diperjuangkan. Salah satunya adalah melanjutkan keturunan.

Bila sejak awal menikah sudah meniatkan diri dengan ide childfree, lalu apa bedanya generasi Muslim dengan mereka yang tak mengenal Allah dan RasulNya? Padahal dalam salah satu hadits dijelaskan betapa di hari akhir nanti Rasulullah akan bangga dengan jumlah ummatnya. Dan tidakkah kita ingin menjadi salah satu ummat yang bisa menyumbangkan kebanggaan ini? Jumlah umat yang banyak dan tentu saja berkualitas, bukan sekadar bilangan angka. Wallahu a’lam bish shawwab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version