Oleh: Euis Hamidah
Anak adalah anugerah dari Sang MahaKuasa yang diberikan kepada makhlukNya. Kehadiran sosok anak adalah buah hati bagi pasangan suami istri yang sudah menikah. Suami istri akan merasa bahagia dan lengkap ketika memiliki anak, maka anak disimbolkan dengan kebahagiaan dalam sebuah rumah. Rumah yang terdapat sosok anak akan terasa lebih berwarna, karena ada sosok kecil yang menjadi kebahagiaan orang dewasa di dalamnya.
Maka, tak heran jika setiap pasangan mendambakan kehadiran anak di tengah-tengah bahtera rumah tangga mereka. Namun, tak semua pasangan diberikan kesempatan secara cepat di dunia. Adakalanya mereka harus menunggu 2 sampai 3 tahun, berpuluh-puluh tahun, bahkan sampai usia kedua pasangan tersebut sudah tua renta pun masih belum dikaruniai seorang anak. Semua, Allah atur sesuai irodah-Nya.
Lantas, apa yang harus dilakukan jika telah memiliki anak?
Pertama, hal yang harus dilakukan dalam menyambut kelahiran anak adalah memberinya nama. Nama adalah sebuah identitas yang wajib setiap orang miliki. Tentu akan sulit memanggil seseorang jika tidak memiliki nama. Maka nama adalah sesuatu hal yang penting dalam hidup. Dalam menyusun sebuah nama, alangkah baiknya nama tersebut mengandung hal-hal yang baik bagi kehidupan Anak kelak. Jangan sampai hal buruk yang terkandung dalam nama anak tersebut.
Pemberian nama bagi bayi yang baru lahir dilaksanakan pada hari ke tujuh terhitung sejak dia dilahirkan. Pada hari tersebut pula, orang tua disunnahkan untuk memotong hewan aqiqah dicukur rambutnya dan diberi nama. Hal ini sejalan dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ashabus Sunan bahwa Samurah berkata, Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Setiap anak digadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan binatang untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya), kemudian dicukur, dan diberi nama pada hari itu pula”.
Namun, ada pula beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa pemberian nama dapat dilakukan saat hari kelahiran anak, salah satunya riwayat Imam Bukhari dan Muslim bahwa Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi r.a. berkata, “Al-Mundzir bin Abi Usaid dibawa kepada Rasulullah SAW ketika baru dilahirkan. Kemudian Rasulullah SAW meletakkannya di atas pahanya, sedangkan Abu Usaid duduk. Lalu Rasulullah bersenda gurau dengan apa yang ada pada kedua tangannya. Kemudian Abu Usaid menyuruh agar anaknya diambil dari Rasulullah, lalu beliau bertanya, ‘Di mana anak itu?’ Abu Usaid menjawab, ‘Sudah kupulangkan wahai Rasulullah.’ Beliau bertanya lagi, ‘Siapa namanya?’ Abu Usaid menjawab ‘Si Fulan.’ Rasulullah bersabda, ‘Jangan, berilah dia nama Al-Mundzir’.”
Kedua, memberikan nama yang disukai pula merupakan salah satu hal yang harus dilakukan oleh kedua orang tua ketika menyambut kelahiran anak. Perkara penting yang harus diperhatikan dalam memberikan nama pada anak adalah hendaknya memilihkan nama yang paling indah dan mulia bagi anak. Juga kita diperintahkan untuk menghindari memberi nama yang buruk, yang dapat menjadi bahan olok-olokan temannya pada masa yang akan datang.
Selain itu, kita pula diperintahkan untuk menjauhi nama-nama yang menjai kekhususan Allah, seperti Ahad (Yang Esa), Shamad (Tempat bergantung segala urusan), Khaliq (Sang Pencipta), dan lain-lain. Juga kita diperintahkan untuk menjauhi memberikan nama dengan nama-nama sesembahan yang disembah selain Allah, seperti ‘Abdul ‘Uzza, ‘Abdul Ka’bah, dan sejenisnya. Serta, kita diperintahkan menghindari nama-nama yang mengandung makna cabul, tasyabubuh, dan lainnya yang dapat menghilangkan eksistensinya, menjatuhkan wibawanya, hingga menghancurkan ruh keimanannya.
Dan, yang terakhir kita disunnahkan untuk menggabungkan nama anak dengan bapaknya. Hal ini, secara tidak langsung dapat mempengaruhi jiwanya. Dan juga menggabungkan nama anak dengan bapaknya dapat memberikan manfaat yang besar, diantaranya menumbuhkan rasa pemuliaan dan penghormatan pada jiwa anak terhadap kedua orang tuanya; menumbuhkan kepribadian sosial anak, karena anak dianggap sudah dewasa dan diberi penghormatan; dan membiasakanya untuk beretika dalam berbicara dengan orang yang lebih dewasa dan anak-anak yang sebaya dengannya.
Oleh karena itu, pemberian nama bagi anak dalam Islam tidak bisa dilakukan dengan secara asal. Semua harus diperhatikan dan disesuaikan dengan syari’at agama. Agar kelak, nama yang disematkan kepada anak dapat menjadi sebaris doa yang mengantarkannya menuju gerbang kebahagiaan yang abadi. Wallahu a’lam.