Oleh:
Dahlia Kumalasari, Pendidik
TIDAK ada rumah tangga yang tidak mempunyai masalah. Bahkan setingkat para Nabi dan Rasul mereka diuji dengan beragam problem hidup. Namun disinilah letak pentingnya keimanan dan berserah diri kepada Allah Ta'ala. Melapangkan hati dan pikiran untuk tunduk pada panduan-Nya yang terbukti sukses mengeluarkan manusia dari setiap detil problem kehidupan.
Saat ini ada sebagian besar rumah tangga kaum muslimin yang diuji dalam permasalahan ekonomi keluarga. Tingginya biaya hidup dan ujian seorang suami yang kehilangan pekerjaannya karena di PHK, menjadi sebuah fakta nyata yang ada di depan kita. Terlebih badai pandemi covid 19 yang masih akan melibas pekerjaan para kepala keluarga, sehingga menyebabkan sebagian istri memilih untuk berpisah.
Sebagaimana yang diberitakan di radarmadiun.co.id--Pengadilan Agama (PA) setempat mengabulkan 1.032 perkara cerai gugat dan talak sepanjang Januari hingga Jumat (23/7) lalu. Jumlah itu meningkat 289 perkara dibandingkan tahun lalu dalam periode yang sama. ‘’Masih bisa meningkat sampai akhir tahun ini,’’ kata Panitera Muda Gugatan PA Ngawi Hidayat Murjito, Minggu (25/7).
Hidayat menuturkan penyebab retaknya bahtera ribuan rumah tangga itu didominasi masalah ekonomi. Persentasenya mencapai 70 persen. Mulai pihak suami tidak memberi nafkah, meninggalkan istri, atau sama-sama bekerja namun sudah tidak memiliki rasa saling percaya.
Tentu sangat memprihatinkan melihat keretakan dalam rumah tangga yang ternyata sudah menjalar sampai di kabupaten Ngawi. Ternyata masalah perceraian tidak hanya marak di kota-kota besar saja. Seringkali pandemi menjadi kambing hitam dalam setiap problem kehidupan, namun sadarkah wahai Muslimah, bahwa ternyata di setiap zaman terdapat banyak kisah-kisah yang dalam kacamata manusia "sangat menyedihkan" namun terdapat hikmah dan pelajaran luarbiasa yang bisa kita petik disana.
Kisah Teladan Hajar
Sebagai seorang Muslim tentu kita tidak asing dengan kisah Nabi Ibrahim. Kisahnya sangat layak menjadi teladan, bahkan di zaman modern seperti saat ini. Ketika itu datang perintah dari Allah Ta'ala agar Nabi Ibrahim membawa istrinya yaitu Hajar ke sebuah lembah yang sangat jauh dari Palestina, yaitu di Makkah. Yang mana saat itu di Makkah belum ada tanda-tanda kehidupan manusia, masih berupa lembah yang tandus, tidak ada pepohonan ataupun sumber air.
Kita bisa menyimaknya kembali dalam surah Ibrahim ayat 37 yang artinya : "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekillah mereka dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur ".
Dikutip dari Kisah Para Nabi : Sejarah Lengkap Kehidupan para Nabi sejak Adam A.S. hingga Isa A.S, karya Ibnu Katsir, Siti Hajar mengikuti Nabi Ibrahim yang hendak pergi sambil berkata, "Wahai Ibrahim, engkau hendak pergi ke mana? Apakah engkau hendak pergi meninggalkan kami sementara di lembah ini tidak ada seorang pun manusia dan tidak ada makanan sama sekali?"
Pertanyaan Siti Hajar diucapkan berkali-kali, tetapi Nabi Ibrahim tidak menoleh dan tidak pula menjawab, hingga akhirnya Hajar berkata kepada sang Nabi, "Apakah Allah memerintah kan hal ini kepada mu?". Ibrahim menjawab, "Ya." Hajar kemudian berkata, "Jika demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami." Setelah itu, Hajar tak bertanya lagi.
MasyaAllah, sungguh jawaban dan respon yang luarbiasa dari Hajar.
Allah Maha Pemberi Rezeki
Bagi umat Muslim, tentu tak asing dengan lafadz Ar Razzaq yang senantiasa dilafadzkan sebagai ungkapan syukur kepada Allah Ta'ala. Namun, sudahkan dzikir ini benar-benar menghujam dalam hati dan berpengaruh pada amal?.
Wahai Muslimah, saatnya kita belajar dari Hajar. Betapa keyakinan pada Allah Yang Maha Pemberi Rezeki hendaklah tidak hanya di mulut saja. Namun benar-benar menghiasi akhlaq kita saat dihadapkan pada problem hidup.
Berawal dari keyakinan, lantas kita bergerak dan berikhtiar agar Allah Ta'ala segera memberikan pertolongan. Sebagaimana Hajar yang bersabar dan berikhtiar berlarian mencari air dari bukit Shafa ke bukit Marwah. Kemudian Allah memberikan rezeki dengan memancarnya air di dekat kaki mungil Ismail, MasyaAllah.
Pasutri Harus Kompak
Dalam pernikahan yang diselimuti dengan aqidah Islam, maka baik suami maupun istri harus sepemahaman dalam masalah rezeki dari Allah. Saat suami diuji dengan PHK, atau ternyata gaji bulanan tidak bisa menutup biaya hidup, maka disinilah peran istri untuk tetap memberikan semangat pada suami seraya terus memohon pada Allah Ar Razzaq. Dan suami istri harus sama-sama memahami bahwa ujian ekonomi tidak hanya menimpa mereka saja, namun banyak keluarga-keluarga lainnya pun diuji dengan masalah yang sama. Karena tidak bisa kita pungkiri bahwa saat ini kehidupan manusia dilandasi panduan hidup sekuler kapitalisme yang tidak menjadikan Islam sebagai solusi.
Sekuler kapitalisme tentu berbeda dengan Islam yang sangat amanah dalam mengurusi masyarakat. Termasuk dalam masalah ekonomi dan jaminan kebutuhan dasar. Sebagaimana kisah teladan kepemimpinan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyuruh seorang pemuda pengemis untuk membeli sebuah kapak dari hasil penjualan pakaian dan cangkir di rumahnya, lantas mencari kayu untuk dijual kembali. Dalam kehidupan Islam, persoalan pekerjaan bagi seorang laki-laki tidak hanya menjadi tanggungjawab kepala rumah tangga, namun negara juga berperan untuk mengurusi dan membuka lapangan pekerjaan.
Dari kisah di atas kita dapat memahami bahwa dalam hidup ini wilayah ketetapan Allah dan ujian dari Allah, dimana sebagai Muslim kita diwajibkan untuk menerima, bersabar dan ridho pada semua ketetapan-Nya. Kemudian ada wilayah ikhtiar manusia yang kita dituntut untuk berusaha semaksimal mungkin berikhtiar sesuai panduan syariah.
Semoga dari kisah teladan Nabi Ibrahim dan Hajar, kita bisa menempatkan diri kapan harus bersabar dan ridho pada semua ujian-Nya, dan kapan harus berusaha dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh untuk merubah keadaan. Wa ma tawfiqi illa bilLah'alayhi tawakkaltu wa ilayhi unib.*