View Full Version
Jum'at, 27 Aug 2021

Gagasan Childfree Menyalahi Kodrat Perempuan

 

Penulis:

Vani Nurlita Santi || Mahasiswi di Kota Depok, Jawa Barat

 

KAMPANYE gagasan childfree begitu massif di dunia maya. Hal ini menuai pro dan kontra karena gagasannyatak lazim ada ditengah masyarakat. Pada umumnya, kehadiran buah hati menjadi sesuatu yang dinanti-nanti pasangan yang telah menikah. Akan tetapi, belakangan ini, gagasan ini justru jadi tren dikalangan pasangan muda abad 20. 

Dalam Wikipedia, childfree adalah sebuah keputusan atau pilihan hidup untuk tidak memiliki anak, baik anak kandung, anak tiri ataupun anak angkat. Pemikiran childfree ini tidak hanya dianut oleh perempuan-perempuan yang telah menikah saja, di antara perempuan berusia 35–44 tahun, perempuan childfree yang tidak pernah menikah sebanyak (82.5%) sedangkan perempuan childfree menikah sebanyak (12.9%). Tidak hanya itu, hal yang lebih mengejutkan lagi adalah penganut paham childfree ini adalah perempuan berpendidikan tinggi yakni sebanyak (27.6%) pada jenjang pendidikan S2/S3. 

Diawal kemunculannya, paham childfree ini menuai kontroversi di khalayak umum, karena sebagian masyarakat menganggap bahwa seseorang yang menganut paham childfree ini sangat egois dan career oriented.  

Kebanyakan dari mereka yang memilih childfree adalah orang-orang yang terpapar oleh paham feminisme. Sebuah paham yang menuntut kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Para perempuan dalam paham feminisme ini menuntut untuk bisa berkarier sama dengan laki-laki. Namun, jika nanti mereka memiliki seorang anak,  mereka akan merasa terjajah dan merasa paling direpotkan dengan kehadiran anak.  Anak tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang berharga, melainkan hanya sebuah beban penghambat kariernya. 

Hal ini wajar terjadi di negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalis yang berorientasi pada  keuntungan yang sebesar-besarnya. Para perempuan sejak kecil diajarkan untuk masuk sekolah favorit, mendapat nilai sempurna, kemudian memperoleh pekerjaan dengan gaji yang luar biasa. Banyak sekali perempuan yang  orientasinya mengejar pendidikan untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkan dengan gaji yang tinggibukan lagi untuk mengejar ridha Illahi.

Dengan demikian, menikah, memiliki seorang anak dan membangun keluarga kecil yang bahagia tidak lagi menarik perhatiannya. Para laki-lakipun cenderung enggan menikah dengan perempuan yang memiliki pendidikan dan karier yang lebih tinggi darinya. Hal tersebutlah yang makin mendorong perempuan-perempuan yang lajang untuk memilih childfree

Kekhawatiran akan finansial setelah memiliki seorang anak juga menjadi salah satu alasan seseorang untuk memilih childfree, karena semakin hari biaya hidup seseorang semakin mahal, biaya kehidupan pokok, biaya kesehatan, belum lagi biaya pendidikan yang jika dikalkulasikan akan menghabiskan biaya miliaran rupiah. 

Tentu saja, seseorang akan semakin enggan memiliki anak setelah menghitung-hitung biaya hidup yang akan dikeluarkan untuk satu orang anak. Hal tersebut menunjukkan lemahnya iman para perempuan zaman sekarang terhadap Allah SWT.  Allah SWT yang menciptakan manusia dan bumi berserta isinya, sudah pasti akan mencukupkan kebutuhan makhluknya dengan baik. Setiap jiwa pasti sudah dijamin rezekinya dan manusia hanya harus berusaha untuk menjemput rezeki tersebut. 

Padahal dalam Islam, tujuan pernikahan agar mendapat ridha Allah SWT  dan bergembira ketika kehadiran seorang anak. Anak bukan hanya sekadar pelipur lara dan menjadi penguat hubungan antara kedua orang tua, namun anak merupakan investasi masa depan yang sangat berharga. Setiap kebaikan yang seorang ibu ajarkan kepada anakya, maka ibu akan mencicipi nikmat pahala atas kebaikan yang dilakukan. 

Namun kenyataanya, perempuan saat ini banyak sekali yang teracuni oleh pemahaman asing yang merupakan hasil penerapan sistem kapitalis sekuler, salah satunya gagasan childfree. Gagasan ini sangat berbahaya karena mengancam kepunuhan manusia sekaligus menyalahi kodrat perempuan. Siapakah yang akan meneruskan estafet kepemimpinan negeri ini jika tidak ada generasi akan datang? 

Oleh karena itu, gagasan ini tidak layak menjadi pilihan bagi perempuan. Seharusnya, perempuan melakukan kodrat dari Allah sebagai calon ibu bagi generasi akan datang. Perempuan juga harus membekali dirinya dengan  mengkaji Islam secara kaffah agar tidak terpapar pemahaman yang bertentangan dengan syariat Islam.

Selain itu, mengkaji Islam secara kaffah juga sebagai upaya mempersiapkan para perempuan agar bisa mendidik generasi-generasi pejuang Islam kaffah karena perempuan adalah tonggak peradaban. Perempuan adalah madrasatul ulla bagi anak-anaknya. Jika pemahaman yang dimiliki perempuannya salah, bisa jadi generasi yang akan datang pun akan memiliki pemahaman yang salah pula. *


latestnews

View Full Version