View Full Version
Selasa, 28 Sep 2021

Perempuan Rahim Peradaban

 

Oleh:

Keni Rahayu || Influencer Dakwah Millenial

 

DI BALIK lelaki hebat ada perempuan kuat. Pepatah lama ini tak pernah kehilangan daya magisnya. Selalu ampuh. Selalu manjur, bahkan sampai hari ini.

Perempuan mempunyai daya hebat, sama dengan lelaki. Keduanya sama, sama-sama hebat namun saling membutuhkan. Allah ciptakan dua jenis, yakni lelaki dan perempuan bukan dalam rangka saling membandingkan, sebaliknya justru untuk saling menyempurnakan. Tak ada yang lebih hebat di antara keduanya, mereka hanya memiliki kelebihan di wilayah masing-masing. 

Sebab Islam tak pernah merendahkan wanita, oleh karenanya ia tak butuh disetarakan. Sejak Islam datang, Islam selalu memuliakan wanita. Islam menjadikannya terhormat dan memiliki derajat hukum yang sama di sisi penciptanya. 

Islam justru memuliakan wanita dengan segala potensi akal, biologis dan naluri yang dimilikinya. Ia mulia selama berjalan dalam rel aturan yang digariskan Tuhan. Sebagai pribadi, ia bertakwa. Sebagai anak ya menghormati orang tua. Sebagai istri ia patuh pada suaminya. Sebagai ibu ia menjadi rumah bagi keluarga. Di masyarakat ia berkiprah membangun peradaban bangsa. 

Siapa bilang perempuan lemah? Dengan hati lembutnya itu, ia bangun di pagi buta demi menyuguhkan menu sarapan suami dan anak-anak tercinta. Ia tepis rasa kantuk, ia halau rasa suntuk. Tekadnya, suami dan anak meninggalkan rumah tidak dengan perut kruyuk-kruyuk.

Siapa bilang perempuan hina? Menurut ngana untuk apa ia berada di dalam rumah menutup rapat auratnya? Keluar rumah ia minta restu walinya. Memasukkan tamu menanti dibersamai sang wali. Ia bermartabat sebab aturan Allah yang ia tambat. 

Tidak ada hari libur. Tidak ada gaji lembur. Semua dilakoni sebab kesadaran: perempuan adalah rahim peradaban. Ketika perempuan merelakan pekerjaannya demi bisa merawat anak, ia sadar itu bukan kebodohan. Dilakukannya sebab ia sedang menyiapkan pelukis peradaban di masa depan. 

Ketika perempuan menunda studi lanjutnya sebab ingin fokus merawat bayi, ia sadar itu adalah pilihan besar. Ia tidak sedang mempertaruhkan masa depannya. Ia melakukannya dengan pikiran matang: bagaimana mungkin egoisme merenggut masa depan bayi? Padahal bayi tak pernah minta dilahirkan, sedangkan haruskah ia dirawat nany yang bahkan tak tuntas mengenyam pendidikan? 

Bahkan banyak perempuan hebat di luar sana meski ia tak tersorot media. Ia lakukan semua sepenuh hati. Ia penuhi kewajiban dakwah, mengajar, dan mengaji dibersamai dua sampai tiga orang putra-putri. Pikir orang iri, mereka tak cakap. Kata siapa? Sebab kecakapan perempuan ia mampu menjalankan semua kewajiban meski bersamaan. Semua dilakukan dalam rangka menciptakan suasana perjuangan, sebab kita semua seiring sejalan dalam membangun peradaban.

Anak-anak hebat tak lahir dari perempuan manja. Sudahilah hura-huramu itu. Bahkan sobat hura-huramu hanya bisa menangisi ketika anakmu berpaling. Sebelum jadi sinting, bangkitlah dari semua tsaqofah asing. 

Sudahi semua gurauan tak berarti. Untuk apa hidup ini jika hanya demi haha hihi. Sadarilah ukhti, kau adalah rahim peradaban. Masa depan bangsa ada di tanganmu. Ketika rahim terisi bayi, ia suci tak bernoda. Ia netral. Maka warnailah dengan tinta aturan Tuhanmu, mengajilah. Kita tak akan pernah cukup bekal mendidik anak dengan bangku sekolah. Mengajilah. 

Ikuti kajian Islam pekanan. Bulanan saja tak cukup, apalagi kajiannya tak membuka pikiran alias sebatas ibadah ritual bak nyanyian. Cari dan ikuti kajian Islam yang membahas parenting ala rasulullah, menyiapkan makanan yang halal dan tayyib, menjadi istri saliha, juga materi seputar manajer keuangan yang handal di segala kondisi. Semua ini ada di Islam pembahasannya. Jadi jangan takut ketinggalan tren busana edisi terbaru. Takutlah ketika kita gak paham bagaimana menghadapi semua masalah sesuai Islam. 

Untukmu para rahim peradaban. Sepuluh bahkan dua puluh tahun lagi, peradaban ini bergantung padamu. Mau kau apakan dirimu sungguh pengaruhnya besar dalam kehidupan ini. Sebab kamu adalah calon seorang ibu. Wallahu a'lam bishowab.*


latestnews

View Full Version