View Full Version
Rabu, 23 Feb 2022

Inilah 4 Langkah yang Harus Dilakukan Bila Terjadi KDRT

 

Oleh: R. Raraswati

(Muslimah Peduli Generasi)

 

Belum lama ini dunia maya dihebohkan ceramah Ustazah yang menyatakan sikap seorang istri sebaiknya menutup aib suaminya, termasuk ketika mengalami kekerasan fisik (KDRT). Pernyataan tersebut dapat menimbulkan kesesatan berpikir di masyarakat. Seolah istri yang diam saat mendapatkan kekerasan dari suami termasuk perbuatan mulia kerena telah menutup aib pasangannya.

Memang benar aib pasangan harus ditutupi dari publik. Tapi, kekerasan dalam rumah tangga bukan termasuk aib. Kalau memang ingin menyampaikan kewajiban menutup aib pasangan, bisa diberikan contoh lain yang tidak menimbulkan salah pemahaman. Ia bisa memberikan contoh kebiasaan buruk suami yang mendengkur, ketidakmampuan suami mencukupi kebutuhan keluarga dan yang lainnya.

Namun, untuk kekerasan dalam rumah tangga sudah tergolong tindak kejahatan yang justru harus diungkap. Cara mengungkap pun ada tahapan yang harus diperhatikan. Bukan berarti istri boleh menceritakannya kepada semua orang, apalagi di dunia maya yang dapat diakses oleh banyak orang. Cara tersebut justu akan menambah masalah baru.

Berikut ini beberapa tahapan yang dilakukan istri ketika mendapatkan KDRT:

Pertama, pahami penyebab suami melakukan kekerasan. Jika memang karena kesalahan istri, maka sebaiknya segera minta maaf dan berusaha tidak mengulanginya. Namun, istri juga harus mengingatkan suami agar tidak melakukan kekerasan fisik, cukup ditegur dan dinasihati dengan cara yang baik. Jika alasan pemukulan tidak dapat diterima secara syariat, maka selesaikan masalah tersebut dengan kekeluargaan. Bukankah pernikahan dibangun atas saling cinta dan kasih sayang?

Kedua, jika istri tidak mampu menyelesaikan/mengingatkan perbuatan KDRT suami, boleh menceritakannya kepada orang yang tepat untuk mendapatkan nasihat dan solusi menghentikan kekerasan tersebut.

Ketiga, apabila kedua cara di atas belum bisa menyelesaikan masalah, maka bisa menempuh jalur hukum. Melaporkan kejadian tersebut kepada yang berwenang guna mendapatkan keadilan. Selain itu, untuk memberikan efek jera agar tidak melakukan kekerasan lagi.

Keempat, perceraian adalah tahapan terakhir jika berbagai cara telah ditempuh tapi suami tetap melakukan KDRT. Walaupun perceraian diperbolehkan, tapi sangat dibenci Allah. Maka semaksimal mungkin tahapan ini dihindari.

Suami Boleh Memukul Istri Jika ...

Sebenarnya Islam membolehkan suami memukul istri jika melakukan perbuatan nusyuz yaitu tidak taat kepada suami. Ketaatan yang dimaksud di sini tentu dalam hal syariat Islam. Misalnya, suami meminta agar istri selalu izin ketika akan keluar rumah. Suatu saat istri pergi ke pasar tanpa izin suami, maka ini termasuk nusyuz.  Contoh lain ketika istri menolak permintaan suami di atas ranjang padahal ia tidak sedang uzur syar’i. Maka istri telah melakukan nusyuz dalam hal hak dan kewajiban dalam rumah tangga. Jika demikian, suami boleh memukulnya dengan ketentuan yang diatur syariat Islam.

Dalil bolehnya suami memukul istri ada di Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 34 yang artinya:

_Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). *Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka.* Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar._

Pada ayat tersebut diperbolehkan suami memukul istri yang tidak taat setelah melakukan dua tahapan. Pertama, memberi nasihat kepada istri agar tidak melakukan kesalahan lagi. Kedua, jika setelah diberi nasihat istri tetap melakukannya, maka suami hendaknya tidur terpisah dengan istri. Ini lebih dikenal masyarakat dengan pisah ranjang. Namun demikian, suami hanya boleh tidur terpisah bukan berarti mendiamkan. Artinya, suami harus tetap berkomunikasi dengan baik kepada istri, tidak boleh mendiamkannya. Setelah kedua cara tersebut dilakukan, tapi istri belum bisa berubah taat, maka tahap ketiga adalah memukulnya dengan pukulan ringan.

Pukulan yang dilakukan suami kepada istri yang tidak taat (nusyuz) bertujuan untuk mendidik/pelajaran, bukan menyakiti atau menyiksa. Pukulan tersebut juga tidak boleh dilakukan di wajah, misalnya menampar. Suami harus memilih tempat memukul yang tidak menimbulkan sakit, misalnya di pantat dan paha.

Pukulannya harus ringan, tidak menimbulkan bekas misalnya kemerahan, memar, sayatan apalagi sampai patah tulang atau cidera. Jika menggunakan alat, maka tidak boleh benda yang keras dan besar seperti tongkat atau cambuk. Ketentuan memukul istri yang tidak taat ini sebagaimana keterangan dari beberapa ulama yang dihimpun oleh Ustaz Shiddiq Al Jawi berikut:

Pukulan itu bukan pukulan yang menyakitkan, juga harus dilakukan pada anggota tubuh yang aman, misal bahu, bukan pada anggota tubuh yang rawan atau membahayakan, misalnya perut. Jika menggunakan alat pun tak boleh alat yang besar seperti cambuk/tongkat, tapi cukup dengan siwak (semacam sikat gigi) atau yang semisalnya. (Imam Nawawi Al Bantani Al Jawi, Syarah Uqudul Lujain, hal. 5; Wahbah Zuhaili, At Tafsir Al Munir, 5/55-56; Al Fiqh Al Islami  wa Adillatuhu, 9/329).

Walaupun Islam membolehkan suami memukul istri yang tidak taat dengan tujuan mendidik, namun lebih baik jika memafkan. Jika suami telah memaafkan, maka ia tidak memukul istrinya. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,

”Orang-orang terbaik di antara kamu, tak akan pernah memukul istrinya.” (Imam Syafi’i, Al Umm, 5/1871).

Demikian bagaimana semestinya istri bersikap terhadap kekerasan rumah tangga yang terjadi. Kalau pun ada pemukulan yang tidak melanggar syariat Islam, maka bukan termasuk KDRT dan cukup diselesaikan secara kekeluargaan. Allahu a’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version