Oleh: Euis Hamidah
Pernikahan adalah suatu ikatan perjanjian yang mengikat atau menghalalkan hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Pernikahan terjadi karena dilandaskan rasa cinta, rasa sayang, rasa mengasihi, serta rasa saling memahami satu sama lain. Selain itu, pernikahan merupakan salah satu fitrah manusia yang Allah subhanahu wa ta’ala anugerahkan kepada kita sebagai makhlukNya. Pernikahan pun merupakan salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi dalam rangka meneruskan garis keterunan serta menentramkan jiwa dan rohani seseorang.
Dalam agama Islam, pernikahan diibaratkan sebagai sebuah perjanjian besar. Maka, ketika pernikahan tersebut dilakukan oleh sepasang anak adam, Asry Allah subhanahu wa ta’ala akan bergetar karena kedahsyatan pernjanjian yang dilakukan tersebut. Sehingga, pernikahan dalam bahasa Al-Qur’an disebut dengan miitsaqan ghalidza atau perjanjian yang besar. Hubungan pernikahan ini mempersatukan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram menjadi mahram dalam sebuah tali ikatan.
Namun pada kenyataan di lapangan, banyak sekali pasangan muda yang berangan-angan untuk segera menikah, namun terbentur masalah satu dan lain hal. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah hubungan atau ketertarikan antara lawan jenis yang memiliki keyakinan berbeda. Tidak dipungkiri, bahwa di Indonesia banyak sekali pasangan muda yang menjalin hubungan berbeda agama. Contoh, seorang perempuan muslim yang menjalin hubungan dengan laki-laki nonmuslim ataupun seorang laki-laki muslim yang menjalin hubungan dengan perempuan nonmuslim.
Lantas, bagaimanakah Islam mengatur kriteria dalam memilih pasangan?
Islam adalah agama yang sempurna. Seluruh aturan sudah terangkum jelas di dalamnya. Al-Qur’an sebagai kitab suci dan Hadis yang merupakan sabda Nabi Muhammad saw. sudah memberikan pedoman dalam menentukan kriteria pasangan. Maka, alangkah bersyukurnya kita sebagai Umat Islam yang diberikan buku pedoman dengan sangat sempurna, yakni Al-Qur’an. Selain itu, Nabi Muhammad saw. juga telah memberikan contoh dan penjelasan dalam Hadis yang menjelaskan tentang kriteria calon pasangan.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Hadis Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw bersabda : “Wanita dinikahi karena empat hal; karena hartanya; karena kecantikannya; karena keturunannya; dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya niscaya kamu akan beruntung.”
Perlu kita garis bawahi, bahwa dalam ajaran agama Islam poin agama memegang peranan paling penting dalam kriteria memilih pasangan. Bukan ketampanan/kecantikan rupa, buka harta kekayaan, bukan pula keturunan. Karena ketampanan/kecantikan rupa bisa habis dimakan usia, harta bisa habis ketika digunakan berfoya-foya, keturunan bisa tidak berpahala ketika tidak mendoakan kita. Maka, agamalah yang menjadi poin paling utama bagi kita untuk memilih pasangan.
Nah, bagaimana keturunan yang lahir dari orang tua yang berbeda agama?
Fitrah dari seorang anak adalah ia senang bertanya banyak hal, dari mulai pertanyaan yang masuk akal sampai pertanyaan-pertanyaan di luar nalar kita sebagai orang dewasa yang mendampinginya. Namun, itulah fitrahnya mereka. Ketika fitrah bertanya anak tidak terpenuhi di lingkungan rumah sebagai lingkungan pertamanya, maka ia akan mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya ke lingkungan sekelilingnya. Terutama hal yang paling sering anak akan tanyakan adalah perihal Rabb-nya, agamanya, jati dirinya, dan yang lainnya. Serta semua pertanyaan mendasar tentang mengapa ia diciptakan di dunia ini.
Bagi sebagian anak yang lahir dan tumbuh dalam keluarga yang bertalatar belakang agama campuran (ada Islam, Hindu, Budha, Kristen, dll), tentu saja pemenuhan fitrah itu akan mengalami sebuah kendala yang cukup besar. Contoh: ketika ayah dan ibunya beragama Islam, kemudian kakek dan nenek dari ayah atau ibunya nonmuslim atau Kristen misalnya, maka anak akan bertanya terhadap orang tuanya tentang patung apa yang disembah oleh kakek neneknya, hiasan atau lukisan apa yang ada di ruangan rumah kakek neneknya, dan yang lainnya.
Tidak akan an menjadi masalah yang besar, jika sang anak tumbuh dan besar dalam asuhan kedua orang tuanya yang muslim dan fitrah bertanya terpenuhi oleh kedua orang tuanya di rumah. Namun, jika Allah subhanahu wa ta’ala berkehendak ibunya sebagai madrasah pertama seorang anak harus ikut bekerja membantu perekonomian keluarganya, besar kemungkinan anak akan berada di bawah pengasuhan keluarga yang lain, seperti kakek neneknya. Ketika pola asuh dari kakek nenek yang sesama muslim saja melahirkan dua gaya pola asuh yang berbeda, apalagi jika anak diasuh oleh kakek nenek yang nonmuslim. Bukan hanya pola asuh yang berbeda, bisa sampai hal akidah anak kedepannya akan berbeda dengan kedua orang tuanya.
Ketika dulu terkenal lagu “Iman adalah Mutiara” yang dipopulerkan oleh Raihan yang salah satu liriknya bertuliskan bahwa “Iman tak dapat diwarisi, dari seorang ayah yang bertaqwa”, lirik ini tidak sepenuhnya benar, juga tidak sepenuhnya salah. Karena apa? Karena anak tumbuh lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungannya.
Seorang anak yang tumbuh di lingkungan keluarga muslim, tentu saja dia akan memperoleh landasan akidah yang kokoh, teman-teman yang senantiasa mengingatkan, dan lain sebagainya. Berbeda halnya dengan anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang beragama campur, akidah anak akan mudah tergoyahkan. Meskipun tidak dipungkiri dalam lapangan keseharian, banyak anak yang lahir dari keluarga muslim, lingkungan pun muslim, namun memiliki akidah yang kurang kokoh.
Namun, satu hal yang sangat penting dalam kiat-kiat memilih pasangan, tidak hanya bermodalkan cinta dan hawa nafsu ingin bersama saja. Perlu pertimbangan yang lebih jauh dalam memilih pasangan, termasuk bagaimana nasib keturunan ke depannya dan fitrah bertanya anak yang harus terpenuhi. Oleh karena itu, yuk sama-sama luruskan niat dalam mencari pasangan. Jadikan iman atau agama sebagai barometer tertinggi. Perihal dapat yang ganteng atau cantik, kaya, dan keturunan baik merupakan hadiah dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada hambaNya yang beriman. Wallahu a’lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google