Oleh: Ameena N
Dari liputan6.com, pria di Pati, Jateng, yang melaporkan anaknya telah hilang ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan. Penyidik Polresta Pati berhasil membongkar kasus pembunuhan tersebut karena sang anak ternyata ditemukan meninggal dunia di Sungai Kaliampo Desa Wangonrejo, Pati. Namun akhirnya terbongkar, sang anak tidak hilang tapi dibunuh ayahnya sendiri dengan cara dibeka menggunakan bantal.
Berdasarkan keterangan pelaku, pembunuhan anak itu dilakukan karena kesal dengan kedua anaknya yang sering rewel dan menangis. Sementara yang menjadi korban pembunuhan merupakan anak kedua berinisial M berusia tiga bulan karena dibekap oleh ayahnya sendiri menggunakan bantal. Sedang anak yang pertama berusia 1,5 tahun.
Kurangnya persiapan mental
Ayahnya yang masih berumur 20 tahun, diduga usianya itulah yang menjadi pemicu emosinya gampang meledak. Memasuki fase dewasa muda, biasanya seseorang diharapkan bisa memikul tanggung jawab atas diri sendiri, dan bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi pilihannya. Seperti halnya menikah dan memiliki anak.
Menurut Endang R. Surjaningrum, M.AppPsych.,Psikolog (Endang) karena usia tersebut merupakan fase transisi dari remaja ke dewasa muda sehingga biasanya seseorang pada usia tersebut akan rentan mengalai tekanan. Di usia tersebutlah kematangan emosi belum stabil. Itulah yang mengakibatkan ketegangan secara emosi sehingga seseorang mudah sekali terpicu oleh faktor luar.
Tidak menyalahkan memiliki anak di usia muda atau bahkan menikah muda itu. Tentu hal ini sah-sah saja dalam Islam. Bahkan banyak juga yang berhasil dalam menjalankan tanggung jawab pernikahan di usia muda. Namun memang, tidak semua orang memiliki kesiapan untuk menikah muda dan memiliki anak di usia muda. Lantas, apa yang membuatnya berhasil dan tidak berhasil? Tentu saja tentang persiapan mentalnya. Di kasus ini pun kita bisa melihat bagaimana kurang siapnya mental pria ini untuk menjadi seorang ayah, sehingga melakukan kesalahan yang sangat keji.
Sunnah oke, tapi persiapan harus lebih oke
Anak di dalam islam merupakan amanah yang Allah titipkan kepada orangtuanya. Kesadaran tentang amanah ini sudah seharusnya dipahami oleh semua orangtua di dunia ini terlepas dari kondisi apapun. Dan memiliki seorang anak tentu saja tidak hanya tentang melahirkan, memberi makan, memandikan dan sebagainya. Tapi juga tentang bagaimana mendidik anak tersebut agar bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri, orangtuanya, agamanya, dan lingkungan sekitarnya. Dalam artian, memiliki anak itu tanggung jawab yang besar. Dan karena anak adalah amanah, maka harus dijaga dengan baik, lebih baik daripada kita menjaga harta-harta kita.
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serya lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi: 46)
Untuk memikul tanggung jawab yang besar, tentu saja sebelum memiliki anak, semua calon orangtua harus memikirkan persiapannya. Terutama dalam hal mental. Tidak peduli berapapun usianya, jika sudah memutuskan untuk memiliki anak, maka harus sadar dan belajar agar siap menjadi orang tua yang baik. Salah satu contoh ketidaksiapan mental dalam memiliki anak, bisa kita renungi bersama dari kasus di atas. Dan persiapan mental itu yang pertama haruslah belajar. Belajar apa? Semuanya. Parenting secara umum, parenting secara islam, belajar islam lebih banyak, mencari pembimbing dan banyak lagi.
Namanya juga anak-anak, pasti rewel, dong. Mau tidak mau harus sabar menghadapinya. Dan selain kurang sabar, ayah yang membunuh ini pun kurang belajar. Padahal anak itu amanah dan ujian. Jika dia paham dan belajar, insyaa Allah tidak akan ada kejadian semacam ini, allahu’alam.
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. At-Taghabun: 15)
Semoga kasus ini menjadi pelajaran bagi yang belum memiliki anak maupun yang sudah memiliki anak. Yang belum memiliki anak, semoga segera mempersiapkan segala yang belum siap. Dan yang sudah memiliki anak semoga semakin giat belajarnya. Karena mayoritas orang tua yang dapat menghasilkan anak-anak berkualitas merupakan orang tua yang tidak pernah berhenti belajar apapun mengenai kebaikan anaknya. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google