Oleh: Ameena N
Bulan syawal itu musim nikah, gitu nggak sih? Yup, sibuk kondangan sana-sini, eh, tiba-tiba overthinking tentang,
“Temen-temen udah pada nikah, aku kapan?”
“Jodoh aku siapa, ya?”
“Yang seperti apa, ya?”
Dan semacamnyalah. Apalagi buat yang umurnya udah umum untuk menikah seperti dua satu sampai dengan dua puluh lima (bagi yang perempuan). Tapi emang kebanyakan yang overthinking kayak gini, tuh, cewek nggak, sih? Apa cowok juga? Lebih parah, mungkin?
But, eits. Cukup sampai situ aja overthinking-nya. Mikir gitu nggak pa-pa. Tapi jangan dibuat overthinking. Kenapa? Karena jalan hidup orang itu beda-beda, loh. Ada yang ketemunya secepat kilat, ada yang pelan tapi pasti, ada yang udahlah pelan, abu-abu lagi. Intinya, jangan selalu apa-apa itu takarannya jalan hidup orang lain. Apalagi masalah jodoh. Ini masalah kesiapan. Dan kesiapan ini pun dipengaruhi oleh banyak faktor. Ada yang siap secara ilmu karena di pesantren ada pelajaran bab nikah. Ada yang siap secara mental karena berasal dari keluarga cemara, jadi siap-siap aja menikah tanpa ada unsur trauma. Ada yang siap secara fisik karena emang rajin berbenah. Dan ada juga yang siap secara ekonomi karena emang kaya dari lahir.
Yang bahaya itu justru kalau nggak siap tapi hajar aja. Maksudnya, yang penting nikah aja dulu, deh. Yang lain-lain dipikir belakangan. Sebenarnya, yang paling minimal sekali untuk dipersiapkan dalam menikah itu, ya, ilmu dan mental. Kalau dua ini nggak ada sama sekali, bayangkan saja sendiri bagaimana menjalani bahtera rumah tangganya. Namanya juga pernikahan, tanggung jawabnya besar. Makanya jangan sampai, hanya karena FOMO, jadi say yes aja buat nikah sama sembarangan orang. Maksudnya, bobot bebetnya nggak dikonfirmasi dulu, latar belakangnya, dan lain sebagainya. Jangan tertipu sama apa yang tampak aja.
Berlapang dada atas skenario Allah
Ada yang nggak ngapa-ngapain, eh, tiba-tiba dijodohin dan langsung menikah. Ada juga yang sudah mencari ke sana ke mari namun belum kelihatan juga hilalnya. Ada yang mencintai dalam doa, eh, ternyata dikabulkan. Ada yang patah hati dulu baru dapat yang lebih baik. Jadi macam-macam, deh, skenario Allah itu. Kalian yang mana? Allahua’lam kalau itu. Yang jelas, sabar, berdoa, dan benahi diri. Itu aja dulu. Kalau masalah jodoh, biar Allah yang mengatur skenarionya. Dan selalu indah. Tunggu aja.
Persiapkan diri
Daripada overthinking tentang kapan menikah, kan lebih baik jika kita fokus terhadap diri kita dulu. Maksudnya, persiapkan diri agar jika nanti tiba-tiba jodoh itu datang, kita sudah siap secara lahir dan batin. Ilmu udah siap, mental udah siap, fisik juga udah siap. Jadi, habiskan waktu dan tenaga kita semasa single ini untuk belajar banyak hal. Nanti, ketika sudah berumah tangga, tinggal prakteknya. Nanti, ketika Allah udah bilang siap, maka insyaa Allah, akan Allah datangkan seseorang yang memang pantas untuk kita.
Berdoa
Usaha terakhir kita selain berbenah diri adalah berdoa kepada Allah. Alhamdulillah masih punya banyak waktu untuk berdoa minta didatangkan yang terbaik.
“Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakkal.” (Ali imran: 159).
Untuk segala dilema kita tentang menikah, yang paling penting yang harus selalu kita ingat dan kita siapkan adalah perihal kematian kita. Karena bisa saja yang dahulu menjemput kita itu maut, alih-alih jodoh. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google