View Full Version
Jum'at, 14 Jul 2023

Nikah Beda Agama, Apa yang Kau Cari?

 

Oleh: Sunarti

 

Sudah jamak diketahui bahwa pernikahan adalah proses pengikatan janji suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Pernikahan merupakan ibadah yang mulia dan Suci. Pernikahan tidak boleh dilakukan sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang dan dijaga hingga maut memisahkan. Bahkan tujuan menggapai surga bersama adalah cita-cita bagi pasangan suami istri.

Visi Misi Pernikahan Saat Ini

Sayangnya, saat ini banyak manusia yang visi misi pernikahannya telah jauh dari pikiran "menuju surga bersama." Bahkan tak sedikit masyarakat yang beranggapan pernikahan itu sebatas bahagia dengan pasangan, serta jika ada suka-duka dihadapi bersama di dunia. Anggapan selanjutnya, ketika ada yang tidak bisa diselesaikan, dibicarakan atau disolusikan dengan datangnya berbagai persoalan, mereka tinggal bilang "cerai" dan lanjut ke pengadilan. Dan urusan selesai. Sampai di sini jelas, jangankan berpikir urusan akhirat, berpikir pernikahan adalah ikatan sakral saja sudah jauh dari benak.

Dari pandangan ini, pendangkalan akidah pun turut terpengaruh. Bisa dibayangkan jika ini dilakukan oleh seorang muslim. Tersebab alasan mendasar pernikahan tidak lagi terpikirkan, visi misi menggapai surga bersama sudah tidak lagi menjadi prioritas utama.

Bisa saja menikah dengan alasan rasa suka sama suka atau alasan saling mencintai. Padahal "rasa" bisa luntur kapan saja dan bisa luntur hingga hilang tertutup dengan rasa dan keadaan maupun suasana lain. Jika bukan iman, yakin jika pernikahan dianggap hanya sebatas kehidupan dunia yang penuh suka cita.

Hal ini menyebabkan individu-individu dalam melangsungkan pernikahan tidak lagi berpikir pasangan harus satu iman (sesama muslim).

Seperti yang terjadi saat ini sedang marak di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Sayangnya, pernikahan beda agama justru "diajangi" (difasilitasi dan didukung) oleh negara.

Salah satunya adalah diputuskan sahnya pernikahan dua calon pasangan yang hendak menikah, yaitu JEA yang beragama Kristen dan SW seorang muslimah. Sebagaimana diberitakan dalam Republika.co.id, bahwa Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat  membuat keputusan yang sebenarnya bersebrangan dengan fakta MUI soal nikah beda agama. Namun PN Jakarta Pusat justru mengabulkan keduanya. Dan hal itu tertuang dalam nomor 155/Pdt.P/2023/PN.Jkt.Pst.

Lemahnya Pikiran Manusia Berakibat Lemahnya Aturan yang Dibuatnya

Sebenarnya contoh pernikahan beda agama tidak hanya terjadi saat ini saja. Namun sudah sering kali terjadi dan dikabulkan oleh pihak Pengadilan Negeri setempat (di mana pasangan beda agama menikah). Dan selalu berujung pada dikabulkannya permohonan keduanya. Sungguh sangat disayangkan.

Sebagai muslim rambu-rambu dalam menikah sangat penting. Karena kehidupan manusia di dunia dan bagaimana mereka mengisinya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Jelas Islam melarang wanita menikah dengan non muslim, musyrikin maupun ahli kitab. Sedangkan pria diizinkan menikah dengan non muslim, asalkan dia ahli kitab dan diharapkan bisa mendakwahi istrinya untuk menjadi mualaf.

Sekali lagi, sangat disayangkan, negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini justru tidak menjadikan agama sebagai patokan. Lebih mementingkan "rasa" daripada ketaatan kepada Sang Pencipta. Apalagi manusia yang sifatnya lemah dan terbatas, secara otomatis aturan yang dibuatnya akan lemah sehingga bisa ditarik-ulur sesuai kepentingan. Layaknya nikah beda agama ini. Alasan apapun yang disampaikan, jelas ini melanggar hukum syara'.

Akan lebih mengenaskan lagi jika nikah beda agama ini dijadikan sebagai salah satu dari sekian alasan toleransi beragama diantara sesama pemeluk agama. Bukankah ini bukti jika tujuan dari dikabulkannya nikah beda agama sarat kepentingan?

Selain masyarakat akan terbiasa dengan pelanggaran hukum syara' ini, masyarakat juga dibawa ke arah pendangkalan akidah. Miris.

Bukti Rusaknya Sistem Sekular

Sebenarnya, ini semua bukti ketika negara yang mengusung ide sekuler akan menjauhkan agama dari kehidupan, bahkan memisahkan aturan agama dari kehidupan, termasuk urusan pernikahan. Kebebasan berperilaku akan difasilitasi oleh negara bahkan dikuatkan oleh negara berupa undang-undang.

Hal ini sangat jauh berbeda ketika negara mengemban aturan dari Allah SWT. yaitu aturan Islam. Aturan Islam mengutamakan unsur ketaatan kepada Allah SWT. Segala perkara yang menyimpang akan segera ditindaklanjuti oleh negara dan segera dilakukan tindakan tegas. Di dalamnya aturan pernikahan juga tegas. Karena menikah juga bukan sekedar bangunan kehidupan di dunia. Akan tetapi akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.

Ingatlah jika Allah SWT. berfirman:

"Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman." (TQS. Al Baqarah: 221).

Ayat di atas adalah peringatan tegas bagi muslim jika dikatakan taat kepada Allah. Ambil seluruh aturan, bukan dipilih-pilih mana yang sesuai dengan akal manusia dan mana yang tidak. Ketaatan sempurna termasuk di dalamnya ketaatan dalam aturan pernikahan. Wallahu alam bisawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version